DJI, Perusahaan Drone China yang Taklukkan Dunia

- Editor

Minggu, 7 Mei 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sahih rasanya kalau Frank Wang disebut sebagai rajanya drone. DJI Innovations yang didirikannya, adalah perusahaan pembuat drone terbesar di dunia dengan market share di kisaran 70%. Bukti bahwa perusahaan teknologi asal China kian digandrungi di berbagai negara.

DJI Innovations mirip dengan sepak terjang Xiaomi di jagat smartphone atau Alibaba di bisnis e-commerce. Perusahaan yang awalnya startup asal China tak dikenal, namun kini banyak dibicarakan. Tapi DJI Innovations dianggap lebih menonjol karena memimpin di bisnisnya.

“Perusahaan asal China kini semakin baik. Sebelumnya, mereka tertinggal di belakang. Saat ini, kian banyak perusahaan China yang berhasil di dunia, seperti Huawei, Tencent dan Alibaba,” ujar Wang yang dikutip detikINET dari WantChinaTimes.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Wang tak malu mengatakan kalau beberapa produk China memang kurang berkualitas. Ia membandingkannya dengan produk Jepang.

“Orang Jepang secara konsisten mengejar kesempurnaan. China memiliki uang tapi produk-produknya buruk, layanannya buruk dan Anda harus membayar tinggi untuk mendapatkan sesuatu yang bagus,” sebutnya beberapa waktu yang lalu. Tapi ia yakin keadaan sudah berubah.

“Saya pikir di kemudian hari, akan lebih banyak lagi perusahaan China yang mengglobal dan citra mereka perlahan akan berubah. Saya pikir yang paling penting adalah memiliki visi,” tambahnya.

Frank Wang. Foto: istimewa Frank Wang. Foto: istimewa

Wang tak dapat menutupi rasa bangganya karena penjualan DJI Innovations kebanyakan berasal dari luar China. Drone merek Phantom yang mereka buat laku keras di Amerika Serikat atau Eropa, wilayah yang penduduknya biasa menuntut produk kualitas tinggi.

“Orang-orang China sendiri merasa produk impor itu bagus dan produk made in China inferior. Kami selalu berada di kelas kedua. Saya tidak puas dengan kondisi ini dan menginginkan sesuatu untuk mengubahnya,” sebutnya.

Motivasi itu yang membuat Wang coba membuat drone berkualitas. Dan akhirnya memang laku keras. Terobosan terjadi di tahun 2012 di mana DJI Innovations berhasil membuat paket drone lengkap, ada softwarenya dan mampu terbang sempurna. Produk ini diluncurkan Januari 2013 dan dikenal dengan nama Phantom.

Phantom adalah drone consumer pertama yang siap untuk terbang selama sekitar satu jam. Kesederhanaan dan kemudahan penggunaan membuatnya diminati oleh para penggemar drone.

Meski sudah sukses, Wang dikenal pekerja keras. Ia masih bekerja 80 jam per minggu. Di pintu ruang kerjanya ada tulisan ‘Hanya untuk yang punya otak’. Ia memang menghargai intelektualitas.

“Yang Anda butuhkan adalah agar menjadi lebih pintar dari yang lain, harus ada perbedaan dari orang banyak. Jika Anda bisa seperti itu, Anda akan sukses,” katanya. (fyk/fyk)

Fino Yurio Kristo –

Sumber: detikInet, Senin, 29 Mei 2017
——–
Raja Drone Berduit Triliunan Dulu Ditolak Kampus Idaman

Frank Wang mungkin tak menyangka perusahaan drone DJI yang ia dirikan akan menguasai dunia dan ia jadi kaya raya, duitnya Rp 36 miliar atau di kisaran Rp 48 triliun. Padahal dulu, Frank sempat menuai kegagalan dan kehilangan arah.

Dikutip detikINET dari Forbes, Wang yang lahir tahun 1980 ini awalnya tertarik dengan helikopter sejak masa kanak-kanak, dari buku cerita yang dibacanya. Ia lalu keranjingan membaca tentang pesawat tebang.

Pada umur 16 tahun, dia dihadiahi helikopter yang dikendalikan dengan remote kontrol karena meraih nilai tinggi saat ujian. Sayang mimpi besarnya untuk kuliah di Amerika Serikat gagal karena nilainya tidak cukup.

Ditolak dari kampus pilihannya, yaitu Stanford dan MIT, Wang akhirnya kuliah di Hong Kong University of Science & Technology. Tapi sepertinya dia asal masuk dan jadi kehilangan arah.

Maka, Wang sering bolos kuliah untuk menekuni hobinya, menciptakan sistem penerbangan helikopter mainan. Dia bekerja siang dan malam untuk membuatnya dan menjadikannya proyek kuliahnya. Untungnya, proyek itu mendapat pujian dari dosen.

“Aku memang tak bisa bilang dia lebih pintar dari siswa lainnya. Namun performa baik dalam pekerjaan itu tidak bisa dinilai dari ranking yang bagus saat kuliah,” sebut dosen robotikanya, profesor Li Zexiang.

Sampai tahun 2006, Wang masih menenggelamkan diri dalam kesibukan membuat kontroller perangkat terbang. Lalu bersama dua teman kuliahnya pindah ke Shenzen, ke sebuah apartemen untuk merintis perusahaan DJI.

Dari situlah Wang membangun DJI hingga menjadi perusahaan drone paling ternama di dunia saat ini. Meskipun banyak halangan merintanginya, yang akan diceritakan dalam artikel selanjutnya.(fyk/fyk)

Fino Yurio Kristo –

Sumber: detikInet, Senin, 29 Mei 2017
—————
Pria Ini Punya Duit Rp 48 Triliun Berkat Bisnis Drone

Popularitas drone makin melesat. Sekarang sudah banyak orang memiliki drone untuk sekadar hobi atau keperluan lain, termasuk di Indonesia. Bisnis pembuatan drone pun makin seksi, membuat lelaki usia 37 tahun ini jadi triliuner.

Namanya adalah Frank Wang Tao. Perusahaan yang dirintis pria asal China ini, DJI Innovations, sekarang disebut-sebut sebagai produsen drone terbesar di dunia.

Drone DJI memang berkualitas dan laris. Sebut saja seri Phantom yang populer di kalangan profesional. Seri terbaru, DJI Spark, merupakan drone super mungil berkemampuan canggih, ia dapat dikontrol dengan tangan. DJI Spark diprediksi banyak diminati masyarakat umum karena relatif murah dan mudah digunakan.

Kesuksesan DJI Innovations membuat Wang diperkirakan memiliki harta di kisaran USD 3,6 miliar atau di kisaran Rp 48 triliun.

DJI diperkirakan memegang 70% market share di bisnis drone untuk consumer. Pada tahun 2016, nilai penjualan mereka diperkirakan mencapai USD 1,5 miliar.

Perusahaan yang dirintis oleh Wang sejak tahun 2006 dan berkantor pusat di Shenzen, China ini, memang disebut sebagai salah satu penyebar virus drone sebagai hobi.

“DJI Innovations yang memulai pasar unmanned aerial vehicle (UAV) sebagai hobi dan sekarang para pesaingnya coba mengejar,” kata analis dari Frost & Sullivan, Michael Blades yang dikutip detikINET dari Forbes.

Frank sejak kecil gemar benda berbau pesawat. Lahir tahun 1980, dia terobsesi dengan helikopter setelah membaca sebuah komik tentang petualangan helikopter berwarna merah. Ia mengisahkan impianya saat kecil itu, yaitu memiliki sebuah perangkat terbang dilengkapi kamera, yang akan mengikutinya kemana saja.

Frank suka sekali mengutak-atik helikopter mainan dengan remote kontrol, bahkan merakitnya sendiri. Saat kuliah, helikopter mainan yang dibuatnya bahkan dibeli orang cukup mahal.

“Aku menyelesaikan proyek kuliah membuat helikopter itu pada tahun 2005. Kemudian aku mendirikan perusahaan ini di 2006. Waktu itu, aku membuat video helikopter tersebut dan rupanya orang yang melihatnya tertarik,” katanya.

“Seseorang kemudian menghubungiku untuk membelinya. Aku pikir mendapat deal yang bagus karena berhasil menjualnya sekitar USD 6000 padahal untuk membuatnya hanya butuh sekitar USD 2000,” tambahnya.

Merasa bisnis itu menguntungkan, Frank pun giat mengembangkan usahanya. Meski awalnya banyak halangan, perusahaan DJI Innovations kini menguasai bisnis drone dan membuat Frank kaya raya.(fyk/yud)

Fino Yurio Kristo –

Sumber: detikInet, Minggu, 28 Mei 2017
————–
Produsen Drone DJI Phantom Diam-diam Akuisisi Hasselblad

Diawali pembelian sebagian kecil saham Hasselblad di November 2016 lalu, DJI kini menjadi pemegang saham mayoritas produsen kamera legendaris tersebut.

Kerjasama keduanya dimulai pada pertengahan tahun 2016, ketika itu keduanya menjalin kolaborasi membuat drone pertama yang dibekali kamera medium format. Banderolnya pun tak main-main mencapai USD 5.000 atau sekitar Rp 66 juta (USD 1 = Rp 13.300).

Kerjasama ini tampaknya bikin DJI kepincut dengan Hasselblad. Aksi pertama yang dilakukan DJI untuk menjadi bagian dari Hasselblad adalah memborong sebagian kecil saham produsen kamera asal Swedia itu.

Sekarang seperti dilansir Peta Pixel, Sabtu (7/1/2017), kabarnya kepemilikan saham DJI atas Hasseblad telah meningkat signifikan. Produsen drone China itu disebut telah memiliki saham mayoritas Hasselblad, yang praktis menjadikannya sebagai pemilik baru Hasselblad.

Namun baik DJI maupun Hasselblad tampaknya belum mau buka-bukaan terkait pembelian saham tersebut. Meski sebuah sumber mengatakan sebagian besar orang dalam Hasselblad bahkan hingga ke tingkat distributor dan penjual sebenarnya sudah mengetahui hal itu.

“Tampaknya semua orang di dalam Hasselblad tahu tentang hal ini, serta beberapa distributor dan reseller. Anda tidak dapat menyimpan sesuatu rahasia besar untuk waktu yang lama, akhirnya, itu akan terungkap,” tulis seorang bernama Kevin Raber melalui laporannnya di Luminoius Landscape.

Sejauh ini pihak DJI dan Hasselblad belum mengeluarkan pernyataan menanggapi isu akusisi ini. Namun Raber yakin keduanya akan segera mengungkap fakta yang ada dalam waktu dekat. “Cepat atau lambat, ini semua akan diketahui publik,” imbuhnya. (yud/afr)

Yudhianto –

Sumber: detikInet, Sabtu, 07 Jan 2017
————————-

Drone DJI Nyaris Bubar Ditinggal Karyawan

DJI Phantom. Foto: GettyImages

Membangun bisnis biasanya tak mudah, apalagi kalau benar-benar dari bawah dan modal terbatas. Itu juga dialami Frank Wang kala merintis perusahaan drone DJI.

Bersama dua orang temannya, Wang pada tahun 2006 pindah ke Shenzen, kota yang menjadi pusat industri teknologi di China. Mereka bermarkas di sebuah apartemen yang dibayar dengan sisa uang beasiswa Wang.

Di situlah DJI bermula dengan modal nekat, dan awalnya menjual komponen flight controllers ke beberapa klien seperti universitas. Komponen itu bisa digunakan untuk membuat drone secara mandiri.

Penjualan semakin bagus dan membuat Wang bisa merekrut beberapa karyawan. “Aku tak tahu akan seberapa besar pasarnya. Ide kami hanyalah membuat produk, menjualnya ke 10 atau 20 orang dan punya karyawan,” sebut Wang yang dikutip detikINET dari Forbes.

Visi yang tidak jelas dan Wang yang terlalu demanding, membuat karyawan keluar masuk karena tidak betah. Dalam dua tahun, nyaris seluruh manajemen atas sudah bubar. Wang mengakui ia memang kadang menyebalkan dan terlalu perfeksionis.

Tapi DJI mampu bertahan dan menjual sekitar 20 kontroler per bulan. Dan untungnya bantuan datang dari teman Wang bernama Lu Di. Lu Di ini menanamkan uang USD 90 ribu pada DJI dan memperpanjang napas perusahaan. Saat ini, Lu masih memiliki sekitar 16% saham DJI.

Sosok lain yang berperan dalam perkembangan awal DJI adalah Swift Xie Jia, yang pada tahun 2010 menjalankan kampanye marketing DJI. Mengendus potensi besar DJI, ia menjual apartemennya untuk berinvestasi di DJI. Sekarang, ia punya 14% saham di DJI.

Wang akhirnya melebarkan sayap ke mancanegara, menawarkan perangkatnya ke pehobi melalui email, ke Jerman sampai Selandia Baru. Flight kontroller buatan DJI pun semakin canggih.

Pada akhir tahun 2012, DJI akhirnya mampu membuat drone lengkap. DJI Phantom, demikian namanya, diluncurkan pada Januari 2013. Ia bisa terbang cukup lama di udara dan cukup kuat, tidak rusak meskipun terjatuh.

Mudah digunakan dan solid, Phantom pun meledak di pasaran. Dan selanjutnya, DJI semakin sukses. Sampai saat ini, belum ada yang dapat menandingi mereka di bisnis drone. (fyk/rou)

Fino Yurio Kristo –

Sumber: detikInet, Senin, 29 Mei 2017

 

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 14 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB