Cairan Oplosan; Tegukan Berujung Maut

- Editor

Jumat, 20 Mei 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Seolah tidak mengenal efek jera, korban meninggal akibat meminum oplosan kembali berjatuhan. Ibarat racun, cairan oplosan merenggut nyawa siapa saja yang meminumnya. Terakhir, 11 orang meninggal akibat menenggak cairan oplosan di Daerah Istimewa Yogyakarta, pekan lalu.

Namun, menurut Kepala Kepolisian Daerah DI Yogyakarta Brigadir Jenderal (Pol) Prasta Wahyu Hidayat, Senin (16/5), sanksi bagi pengedar cairan oplosan ringan. Karena itu, polisi akan menjerat mereka dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Koentjoro menilai, ada sejumlah alasan orang mengonsumsi minuman keras oplosan meski sudah banyak korban akibat minuman itu. Salah satunya, dengan mengonsumsi miras oplosan hingga mabuk, mereka bisa melupakan kesulitan hidup.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Alasan lain, konformitas atau kepatuhan pada kelompok. Jadi, seseorang meminum miras oplosan karena ajakan teman atau pengaruh lingkungan. Karena itu, orang kebanyakan mengonsumsi miras oplosan beramai-ramai. “Ada yang mengonsumsi miras demi pengakuan dari orang lain,” ujarnya.

miras-cherrybelle-beraroma-cairan-pembersih-lantai-CAzMenurut ahli gastroenterologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ari Fahrial Syam, alkohol tak baik bagi tubuh. Meminumnya bisa memicu efek akut dan kronis. “Alkohol saja tak sehat bagi tubuh, apalagi oplosan,” ujarnya.

Efek akut alkohol berupa luka, mulai dari kerongkongan hingga lambung. Efek kronis alkohol terjadi saat alkohol diserap dan masuk ke organ hati. Lalu hati mengeras dan mengecil, terjadi sirosis, dan bisa berujung pada kanker.

Pada oplosan, efek samping lebih berat dibandingkan minuman beralkohol biasa. Sebab, oplosan ialah campuran minuman beralkohol dengan unsur lain yang kerap bukan untuk diminum, efeknya sampingnya mematikan. Seseorang yang minum oplosan bisa berhenti bernapas dan gangguan irama jantung berujung kematian.

“Etanol, alkohol untuk minuman, kerap dicampur metanol. Itu sama dengan racun sehingga bisa menyebabkan kematian,” ucapnya. Begitu minuman beralkohol dan unsur lain dicampur atau dioplos, konsentrasi kandungan tak jelas.

Menurut Kepala Seksi Masalah Penyalahgunaan Napza Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Hebet Sidabutar, minuman beralkohol yang biasa dikonsumsi manusia ialah etil alkohol atau etanol. Hal itu dipaparkan Hebet dalam diskusi yang diprakarsai Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia, Minggu (15/5), di Jakarta.

Adapun alkohol yang kerap dipakai untuk miras oplosan yakni metanol, yang biasa untuk laboratorium dan industri. “Itu tak diketahui kadarnya, yang pasti di atas 55 persen karena menyala saat dibakar,” ujarnya.

Manajer Relasi Korporat Diego, produsen sejumlah merek minuman beralkohol, menjelaskan, cairan oplosan bukan minuman karena berbahan utama metanol, lalu dicampur bahan lain. Berapa pun kadarnya, metanol berbahaya bagi manusia.

Tidak terdata
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Suratmono, kemarin, mengatakan, minuman oplosan tak terdata. Pihaknya menguji minuman beralkohol terbuat dari bahan untuk dikonsumsi.

Sebelum didaftarkan, kandungan, komposisi, dan keamanan minuman dievaluasi. Salah satu syarat, metanol yang terkandung maksimal 0,01 persen. “Ada sejumlah buah yang difermentasi secara alami dan terkandung metanol,” ujarnya.

Berdasarkan Peraturan Presiden 74/2013, minuman beralkohol dari produksi dalam atau luar negeri dikelompokkan tiga golongan. Golongan A mengandung etanol (C2H5OH) dengan kadar hingga 5 persen, B 5-20 persen, dan C 20-55 persen.

Terkait kasus golongan didaftarkan tak sesuai kandungan alkohol pada minuman, itu amat jarang terjadi karena kebanyakan skala industri. Pada 2015, BPOM menemukan produk-produk ilegal senilai Rp 220 miliar. “Selain karena kedaluwarsa, ada yang tak berizin edar. Minuman beralkohol ada (tak berizin edar), tetapi jumlahnya sedikit,” ujar Suratmono.

Saat ini, peraturan pemerintah ketat, antara lain, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015. Kini, minuman beralkohol, apa pun golongannya, hanya boleh dijual supermarket dan hipermarket, dan dilarang dijual di minimarket.

Menurut Suratmono, alkohol dibuat lewat fermentasi. Untuk membuat minuman golongan C dengan kadar 20-55 persen, hasil fermentasi disuling kembali, lalu dididihkan hingga menguap, dan menghasilkan tetesan-tetesan dengan kadar alkohol lebih tinggi.

Minuman alkohol yang terdata bisa menyebabkan mabuk, tetapi tak langsung mematikan. “Ini berbeda dengan miras oplosan berbahan metanol. Beli bahan di apotek pun bisa. Padahal, fungsinya untuk disinfektan,” ujarnya. (ADH/HRS/C03)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 Mei 2016, di halaman 14 dengan judul “Tegukan Berujung Maut”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB