Demam berdarah; Kebocoran Plasma Berakibat Fatal

- Editor

Rabu, 11 Juni 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Demam berdarah dengue bisa menyebabkan kebocoran plasma yang mengandung air, gula, dan elektrolit dari pembuluh darah. Itu bisa menyebabkan kematian. Pemeriksaan demam berdarah dengue tak cukup lagi dengan melihat jumlah trombosit.

Demikian disampaikan dokter spesialis penyakit dalam dari RSUPN Cipto Mangunkusumo, Leonard Nainggolan, dalam acara peringatan Hari Demam Berdarah Dengue ASEAN, di Jakarta, Selasa (10/6). Selain Nainggolan, hadir Kepala Subdirektorat Arbovirosis, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan, Endang Burni Prasetyowati.

Menurut Nainggolan, gejala demam berdarah dengue (DBD) yang biasa muncul adalah demam akut (2-7 hari), sakit kepala, nyeri otot, nyeri tulang, ruam di kulit, dan tanda perdarahan. Jika diperiksa laboratorium, jumlah leukosit pasien DBD kurang dari 5.000/mm3, trombosit kurang dari 100.000/mm3, dan darahnya lebih pekat yang ditandai hematokrit (proporsi volume darah) meningkat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Hal terpenting, kata Nainggolan, infeksi DBD bisa menyebabkan merenggangnya sel endotel pembuluh darah kapiler sehingga memungkinkan molekul sebesar dua nanometer dari pembuluh darah bocor ke luar. Plasma yang merupakan 55 persen dari volume total darah bisa bocor dari pembuluh darah.

Plasma sendiri terdiri dari 91 persen air, 7 persen protein darah, dan 2 persen nutrisi. ”Bocornya plasma dapat terjadi pada hari keempat sampai kelima setelah terkena DBD. Inilah yang fatal bagi pasien,” kata dia.

Saat terjadi kebocoran plasma, darah kian pekat, alirannya melambat. Suplai oksigen ke organ tubuh pun berkurang, dan sel serta jaringan pada organ tubuh bisa mati. Bahkan, sel darah bisa bocor dan menyebabkan perdarahan di bawah kulit.

Oleh karena itu, pasien DBD amat dianjurkan minum air mengandung gula dan elektrolit untuk menggantikan plasma yang bocor dari pembuluh darah. Elektrolit juga akan mempermudah penyerapan air di usus.

Sementara itu, Endang memaparkan, Indonesia yang berada di wilayah beriklim tropis sangat kondusif bagi penyebaran penyakit menular seperti DBD, malaria, dan tuberkulosis. Mobilitas penduduk, kepadatan penduduk, dan perilaku hidup tak sehat turut menjadi faktor risiko bertambahnya kasus penyakit menular, termasuk DBD.

Siklus ledakan kasus DBD lima tahunan sudah tak terjadi lagi. Setiap tahun, kasus DBD selalu saja banyak. Tahun 2012, misalnya, ada 90.245 kasus DBD di Indonesia. Tahun 2013 jumlahnya naik menjadi 112.511 kasus.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terdapat 50 juta-100 juta kasus DBD di dunia. Sekitar 75 persen di antaranya berasal dari Asia Pasifik. (ADH)

Sumber: Kompas, 11 Juni 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB