Studi terbaru terhadap planet Uranus menunjukkan atmosfer planet ketujuh dari Matahari itu mengandung hidrogen sulfida. Jenis gas ini banyak terdapat di lapisan awan bagian atas Uranus.
Gas hidrogen sulfida atau H2S ini terkenal karena baunya yang khas, seperti bau telur busuk. Gas ini banyak muncul dari selokan, saluran pembuangan limbah atau dari kawah gunung berapi.
Salah satu peneliti, Leigh N Fletcher, ahli keplanetan dari Universitas Leicester Inggris seperti dikutip Livescience, Senin (23/4), mengatakan komposisi atmosfer Uranus yang mengandung hidrogen sulfida membuatnya berbeda dengan kandungan atmosfer planet gas lainnya, yaitu Jupiter dan Saturnus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
LAWRENCE SROMOVSKY, UNIVERSITY OF WISCONSIN/W. M. KECK OBSERVATORY–Planet Uranus tampak berwarna biru akibat kandungan gas metana di atmosfernya.
Atmosfer Jupiter dan Saturnus didominasi oleh gas amonia. Amonia tersusun atas ikatan gas hidrogen dan nitrogen, sedangkan hidrogen sulfida terbuat dari ikatan hidrogen dan belerang (sulfur). “Selama pembentukan Tata Surya, keseimbangan antara nitrogen dan belerang itu ditentukan oleh suhu dan lokasi pembentukan planet,” katanya.
Hasil studi itu diharapkan akan mengakhiri perdebatan soal komposisi tepat atmosfer Uranus. Perdebatan itu muncul akibat terbatasnya instrumen yang sensitif.
GEMINI OBSERVATORY/AURA/JOY PALLARD–Teleskop Gemini Utara di Mauna Kea, Hawaii, Amerika Serikat.
Studi yang dipimpin Patrick GJ Irwin dari Departemen Fisika Universitas Oxford Inggris itu dilakukan menggunakan spektrometer jenis Near-Infrared Integral Field Spectrometer (NFIS). Spektrometer itu dilekatkan di teleskop Gemini Utara di Mauna Kea, Hawaii, Amerika Serikat yang berdiameter 8,1 meter.
Spektrometer NFIS dirancang untuk melihat sisi luar lubang hitam di galaksi-galaksi jauh hingga mengambil sampel cahaya Matahari yang dipantulkan di atmosfer bagian atas Uranus.
Namun dengan sensitivitas alat yang makin baik, para peneliti berhasil mengidentifikasi garis samar dari spektrum cahaya Uranus. Selama ini, spektrum hidrogen sulfida sulit dideteksi karena telah menyerap beberapa panjang gelombang cahaya Matahari. “Hanya sejumlah kecil hidrogen sulfida yang tersisa di awan bagian atas Uranus dalam bentuk uap jenuh,” katanya.
Selain kepastian tentang kandungan hidrogen sulfida di atmosfer Uranus, studi yang dipublikasikan di jurnal Nature Astronomy, Senin (23/4) itu juga mengungkapkan kemungkinan adanya reservoir hidrogen sulfida dibawah lapisan awan Uranus. Namun, kondisi itu diluar kemampuan teleskop landas Bumi untuk bisa mendeteksinya.
Dengan adanya hidrogen sulfida itu membuat atmosfer Uranus makin tidak nyaman dan tidak mendukung kehidupan. “Jika ada manusia turun melalui awan Uranus, maka dia akan menghadapi kondisi yang tidak menyenangkan dan berbahaya,” kata Patrick.
Saat manusia terpapar atmosfer Uranus, maka mereka bisa mati lemas karena suhu di atmosfernya mencapai minus 200 derajat celsius. Selain itu, sebagian besar kandungan atmosfernya berupa hidrogen, helium dan metana yang cukup untuk mematikan manusia. Seandainya manusia bisa hidup saat melalui atmosfer Uranus tersebut, mereka akan mencium bau tidak sedap dari hidrogen sulfida tersebut. (LIVESCIENCE/NATURE/MZW)–M ZAID WAHYUDI
Sumber: Kompas, 26 April 2018