Dalam sebulan terakhir, kawasan Deli Serdang, Sumatera Utara, yang berdekatan dengan Gunung Sinabung, dilanda lebih dari 100 kali gempa bumi. Belum bisa dipastikan apakah gempa ini murni tektonik atau berkaitan dengan aktivitas vulkanik.
“Melihat frekuensinya amat tinggi, gempa di Deli Serdang digolongkan jenis swarm,” kata Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Daryono, di Jakarta, Selasa (14/2).
Gempa swarm termasuk langka dan terjadi beruntun dengan frekuensi kecil sampai menengah. Gempa jenis itu kerap terjadi dekat gunung api, sebagaimana pernah terjadi di Jailolo, Maluku Utara, pada 2015-2016.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Daryono, gempa pertama di kawasan itu berkekuatan M 5,6 terjadi pada 16 Januari 2016. Gempa terbaru terjadi pada Selasa (14/2) pukul 03.35, berkekuatan M 5,2. Episentrum gempa terletak di koordinat 3,33 Lintang Utara-98,48 Bujur Timur, tepatnya di darat, berjarak 35 kilometer arah barat daya kota Medan, pada kedalaman 10 kilometer.
“Total gempa dalam sebulan ini yang terekam di jaringan seismograf nasional lebih dari 100 kali. Kalau dari seismograf lokal, sudah di atas 1.000 kali, termasuk gempa mikro,” ucapnya.
Gempa bumi itu merupakan aktivitas kerak dangkal akibat sesar aktif. Tingginya aktivitas gempa menunjukkan bahwa di tempat itu terdapat medan tegangan batuan kulit Bumi. Dengan demikian, pada bagian batuan lemah mengalami pergeseran patahan yang dimanifestasikan sebagai gempa bumi.
“Setiap aktivitas gempa yang terjadi menjadi tahapan pelepasan energi yang terakumulasi sejak lama. Patut disyukuri, di zona gempa Deli Serdang, proses itu berlangsung bertahap dalam bentuk aktivitas gempa-gempa kecil dan tak sekaligus muncul sebagai gempa besar,” paparnya.
Mekanisme itu, lanjut Daryono, berkaitan dengan karakteristik batuan dan sumber gempa setempat. Dengan terjadinya pelepasan energi dalam bentuk gempa-gempa kecil, diharapkan lambat laun energi yang telah terakumulasi akan habis dengan sendirinya.
Kaitan vulkanik
Menurut Surono, ahli gunung api yang juga anggota Staf Ahli Kebencanaan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, sumber gempa dekat dengan Gunung Sinabung. Jadi, patut diduga bahwa rentetan gempa itu memiliki kaitan timbal balik dengan aktivitas vulkanik.
“Gempa tektonik lokal dekat gunung api perlu dikaji lebih lanjut kaitannya dengan aktivitas vulkanik. Ini misalnya terjadi di Merapi (Yogyakarta) dan Gamalama (Ternate),” ujarnya.
Energi gempa tektonik memicu aktivitas vulkanik, seperti mengguncang botol minuman bersoda. “Jika kantong magma punya tekanan cukup, seperti soda dalam botol dikocok, maka terjadi peningkatan volume dan memicu letusan,” kata Surono.
Kepala Subbidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Wilayah Barat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM Sri Hidayati menjelaskan, secara teoretis, ada kaitan antara aktivitas tektonik dan vulkanik. Namun, hingga kini, hal itu belum bisa dipastikan dalam kasus rentetan gempa di Deli Serdang ini. “Untuk mengetahui adanya kaitan tektonik dan vulkanik ini, perlu kajian lebih jauh lagi,” ucapnya.
Sri Hidayati menambahkan, dengan melokalisasi sumbernya, bisa diketahui bahwa gempa-gempa kali ini mengikuti jalur patahan yang sudah ada. “Patahan-patahan ini belum ada namanya,” ujarnya. (AIK)
————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Februari 2017, di halaman 14 dengan judul “Gempa Bumi 100 Kali dalam Sebulan”.