Di Balik Dilema Raisa

- Editor

Jumat, 12 Februari 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

“Katanya, salah satu tugas hujan adalah menghadirkan rasa-rasa tak bernama di sepanjang musimnya.”

Kalimat tersebut membungkus adegan pertemuan untuk pertama kalinya dari tokoh Raisa dan Sora di tengah guyuran hujan serta menjadi fondasi dari cerita film Terjebak Nostalgia yang akan ditayangkan di layar bioskop pada 11 Februari. Raisa yang diperankan biduanita Raisa Andriana akan beradu akting dengan Maruli Tampubolon yang memerankan Sora serta Reza yang diperankan Chicco Jerikho. Judul diambil dari lagu yang dipopulerkan Raisa dalam album pertamanya yang dirilis tahun 2011.

Film yang diarahkan Rako Prijanto membidik dilema Raisa yang diapit cinta dari dua lelaki yang datang dari dua dunia yang jauh berbeda. Dan kebimbangannya itulah yang menjadi jiwa dari lagu yang akan digambarkan melalui film ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Itulah mengapa kisah Raisa dan Sora yang menjadi masa lalunya perlu dibangun, bahkan sebelum filmnya diputar di layar bioskop. Caranya dengan memanfaatkan medium lain yakni komik. Komik berjudul sama yang bisa dibaca secara daring diunggah secara berkala sejak awal Januari 2016 hingga awal Februari, tepat beberapa saat menjelang peluncuran filmnya.

Menurut Project Manager Terjebak Nostalgia: The Comic, Indra Arista, penggunaan komik sebagai pendukung promosi film makin marak digunakan, baik di luar maupun dalam negeri. Salah satu peran yang diambil adalah memperkenalkan tokoh atau dunia di balik film agar calon penonton film bisa memahami lebih baik dan bisa menikmati kisah yang disajikan lewat film. Beberapa contoh adalah komik yang mengacu ke film Pacific Rim yang berkisah soal jaeger atau robot yang digunakan untuk melawan makhluk asing, atau Mad Max: Fury Road yang berkisah ke latar belakang para tokoh.

Penggunaan komik umumnya efektif karena bisa menjelaskan sebuah kisah lebih detail daripada harus dilakukan oleh film, tapi bakal membuat durasi dan tempo cerita berantakan.

“Harapan kami adalah membuat pembaca komik tertarik untuk menonton film, dan yang akan menonton film bisa lebih mudah memahami kisah pengantar filmnya melalui media komik,” kata Indra.

27def70d45ca4324aa5ac7e509be3c46KOMPAS/DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO–Komik Terjebak Nostalgia merupakan medium untuk mengantar calon penonton agar lebih memahami jalan cerita film dengan judul sama yang akan diputar bersamaan pada 11 Februari mendatang. Penggunaan komik untuk mempromosikan film semakin banyak ditemui karena bisa memberikan pemahaman jalan cerita lebih baik serta membangun antisipasi akan film sebelum diputar. Foto diambil pada Rabu (10/2/2016).

Kisah dari komik ini memang diambil dari naskah drama radio yang juga berjudul Jatuh Hati di stasiun radio Gen FM yang ditulis Titien Watimena. Orang yang sama lantas membuat naskah untuk film.

Menurut Indra, komik tersebut didistribusikan secara daring dan dirilis berkala selama sebulan. Terdapat dua wahana yang digunakan yakni situs komik digital dan layanan komik yang dimiliki salah satu layanan percakapan dari Jepang.

Jarak jauh
Indra yang berada di Jakarta bekerja sama dengan studio komik Papercat n Co yang dikelola Beatrice Nauli Pohan dan Nadia Kusumahdewi Rahmanaputri. Baik Beatrice maupun Nadia mengerjakan komik tersebut dari Bandung.

Dijumpai di Bandung pada awal Februari, keduanya baru saja rampung mengunggah bagian terakhir dari komik Terjebak Nostalgia. Hal itu mengakhiri kerja keras yang berlangsung selama sebulan terakhir. Dengan total 43 halaman komik, mereka unggah menjadi 10 bagian yang diluncurkan secara bertahap.

Dengan waktu selama satu bulan berarti dalam sehari mereka mengerjakan lebih dari satu halaman dan hal tersebut cukup menguras tenaga karena keduanya harus berbagi peran. Beatrice memulai dengan sketsa, semacam penanda adegan, pembabakan, penempatan panel komik serta dialog, kemudian disesuaikan dengan naskah drama radio yang mereka terima. Untuk bisa mengisahkan pertemuan Raisa dan Sora dalam 43 halaman, keduanya harus menyaring bagian yang dibutuhkan dan tidak dari naskah drama.

Setelah rampung, Beatrice yang juga bekerja di sebuah studio permainan game ini segera membuat line art yang menampilkan adegan demi adegan komik. Salah satu tantangan utama yang dihadapi terkait gaya visual feminin atau dikenal dengan shoujo di komik Jepang, sementara mereka tidak terbiasa dengan gaya tersebut.

“Gaya komik ini kerap dijumpai di komik-komik yang mengisahkan percintaan karena penuh efek yang bisa mendukung suasana romantis,” kata Nadia.

Nadia yang sehari-hari bekerja sebagai seniman lepas ini bertugas untuk memasukkan screentone yang bisa memperkuat emosi dari panel komik, termasuk gradasi bayangan sehingga membuat gambar memiliki kedalaman. Begitu pula untuk empat halaman berwarna di komik ini, keduanya juga berbagi tugas untuk mewarnai dan membuatnya seperti keinginan studio film.

Tantangan lain adalah mereka ulang wajah seseorang menjadi tokoh di komik. Beatrice mengatakan, dirinya membuat beberapa contoh sketsa wajah Raisa dan dicari mana versi yang nyaman dikerjakan karena keduanya harus memastikan bahwa gayanya konsisten dari awal hingga akhir. Dua patokan yang digunakan adalah rambut dan bentuk bibir yang khas darinya.

Mereka belajar banyak medium komik daring yang digunakan untuk mempromosikan Terjebak Nostalgia. Sebelumnya, mereka pernah meluncurkan komik dalam bentuk fisik berjudul The Book of Rainbow. Beberapa perbedaan seperti interaksi dari pembaca bisa dibaca dan ditanggapi secara langsung.

Hingga lembar terakhir komik diunggah, apakah mereka sudah pernah bertemu Raisa secara langsung? “Sayangnya belum, semoga ada kesempatan,” kata Beatrice sambil berharap.

DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO

Sumber: Kompas Siang | 10 Februari 2016

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB