Awal Musim Hujan Mundur

- Editor

Jumat, 27 September 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Musim hujan di sebagian besar daerah di Indonesia diprakirakan akan mundur dari rata-rata tahunannya. Daerah rentan kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera baru akan memasuki musim hujan pada pertengahan dan akhir Oktober. Bahkan di Sumatera Selatan dan Jawa kemungkinan baru masuk musim hujan pada November.

KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS–Mesirante (50), mencabut rumput liar di antara padi yang terancam puso akibat kekeringan yang melanda ratusan hektar sawah di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Rabu (11/9/2019). KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS

Jika dibandingkan terhadap rata-ratanya selama 30 tahun (1981- 2010), berdasarkan analisis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), awal musim hujan di 74 persen wilayah Indonesia atau 253 zona musim (ZOM) diprakirakan mundur. Hanya sekitar 18,7 persen atau 64 ZOM yang diprakirakan sama terhadap rata-rata musimnya. Sebanyak 25 ZOM (7,3 persen) diprakirakan maju terhadap rata-rata musimnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Di Indonesia terdapat 342 ZOM. Sebanyak 69 ZOM (20,2 persen) akan masuk musim hujan pada Oktober 2019. Sebanyak 161 ZOM (47,1 persen) pada November, dan sebanyak 79 ZOM (23,1 persen) pada Desember. Sisanya pada Januari hingga Maret 2020.

“Untuk wilayah Riau dan Jambi diperkirakan masuk musim hujan pada pertengahan hingga akhir Oktober. Sedangkan sebagian Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan sebagian Kalimantan Timur pada akhir Oktober,” kata Kepala Subbidang Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto, di Jakarta, Kamis (26/9/2019).

Hujan buatan
Berdasarkan data BMKG tersebut dan juga tren kebakaran hutan pada tahun-tahun sebelumnya, kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo, BNPB juga mewaspadai puncak kebakaran hutan dan lahan pada September hingga Oktober. Salah satu upaya dengan terus melakukan operasi modifikasi cuaca atau hujan buatan untuk memadamkan kebakaran dan mencegah munculnya titik panas baru.

Hujan di beberapa wilayah pada 22-24 September, kata Doni, yang dipicu hujan buatan, berhasil mengurangi kebakaran hutan dan lahan. Pada 21 September titik panas mencapai 3.302 titik, pada 24 September turun menjadi 1.036 titik. Namun pada 25 September kembali meningkat menjadi 2.790 titik panas.

Hingga kemarin, hujan buatan terus dilakukan, antara lain di wilayah Ketapang dan Melawi, Kalimantan Barat, dan juga di Kalimantan Tengah. Hujan beberapa hari terakhir membuat titik panas panas di sebagian besar wilayah Kalbar hilang. Kemarin, di Kalbar masih ada 228 titik panas, sebanyak 226 titik di antaranya di Kabupaten Ketapang.

Kepala BPBD Provinsi Kalbar Lumano mengatakan, hujan belum merata di Ketapang. “Pada Kamis siang di Ketapang bagian utara hujan. Tim modifikasi cuaca pun pada Kamis siang menaburkan garam ke awan potensial di wilayah Ketapang bagian utara. Saya berharap hujan bisa segera mengurangi titik panas di Ketapang,” ujarnya di Pontianak.

Hujan juga membuat kualitas udara di kawasan yang terdampak kabut asap membaik. Di Kota Pontianak, misalnya, kemarin pukul 09.00 indeks kualitas udara sedang, mulai pukul 14.00 kualitas udara menyentuh level sehat dengan nilai PM10 sebesar 16,72 mikrogram per meter kubik. Hujan pada siang hari sekitar 15 menit mampu mengusir kabut asap.

Meski hujan buatan efektif untuk pemadaman kebakaran hutan dan lahan, kata Doni, semua pihak harus bekerja sama mengatasi masalah ini. Pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan, terutama di lahan gambut.

“Gubernur dan bupati harus mulai berpikir membangun sekat kanal agar titik api tidak bertambah dan bagaimana mencegah karhutla (kebakaran hutan dan lahan). Air gambut jangan dibiarkan lepas. Kalau terlambat dan musim kering tiba tidak akan bisa lagi dicegah kebakaran. Ini saatnya kita mulai bekerja membangun sekat sekat kanal,” ujarnya.

Di Lampung, kemarin Polda Lampung bersama sejumlah instansi terkait menggelar rapat kordinasi penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Hingga kini, tercatat terdapat 349 titik panas yang tersebar di Lampung. Kebakaran hutan dan lahan ini dipicu masih maraknya pola panen bakar yang dilakukan sejumlah perusahaan. Berdasarkan data dari Polda Lampung, kebakaran terbesar yang dilaporkan terjadi di lahan perkebunan milik empat perusahaan. Selain itu, minimnya kesadaran warga yang membuang putung rokok sembarangan saat kemarau juga memicu kebakaran lahan. (EMANUEL EDI SAPUTRA / VINA OKTAVIA / BRIGITTA ISWORO LAKSMI)

Oleh AHMAD ARIF

Sumber: Kompas, 27 September 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 9 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB