Home / Berita / Dilema Mendokumentasikan Foto Lama

Dilema Mendokumentasikan Foto Lama

Saat ini dalam era fotografi digital, begitu sebuah foto terbentuk, dia sekaligus merekam tanggal pemotretan, pilihan diafragma, rana, ISO, white balance, merek, tipe kamera, dan jenis lensa yang dipakai. Pada kamera tertentu malah terekam pula koordinat tempat foto dibuat, bahkan juga nama sang fotografernya (dengan data yang diisi terlebih dahulu pada kameranya).

Adapun keterangan lebih jauh tentang foto tersebut, misalnya teks foto pada kerja jurnalistik, bisa ”dimasukkan” ke dalam foto tersebut lewat aneka perangkat lunak. Kalau memakai perangkat lunak Photoshop, keterangan foto bisa dimasukkan lewat menu File lalu File Info.

Dengan demikian, di era sekarang, sebuah foto mudah dipahami karena segala keterangan tentangnya sudah tersedia. Bahkan, untuk mendapatkan foto yang mirip dengannya (dalam kasus penjiplakan foto misalnya), di internet tersedia Google Picture yang bisa dengan mudah ditemukan foto-foto yang sama, yang mirip, bahkan yang cuma agak mirip.

65671a611d3a45128aac1e24efbccac2Foto ini dipindai dari negatif aslinya. Tidak diketahui apakah foto ini pernah dimuat di harian Kompas atau tidak. Satu-satunya petunjuk adalah amplop negatif ini yang bertuliskan: Ratu Djawa Tengah 1971 Kartono Riady.

Foto di surat kabar
Namun, kasus dokumentasi foto di harian Kompas sungguh menarik. Pencetakan Kompas melewati beberapa tahap. Di awal penerbitan, pencetakan Kompas masih memakai cetakan timah di mana berita dicetak dengan mengatur huruf-huruf timah secara terbalik langsung di mesin cetak. Demikian pula foto dicetak lewat pelat logam yang detailnya buruk.

Dari koran di era ini, kita tentu tidak akan bisa melacak berita dan foto lewat internet apabila sang koran sendiri tidak berusaha ”menginternetkan” berkas lamanya.

958f5dde6a7c4f4fa2e5eaac8638a5edTeks foto di harian Kompas pada masa lalu dibuat langsung dengan menyusun huruf di percetakan. Akibatnya, dokumentasi foto masa lalu kadang sulit dilacak dengan komputer.

Ini yang terjadi saat harian Kompas melakukan pemindaian foto-foto lama menjadi digital dalam tiga tahun belakangan ini. Di awal tahun ini, saya mendapatkan foto hasil pindai dari karya almarhum Kartono Riady. Nama berkasnya hanya mencantumkan nama fotografer dan tahun pemotretan. Di harian Kompas, semua negatif foto sejak dibuat disimpan dalam amplop-amplop yang mencantumkan tanggal pemotretan, nama fotografer, dan nama acaranya.

Secara sangat kebetulan, foto jajaran ratu kecantikan masa lalu ini hanya mencantumkan nama fotografer dan tahun pemotretan. Tak ada keterangan lain.

5ff4f02975c8478daf339eac60c0e57eSatu hal yang patut disyukuri adalah harian Kompas memiliki semua edisi korannya sejak awal terbit tanggal 28 Juni 1965. Maka, berdasarkan tahun pemotretan foto itu dan pelacakan pada arsip, didapati bahwa foto tersebut adalah penobatan Ratu Djawa Tengah pada tanggal 10 dan 11 September 1971 di Solo, Jawa Tengah.

Bagi orang yang selalu membaca harian Kompas, temuan ini sangat menarik sebab menunjukkan bahwa pada tahun 1971 teks foto harian Kompas sangat buruk, baik dari segi kalimat maupun susunan hurufnya. Juga terlihat bahwa pemuatan foto seperti itu pun bisa beberapa hari setelah pemotretan. Dipotret tanggal 11 September 1971, tetapi baru dimuat tanggal 14 September 1971.

Mendokumentasikan foto-foto lama selalu sulit karena di masa lalu, data tambahan harus ditambahkan secara manual. Maka, yang terjadi adalah banyak foto lama menjadi ”sampah” karena sama sekali tidak diketahui itu foto apa, tentang siapa, di mana, dan kapan.–ARBAIN RAMBEY, TIPS & CATATAN
—————————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 Oktober 2015, di halaman 29 dengan judul “Dilema Mendokumentasikan Foto Lama”.

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published.

%d blogger menyukai ini: