Indonesia menikmati pertumbuhan ekonomi dan jadi satu dari 20 negara dengan perekonomian besar. Namun, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi lamban, bahkan kalah dari negara-negara Asia Tenggara. Jika perhatian pada iptek nasional tetap rendah, pertumbuhan ekonomi tidak akan berkelanjutan, sewaktu-waktu bisa kolaps.
Itu mengemuka dari paparan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Iskandar Zulkarnain saat diskusi Science, Technology, and Innovation Outlook bertema “Memandang Indonesia ke Depan”, Jumat (4/12), di Jakarta.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir, mantan Kepala LIPI Lukman Hakim, dan Rektor Universitas Multimedia Nusantara turut hadir. “Ini semacam bom waktu yang harus diwaspadai,” ujar Iskandar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kajian McKinsey Global Institute 2012, Indonesia diprediksi jadi kekuatan ekonomi ketujuh di dunia pada 2030. Kini, Indonesia tergabung dalam G20, perkumpulan 20 negara dengan perekonomian terbesar di dunia yang menghimpun hampir 90 persen produk domestik bruto dunia.
Namun, berdasar data indikator Iptek dari Pusat Penelitian Perkembangan Iptek LIPI 2014, anggaran belanja penelitian dan pengembangan Indonesia hanya 0,09 persen terhadap PDB nasional. Di tingkat Asia Tenggara, Indonesia kalah dari Thailand (0,85 persen PDB) dan Malaysia (di atas 1 persen PDB).
Iskandar menambahkan, Indonesia baru punya 5.000 terbitan ilmiah yang terindeks di pengindeks internasional serta 1.130 paten. Thailand dengan besaran PDB yang lebih kurang sama punya 11.313 terbitan ilmiah dan 7.740 paten.
Itu menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini ditopang faktor nonlitbang, termasuk eksploitasi sumber daya alam. Padahal, SDA akan habis. “Sumber daya alam penopang pertumbuhan bisa habis, daya saing ekonomi turun,” ujarnya.
Pada peluncuran Penghargaan Publikasi Ilmiah Internasional, Nasir mengatakan, minimnya publikasi ilmiah jadi masalah. Publikasi ilmiah dasar inovasi. Inovasi salah satu pembentuk daya saing bangsa. “Jika punya daya saing, kesejahteraan ekonomi makin baik,” ujarnya. (JOG)
———————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Desember 2015, di halaman 14 dengan judul “Ekonomi Berpotensi Kolaps Tanpa Riset”.