Benarkah “Manusia Indonesia” dari Afrika?

- Editor

Kamis, 5 September 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pengunjung melihat Pameran Koleksi Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran bertema

Pengunjung melihat Pameran Koleksi Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran bertema "Evolusi Kita" di House Of Sampoerna, Surabaya, Rabu (24/10/2018). Selain untuk menggalakan minat generasi muda untuk ke museum pameran yang berlangsung hingga 29 November tersebut mengajak pengunjung untuk mengetahui sejarah evolusimanusia. Kompas/Bahana Patria Gupta (BAH)

Berbicara soal asal-usul manusia selalu menarik. Hingga sekarang, diskursus tentang hal ini masih terus bergulir.

Dalam penelitian di Bumiayu, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah pada 17 Juni-4 Juli 2019, Tim Penelitian Balai Arkeologi Yogyakarta di bawah pimpinan Prof Harry Widianto menemukan fosil tulang Homo erectus yang diperkirakan berusia 1,8 juta tahun. Selang sebulan, pada 12-27 Agustus 2019, Tim Penelitian Puslit Arkenas yang juga diketuai Prof Harry kembali menemukan fragmen tulang manusia di daerah Ngampon dan Mlandingan, Desa Sangiran, Kecamatan Sragen, Jawa Tengah yang diperkirakan berusia 1,7 juta tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA–Pengunjung melihat Pameran Koleksi Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran bertema “Evolusi Kita” di House Of Sampoerna, Surabaya, Rabu (24/10/2018). Selain untuk menggalakan minat generasi muda untuk ke museum pameran yang berlangsung hingga 29 November tersebut mengajak pengunjung untuk mengetahui sejarah evolusimanusia.

Dilihat dari stratigrafi atau susunan lapisan batuan dalam kulit bumi, peneliti mengonfirmasi fosil tulang manusia di Bumiayu berasal dari bagian paling bawah lapisan formasi Kaliglagah yang menunjuk pada angka 1,8 juta tahun lalu. Sementara itu, fragmen tulang manusia di Sangiran ditemukan pada lapisan endapan lempung hitam formasi Pucangan yang diyakini menunjukkan usia 1,7 juta tahun.

Melihat masanya, fosil dan fragmen tulang yang ditemukan di dua tempat itu diduga merupakan tulang belulang Homo erectus atau manusia berjalan tegak. Keduanya memunculkan pertanyaan tentang teori migrasi “Out of Africa” yang menggariskan Homo erectus berasal dari Afrika sejak 1,8 juta tahun lalu dan kemudian bermigrasi ke Pulau Jawa pada 1,5 juta tahun silam.

”Selama ini orang mengatakan Homo erectus berasal dari Afrika 1,8 juta tahun lalu yang kemudian menyebar ke Eropa, Asia Tengah, China, dan mengembara sampai Pulau Jawa (Sangiran) sekitar 1,5 juta tahun lalu, yang ditemukan pada lapisan formasi Pucangan berupa lempung hitam. Tapi, penemuan di Bumiayu menunjukkan fakta lain bahwa Homo erectus ternyata sudah ada sejak 1,8 juta tahun lalu,” kata Harry.

Selanjutnya, kepurbaan manusia di Sangiran yang semakin mendekati usia Homo erectus di Bumiayu antara 1,7 juta-1,8 juta tahun lalu bisa jadi merupakan masa kemunculan Homo erectus di Pulau Jawa.

PUSLIT ARKENAS FOR KOMPAS–Pecahan tulang pinggul Homo erectus yang ditemukan di Sangiran

Pengungkapan temuan keberadaan manusia yang semakin tua ini berpotensi memudarkan teori pendaratan pertama Homo erectus di Jawa berdasarkan teori migrasi “Out of Africa”. Teori ini menyebutkan Homo erectus berasal dari Afrika, yang bermigrasi sejak 1.8 juta tahun lalu dan mencapai Pulau Jawa pada 1.5 juta tahun silam.

“Nyatanya, mereka hadir di tanah tua Pulau Jawa jauh lebih awal dibanding dengan teori “Out of Africa” itu. Boleh jadi, mereka bukanlah para migran dari Afrika, akan tetapi merupakan cikal-bakal lokal, yang tumbuh dan berkembang pada masing-masing habitat mereka di Pulau Jawa, sejak 1,8-1,7 juta tahun lalu, dan mengalami evolusi lokal, sesuai dengan teori Multi-Regional. Bukan ‘Out of Africa’, akan tetapi ‘Multi-Regional’,” tambah Harry.

Sebelumnya, dalam jurnal pnas.org 2016, ahli evolusi dan genetika Australian Research Centre for Human Evolution Griffith University, David Lambert mengungkapkan bahwa genetik orang Aborigin berasal Afrika berdasarkan hasil pengurutan DNA yang dilakukan. Ia memastikan bahwa data mitokondria kontemporer yang ia teliti konsisten dengan teori Out of Africa.

Arkeolog Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Daud Aris Tanudirjo mengatakan, munculnya teori “Out of Africa” membutuhkan rangkaian penelitian yang lama dan perdebatan yang panjang. “Afrika diteliti oleh banyak ahli sehingga temuannya berlimpah dan mereka bisa menyusun rangkaian evolusi manusia secara agak lengkap. Karena itu, setelah muncul satu temuan, mesti ditunggu dulu apakah ada temuan-temuan lain lagi berikutnya. Karena teori ‘Out of Africa’ didukung dengan bukti-bukti yang banyak, maka klaim itu tidak muncul secara tiba-tiba,” ucap Daud.

Setelah Eugene Dubois menemukan atap tengkorak dan gigi geraham manusia bercorak primitif pada 1891, banyak ahli berdatangan ke Indonesia. Akan tetapi, sejak 1940, minat peneliti menguak keberadaan manusia purba bergeser ke Afrika karena intensitas penemuan fosil di benua tersebut sangat tinggi dan beragam sehingga para peneliti bisa menyusun tahapan-tahapan evolusi.

BALAR DIY FOR KOMPAS–Kapak perimbas (chopper) dari batuan andesit yang ditemukan di Bumiayu, Brebes, Jateng dalam penelitian Balai Arkeologi Yogyakarta 17 Juni – 4 Juli 2019 diperkirakan berasal dari masa yang sama dengan Homo erectus Bumiayu yaitu sekitar 1,8 juta tahun. Selama ini, artefak tertua di Indonesia ditemukan di Dayu, Sangiran dengan usia 1,2 juta tahun. Artinya, kapak perimbas yang ditemukan ini lebih tua. Kapak perimbas biasa dipakai untuk penanganan hasil perburuan fase awal, terutama untuk memecah tulang.

Diuji terus menerus
Dalam memastikan kesahihan sebuah temuan, maka konteks dari temuan harus dipastikan terlebih dulu. “Apakah pengendapannya memang terjadi di lapisan tertentu, ataukah justru temuan sempat tertransportasi (terbawa proses tertentu sehingga berpindah tempat)? Inilah yang perlu diyakinkan. Bisa jadi, tulang yang ditemukan di lapisan tua berasal dari lapisan yang lebih muda karena proses penetrasi atau transportasi,” kata Daud.

Selain itu, hasil pertanggalan dari temuan juga mesti menggunakan pertanggalan absolut agar lebih valid. Sebab, apabila pertanggalannya masih relatif, maka tingkat ketepatan umurnya kurang pasti atau justru malah bisa berkurang.

Untuk sementara, perkiraan usia fosil Homo erectus Bumiayu masih menggunakan sistem pertanggalan relatif. Beberapa sampel akan menjalani tes pertanggalan argon-argon 40 dan 39 di Perancis serta vission track di China yang hasilnya akan keluar sekitar enam bulan mendatang.

Dalam dunia arkeologi seringkali muncul istilah, “satu pertanggalan itu bukan pertanggalan”. Apabila seseorang menemukan artefak, kemudian di situ ada arang dan langsung di-dating dengan umur tertentu begitu saja, maka bisa jadi kepastian umur artefak tersebut belum ditemukan karena keberadaan arang di situ belum tentu semasa dengan artefak yang ada. Karena itu, setiap penemuan wajib dicek dan dicek lagi. Arkeolog mesti berhati-hati dan waspada dalam menyimpulkan hasil-hasil temuannya.

Jadi benarkah manusia Indonesia berasal dari Afrika? Diskursus ini masih terus berlanjut. Di sinilah terbuka lebar panggung bagi para peneliti untuk saling membantah dan saling menyempurnakan.–ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN

Editor YOVITA ARIKA

Sumber: Kompas, 5 September 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB