Empat Komunitas Adat Terancam Punah

- Editor

Rabu, 20 April 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Empat komunitas adat di Indonesia berpotensi punah, yakni Orang Rimba di Jambi, Punan di Kalimantan Utara, Tobelo Dalam di Maluku Utara, dan Cek Bocek di Nusa Tenggara Barat. Ancaman kepunahan itu terutama dipicu masalah ekologi politik dan penyebaran penyakit menular dalam taraf mengkhawatirkan.

Selasa (19/4), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengundang para peneliti Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, serta Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi untuk memaparkan hasil riset mereka tentang kondisi kesehatan Orang Rimba, di Jakarta. Sebelumnya, Tim Eijkman menemukan tingginya sebaran malaria dan hepatitis B pada Orang Rimba di Bukit Duabelas.

“Tiga kasus yang jadi fokus kami, yaitu Punan, Tobelo Dalam, dan Cek Bocek, merupakan amanat Paripurna Komnas HAM dan hasil Inkuiri Nasional. Mereka mengalami kriminalisasi di tanah mereka sendiri. Sementara kasus Orang Rimba adalah inisiatif kami setelah ada laporan dari media, terutama setelah melihat hasil riset dari Eijkman,” kata anggota Komnas HAM, Sandra Moniaga. Empat komunitas adat itu tak punya suara sehingga pihaknya harus berinisiatif mendalaminya meski tak ada laporan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut Mimin Dwi Hartono, peneliti dari Komnas HAM, lembaganya memantau soal Orang Rimba sejak 2007, terutama setelah ada laporan konflik dengan taman nasional. Komnas HAM kembali turun ke Orang Rimba setelah laporan kematian beruntun karena sakit pada 2015.

“Saat itu, kami menerbitkan rekomendasi penanganan ke pemerintah daerah dan pusat. Dari hasil riset Eijkman, profil kesehatan Orang Rimba mengkhawatirkan, menunjukkan belum ada tindak lanjut,” katanya.

Orang Rimba
Deputi Direktur Eijkman Herawati Sudoyo Supolo mengatakan, pada Desember 2015, lembaganya meneliti komunitas Orang Rimba di Bukit Duabelas. “Riset ini dilakukan awalnya atas permintaan Warsi. Selain meneliti genetika, kami meneliti penyakit terkait genetika, yakni malaria dan hepatitis B,” katanya.

Pengambilan sampel dilakukan pada 583 Orang Rimba dari total populasi mereka 3.640 orang. Survei pada pertengahan Desember 2015 meliputi 12 rombong di tiga kabupaten, yakni Kabupaten Sarolangon (300 orang), Tebo (113 orang), dan Batanghari (170 orang).

Berdasarkan hasil riset, tingkat hepatitis B pada Orang Rimba di Bukit Duabelas 33,9 persen dan malaria 24,6 persen. Angka prevalensi hepatitis B dan malaria pada Orang Rimba disebut hiperendemis. Adapun prevalensi malaria 24 persen atau 240 kasus per 1.000 orang. Angka itu tertinggi di Indonesia saat ini.

“Riset pada Orang Rimba ini bukan surveilans kesehatan, itu wewenang Kementerian Kesehatan, tetapi selama ini datanya tak ada. Karakter Orang Rimba yang terisolasi sebenarnya mudah ditangani,” kata Herawati.

Menurut Sandra, riset Eijkman tentang kondisi kesehatan Orang Rimba penting karena jadi dasar penanganan secara serius. Harapannya, ada riset lebih lanjut kesehatan Orang Rimba di komunitas lain. “Ini mendorong pemerintah agar serius memenuhi hak kesehatan Orang Rimba,” ujarnya. (AIK)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 April 2016, di halaman 14 dengan judul “Empat Komunitas Adat Terancam Punah”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 17 Juli 2025 - 21:26 WIB

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Berita Terbaru

Artikel

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya

Kamis, 17 Jul 2025 - 21:26 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Kota di Bawah Masker

Kamis, 17 Jul 2025 - 20:53 WIB

fiksi

Cerpen: Simfoni Sel

Rabu, 16 Jul 2025 - 22:11 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Anak-anak Sinar

Selasa, 15 Jul 2025 - 08:30 WIB