Garis Wallace Makin Dipertegas

- Editor

Kamis, 27 November 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Bahasa Diturunkan Melalui Garis Ibu
Garis Wallace tidak hanya memisahkan jenis flora dan fauna di Indonesia dengan yang ada di Asia atau Australia, tetapi juga menunjukkan dimulainya percampuran genetika manusia serta rumpun bahasa, antara Austronesia dan Papua. Garis imajiner itu terbentang mulai dari Selat Makassar hingga Selat Lombok.


Guru Besar Emeritus Antropologi Universitas Arizona Amerika Serikat John Stephen Lansing, di Jakarta, Rabu (26/11), mengatakan, masyarakat di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, memiliki campuran genetika manusia Austronesia dan Papua. Makin ke timur dari Sumba, yaitu Flores, Lembata, dan Alor, bagian genetika Papua makin besar.

Sumba terletak di dekat garis Wallace di sisi timur. Manusia Nusantara di barat garis, seperti Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sumatera, memiliki genetika Austronesia. Di sisi timur garis Wallace terjadi percampuran genetika Austronesia dan Papua. Genetika Papua murni tersebar di wilayah Melanesia, seperti Papua (pegunungan) dan sejumlah pulau di timur Papua.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Namun, penelitian filogeni menunjukkan bahwa semua bahasa yang dituturkan masyarakat Sumba masuk rumpun bahasa Austronesia, sama seperti yang digunakan di barat garis Wallace. Makin ke timur, seperti di Pulau Timor, sebagian masyarakat menggunakan bahasa yang masuk rumpun bahasa Papua.

wallaceline”Uji statistik menunjukkan bahasa hanya diturunkan melalui garis ibu, bukan garis bapak,” tutur Stephen yang kini menjadi Direktur Institut Kompleksitas Universitas Teknologi Nanyang, Singapura.

Deputi Penelitian Fundamental Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Herawati Sudoyo mengatakan, penelitian itu makin mempertegas garis Wallace yang bukan hanya memisahkan jenis flora-fauna di barat dan timur Indonesia, melainkan juga genetika dan bahasa.

”Penelitian genetika manusia Indonesia penting untuk memahami asal usul mereka, penyebarannya, hingga karakter penyakit yang menyertainya,” katanya.

Migrasi Austro-asiatik
Arkeolog prasejarah Pusat Arkeologi Nasional Harry Truman Simanjuntak mengatakan, berdasar data arkeologi, etnologi, dan paleontologi, terdeteksi adanya arus migrasi selain penutur Austronesia dan Papua yang masuk dari sisi barat melewati Malaysia hingga ke Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Mereka adalah penutur Austro-asiatik.

Penutur Austro-asiatik tiba di Indonesia pada 4.300-4.100 tahun lalu yang kemudian baru disusul penutur Austronesia pada kisaran 4.000 tahun lalu. Austro-asiatik dan Austronesia sebenarnya berasal dari satu rumpun bahasa yang sama, yaitu bahasa Austrik, tetapi kemudian pecah. Bahasa Austro-asiatik digunakan di sekitar Asia Tenggara Daratan, sedangkan Austronesia digunakan di wilayah kepulauan, seperti Taiwan, Filipina, Pasifik, Madagaskar, hingga Pulau Paskah.

Bahasa Austrik awalnya dimanfaatkan masyarakat Yunan, Tiongkok selatan. Bahasa ini kemudian pecah menjadi dua, yaitu Austro-asiatik dan Austronesia yang kemudian menjadi penyebutan nama kelompok berdasarkan penggolongan bahasa.

”Kami telah menemukan data arkeologi, etnologi, dan paleontologi arus migrasi Austro-asiatik, hanya belum dilengkapi dengan studi linguistik dan genetik. Jika ditemukan data (linguistik dan genetik), semakin ditegaskan adanya arus migrasi dari barat penutur Austro-asiatik,” papar Truman.

Pada 4.300-4.100 tahun lalu, dari Yunan, penutur Austro-asiatik bermigrasi ke Vietnam dan Kamboja lewat Malaysia hingga ke Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Salah satu penandanya ialah temuan tembikar-tembikar berhias tali yang bentuknya sama dengan tembikar di selatan Tiongkok hingga Taiwan.

Kemudian, pada 4.000-an tahun lalu, muncul arus migrasi penutur Austronesia lewat sisi timur Indonesia. Arus migrasi itu muncul mulai dari Sulawesi, Kalimantan, dan sebagian ke selatan, seperti Nusa Tenggara, hingga menuju Jawa dan Sumatera. (ABK/MZW)

Sumber: Kompas, 27 November 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa
Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap
Di Balik Lembar Jawaban: Ketika Psikotes Menentukan Jalan — Antara Harapan, Risiko, dan Tanggung Jawab
Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan
Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara
Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Berita ini 39 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 1 November 2025 - 13:01 WIB

Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa

Kamis, 16 Oktober 2025 - 10:46 WIB

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Kamis, 2 Oktober 2025 - 16:30 WIB

Di Balik Lembar Jawaban: Ketika Psikotes Menentukan Jalan — Antara Harapan, Risiko, dan Tanggung Jawab

Rabu, 1 Oktober 2025 - 19:43 WIB

Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan

Minggu, 27 Juli 2025 - 21:58 WIB

Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tarian Terakhir Merpati Hutan

Sabtu, 18 Okt 2025 - 13:23 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Hutan yang Menolak Mati

Sabtu, 18 Okt 2025 - 12:10 WIB

etika

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Kamis, 16 Okt 2025 - 10:46 WIB