DJI Goggles, Menjadi Mata di Angkasa

- Editor

Selasa, 16 Mei 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kehadiran drone atau pesawat tak berawak merevolusi cara kita menghasilkan konten multimedia dalam beberapa tahun terakhir. Gambar dari udara yang memberikan perspektif yang baru dan tidak terduga kini bisa dibuat dengan harga yang lebih terjangkau ketimbang menyewa helikopter atau jasa serupa. Tidak saja untuk keperluan komersial, gambar udara dari drone kini dengan mudah dihasilkan untuk keperluan jurnalistik, hobi, dan sekadar membuat swafoto atau selfie.

Goggles, perangkat bantu visual yang diluncurkan DJI, produsen drone, untuk pasar Indonesia akhir Mei adalah solusi yang diharapkan bisa menyempurnakan rantai produksi konten video menggunakan drone.

Menjadi mata di angkasa, itulah penawaran dari DJI untuk para penerbang drone. Dan itu pula yang dirasakan Kompas saat mencobanya, Kamis (11/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

DJI Goggles sepintas mengingatkan pada produk realitas virtual (virtual reality/VR) buatan Samsung, GearVR, berupa perangkat visual yang dikenakan di kepala menutupi kedua mata. Bedanya, Goggles punya layar sendiri dan bisa memiliki layar sentuh di sisi kanan untuk navigasi menu melalui usapan ujung jari. Input untuk konfirmasi pilihan dilakukan dengan ketukan ringan di panel sentuh.

Bobotnya hampir 1 kilogram membuat penggunanya butuh waktu membiasakan diri memakainya di kepala untuk jangka waktu yang lama. Pengalaman setelah dicoba sendiri selama 20 menit, kepala dan pandangan mata terasa berat meski efeknya perlahan memudar.

Apa yang tampil di layar perangkat merupakan gambar yang diambil dari kamera drone. Dengan demikian, operator yang mengenakan Goggles bisa sepenuhnya mengetahui komposisi gambar. DJI juga menyelipkan fitur andalannya, yakni head tracking yang menyinkronkan gerakan kamera dengan gerakan perangkat di kepala.

Hal itu dibuktikan saat uji terbang. Layar yang ada di depan mata menampilkan apa yang sedang dilihat drone. Pengguna Goggles pun bisa mengoperasikan kamera dari perangkat visual itu, seperti ambil gambar atau video, termasuk mengatur gerakan kamera, mulai panning ke kanan atau ke kiri dan tilt dari atas ke bawah dan sebaliknya.

Dengan kata lain, gerakan kamera diatur dengan kepala operator sehingga leluasa mengatur komposisi gambar karena seolah berada di angkasa, bukan mengintip dari layar yang dihubungkan ke pengendali jarak jauh. Kamera bergerak mengikuti gerakan kepala pemakai Goggles.

Hanya saja, jodoh terbaik perangkat ini untuk sekarang baru Mavic Pro, seri drone dari DJI yang memiliki dimensi paling kecil dengan sayap yang bisa dilipat, membuatnya jadi portabel. Seri ini mendapatkan dukungan untuk seluruh fitur dari Goggles dengan sinkronisasi yang dilakukan secara nirkabel.

ARSIP DJI–DJI merilis drone Phantom 4 Advanced dan DJI Goggles yang bulan ini mulai bisa didapatkan di Indonesia.

Dukungan ke seri drone lain, seperti Phantom 4 dan Inspire 2, memang bisa, tetapi masih mengandalkan koneksi kabel USB dan HDMI ke unit pengendali jarak jauh. Begitu pula fitur head tracking yang absen membuat mereka yang berminat dengan Goggles memiliki pilihan terbatas untuk menikmati semua kecanggihan yang ditawarkan.

Di Indonesia, perangkat ini direncanakan dijual dengan harga sekitar Rp 6,9 juta.

Pengalaman terbang
Kompas berkesempatan menjajal perangkat ini sebelum distributor resmi DJI mengedarkannya. Warnanya putih dengan bantalan yang membuat daerah sekitar mata tetap nyaman meski dikencangkan. Baterai yang dimiliki cukup bagi Goggles untuk beroperasi sekitar 6 jam.

Koneksi dengan unit pengendali dilakukan melalui sistem transmisi OcuSync yang memastikan pertukaran data berlangsung dengan latensi rendah sehingga operator terus mendapatkan gambar terbaru tanpa jeda.

Pada jarak dekat, pengguna bisa melihat gambar dengan resolusi 1080p. Ketajaman itu menurun menjadi 720p saat drone berada di ketinggian, sebuah harga yang dibayar untuk memastikan operator mendapatkan gambar yang lancar.

Pengalaman itu juga dialami saat mengoperasikan Mavic Pro. Gambar ditampilkan di layar saat drone berjarak 4-5 meter dari tanah. Resolusi menurun begitu ketinggian drone bertambah. Meski demikian, hasil akhir gambar tidak terpengaruh.

Terdapat kartu memori yang bisa dimasukkan ke unit Goggles untuk membuat cadangan file gambar yang ditangkap drone. Fitur ini juga bisa dimanfaatkan mereka yang ingin menonton video atau gambar yang ditangkap dari drone buatan DJI.

Fitur intelligent flight memberikan kendali kepada operator Goggles untuk menginstruksikan drone agar terbang dalam rute yang ditentukan. Beberapa skenario rute tersedia untuk memenuhi kebutuhan pengambilan gambar, seperti berjalan di jalur lurus atau mengitari satu obyek.

Pengalaman yang dirasakan sewaktu memakai Goggles sungguh berbeda dengan mengandalkan layar di atas unit pengendali jarak jauh biasa. Tak lagi memandangi layar ponsel yang menampilkan gambar dari kamera drone, semuanya ada di depan mata sehingga bisa lebih fokus.

Begitu drone meninggalkan permukaan tanah, Goggles membuat penggunanya seolah terbang bersama. Mereka yang fobia pada ketinggian mungkin merasa tidak nyaman saat mengarahkan kamera ke bawah karena seolah kita benar-benar ada di ketinggian.

Goggles akan lebih optimal digunakan mereka yang memakai drone untuk keperluan yang profesional dengan pembagian tugas. Ada yang bertindak sebagai pilot yang menggerakkan drone, dan ada yang menjadi pengarah fotografi yang mengambil gambar di tengah perjalanan drone.

Pembagian tugas akan membuat kerja lebih efektif dan meminimalisasi risiko kecelakaan karena perhatian penerbang terpecah saat mengambil gambar. Perangkat seperti Goggles ini membuat kualitas gambar yang dihasilkan drone akan meningkat melalui cara kerja lebih baik.

Operator kamera tak lagi menerka, tetapi kini mereka seolah ikut terbang bersama drone di angkasa. Mereka memiliki mata di angkasa.–DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO


————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Mei 2017, di halaman 25 dengan judul “Menjadi Mata di Angkasa”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya
Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri
PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen
7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya
Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK
Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia
Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu
Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 21 Februari 2024 - 07:30 WIB

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:23 WIB

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:17 WIB

PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:09 WIB

7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya

Rabu, 7 Februari 2024 - 13:56 WIB

Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK

Minggu, 24 Desember 2023 - 15:27 WIB

Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Senin, 13 November 2023 - 13:59 WIB

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB