Beraktivitas Terkait Umur Panjang

- Editor

Sabtu, 17 Januari 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penelitian terbaru dari Universitas Cambridge menunjukkan, pada orang Eropa, aktivitas fisik yang minim meningkatkan risiko kematian dua kali lebih tinggi daripada kegemukan.


Minimnya aktivitas fisik terkait dengan 676.000 kematian per tahun, sedangkan kegemukan terkait 337.000 kematian per tahun. Hasil itu didapat setelah melakukan penelitian selama 12 tahun pada lebih dari 300.000 partisipan. Peneliti memantau tingkat aktivitas fisik, lingkar pinggang, dan merekam setiap data kematian mereka. ”Risiko terbesar dari kematian di usia awal adalah minimnya aktivitas fisik. Ini terjadi baik pada orang dengan berat badan normal, kelebihan berat badan, ataupun kegemukan,” kata Prof Ulf Ekelund, salah seorang peneliti, Kamis (15/1). Karena itu, aktivitas jalan cepat selama sekurangnya 20 menit dalam sehari akan sangat membantu menurunkan risiko penyakit dan kematian. Meski demikian, menurut Ekelund, bukan berarti risiko penyakit dan kematian akibat kegemukan kecil. Namun, aktivitas fisik harus mendapat perhatian serius agar tubuh bugar sekaligus menurunkan risiko kematian. (BBC/ADH)
———————-
Stres Menghambat Empati

Tenggang rasa atau berempati kepada orang lain ternyata tak hanya unik pada manusia. Tikus juga bisa berempati. Di antara keduanya, empati makin kuat kepada orang yang dikenal dan sebaliknya, empati tak muncul kepada orang tidak dikenal. Pemicu tidak munculnya empati kepada orang tak dikenal adalah stres. Namun jika hormon pemicu stres ditekan dengan obat atau sesuatu yang menyenangkan, seperti bermain video game, empati kepada orang asing akan meningkat lagi. Penekanan hormon stres tersebut membuat rasa welas terhadap orang asing akan muncul sama seperti kepada orang yang sudah dikenal. Temuan peneliti Kanada dan Amerika Serikat itu dipublikasikan dalam jurnal Current Biology. Jeffrey Mogil, peneliti dan ahli neurosains dari Universitas McGill, Montreal, Kanada, Jumat (16/1), mengatakan, sistem stres di otak memiliki hak veto terhadap sistem empati pada manusia. ”Hanya sedikit orang menyadari munculnya stres saat bersama orang yang tak dikenal dalam ruangan yang sama,” katanya. Untuk mengatasi stres dengan cepat, sejumlah permainan atau aktivitas pemecah kejenuhan (ice breaking) bisa dilakukan. (BBC/MZW)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sumber: Kompas, 17 Januari 2015

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan
Haroun Tazieff: Sang Legenda Vulkanologi yang Mengubah Cara Kita Memahami Gunung Berapi
BJ Habibie dan Teori Retakan: Warisan Sains Indonesia yang Menggetarkan Dunia Dirgantara
Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Jumat, 13 Juni 2025 - 11:05 WIB

Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer

Jumat, 13 Juni 2025 - 08:07 WIB

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Rabu, 11 Juni 2025 - 20:47 WIB

Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan

Berita Terbaru

Artikel

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Jumat, 13 Jun 2025 - 08:07 WIB