Automasi Keniscayaan Tambang Masa Kini

- Editor

Selasa, 19 Maret 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

“Kalau boleh, pilih open pit (penambangan terbuka). Tapi dunia sudah tidak ada open pit. Mau tak mau harus underground (tambang bawah tanah). Harus cari lebih dalam”.

Kalimat tersebut terlontar saat petugas PT Freeport Indonesia memberikan paparan operasi tambang bawah tanah kepada Kompas di Gedung 4 Kantor Tambang Bawah Tanah di MP 72, Mimika, Papua .

Menambang jauh di bawah permukaan bumi memiliki konsekuensi tingkat kesulitan dan tingkat risiko keselamatan yang sangat tinggi sehingga membutuhkan teknologi tinggi pula untuk mengatasinya. Teknologi tinggi ini diantaranya pemanfaatan “robot” atau sistem automasi yang bisa mengeruk tanah berisi mineral berharga dari perut bumi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Para pekerja PT Freeport Indonesiayang mayoritas perempuan, menjadi operator loader jarak jauh di ruang operator Minegem Tambang deep ore zone (DOZ) di lantai 1 Kantor 4 MP 72 Tembagapura, Mimika, Papua, Rabu (27/2/2019). Minegem menjadi sistem operasi kendali jarak jauh untuk mengangkut bijih (ore) dari tambang bawah tanah dengan karakter wet muck atau lumpur basah yang mudah runtuh.

Sejak 2006 Freeport memanfaatkan teknologi ini untuk menceruk bijih di dalam perut yang disebut Deep Ore Zone (DOZ). Di sini, perusahaan ini memanfaatkan teknologi Minegem yang dikembangkan Caterpillar, perusahaan konstruksi kelas dunia dari Amerika Serikat. Melalui automasi, dari jarak 6 kilometer sekitar 12 operator setiap shift bertugas mengendalikan kendaraan-kendaraan pengambil tanah berisi bji mineral.

Seperti Rabu (27/2/2019) petang lalu, Vetrin Hanny Handoyo (25), operator Minegem di PT Freeport Indonesia beserta sejumlah operator lain, duduk sambil menatap tajam satu dari tiga layar monitor di hadapannya. Tiga monitor menunjukkan berbagai informasi seperti peta lokasi tambang, jumlah bijih, kecepatan alat berat pengangkut material tambang/loader, hingga persediaan bahan bakar.

Monitor juga menunjukkan berbagai sudut pandang kamera yang terpasang di loader secara langsung (real time). Fungsinya sebagai “mata” operator di lapangan. Intinya, teknologi itu membuat operator seperti mengendalikan loader secara manual.

Kedua tangannya memegang stik kontrol dengan bermacam tombol di kedua sandaran lengan kursinya. Sekilas, aktivitasnya seperti sedang bermain e-sport atau wahana video game di pusat perbelanjaan.

Namun, apa yang dilakukan Vetrin bukanlah permainan. Ia sedang mengendalikan loader di lorong labirin kompleks tambang bawah tanah terbesar dunia milik PT Freeport Indonesia (FI). Material itu dibawa ke alat penghancur (crusher) dan kemudian barulah ada truk yang dioperasikan manual untuk mengangkut material lebih halus tersebut ke pengolahan konsentrat.

Sore itu,Vetrin hampir menyelesaikan giliran kerjanya. Bekerja dari pukul 5.30, dia mengumpulkan 141 bucket (wadah) bijih hingga pukul 16.28. Total volume yang dikeruknya sebanyak 1.252 ton, tertinggi dari 11 rekan kerjanya. Bijih itu kemudian diolah lagi untuk menghasilkan konsentrat tembaga, emas, dan perak.

Semua itu dikerjakan Vetrin tanpa setitik noda lumpur pun mengotori baju dan tubuhnya, seperti yang biasa dialami pekerja tambang pada umumnya. Dia melakukannya di ruangan kantor yang nyaman dan juga aman dari segala risiko pekerjaan tambang bawah tanah dengan memanfaatkan alat kendali jarak jauh menggunakan fiber optic dan sinyal WiFi.

Risiko tinggi
Melalui pemanfaatan teknologi, tantangan area DOZ yang dikenal memiliki lumpur basah (wet muck) bisa menghilangkan risiko keselamatan nyawa operator loader bila dibandingkan dilakukan penambangan secara manual. DOZ satu dari empat kompleks tambang bawah tanah PT FI itu kini penyumbang terbesar produksi bijih bawah tanah. Tambang yang telah beroperasi sejak tahun 2000 itu produksi maksimumnya 80.000 ton bijih per hari dan diperkirakan masih terus dikeruk hingga 2021.

Tiga tambang bawah tanah lainnya adalah Big Gossan, Deep Mill Level Zone (DMLZ), dan Grasberg Block Cave (GBC). Big Gossan memakai sistem open stope/backfilling, sementara DMLZ dan GBC menggunakan sistem block caving yang ditargetkan mulai berproduksi tahun ini.

Kepala Teknik Tambang PT FI Zulkifli Lambali mengatakan, sistem automasi diterapkan di DOZ karena kondisi tambangnya yang berisiko tinggi terhadap keselamatan pekerja. Hal itu disebabkan banyaknya aliran material basah di DOZ yang rentan runtuh.

Dalam catatan Kompas, kasus runtuhnya tambang akibat wet muck itu pernah terjadi di DOZ pada 31 Mei 2013. Saat itu, pekerja bernama Herman Wahid kritis – kemudian tewas – setelah truk yang dikemudikannya diempas material tambang (Kompas, 1/6/2013). Catatan lain, sebelas bulan kemudian, Fikrizal, pekerja PT FI juga tewas di area DOZ saat mengendari mobil tiba-tiba tertimpa longsoran material tambang (Kompas, 2 Desember 2013).

Di tahun 2011, pekerja FI, Obet Tatogo juga tewas di DOZ (Kompas, 20 April 2011). Dahsyatnya “serangan” lumpur basah itu sempat ditunjukkan melalui video oleh Freeport dan Caterpilaar saat berada di Kantor Tambang Bawah Tanah Mile 72. Tampak lumpur basah tersebut menerjang loader sehingga memenggal alat berat tersebut menjadi 3-4 bagian.

Metode penambangan yang dipakai di DOZ adalah block caving. Metode itu meledakkan blok spesifik yang mengandung bijih dalam tubuh tambang sehingga runtuh menjadi bongkahan kecil-kecil. Loader yang dikendalikan Vetrin dari jarak jauh tadilah yang kemudian mengambil bongkahan bijih itu.

Senior Manager Underground Geoengineering PT FI Arjuna Ginting mengatakan, dari segi biaya, sistem automasi dan manual relatif sama. Namun, dari segi produktivitas, sistem automasi masih lebih rendah ketimbang manual, yakni berkisar 60 persen.

Meski begitu, PT FI tetap memakai sistem automasi di DOZ karena memprioritaskan keselamatan pekerja. Teknologi itu kelak dimungkinkan dipakai untuk operasi tambang GBC karena kondisinya juga berpotensi mengalami wet muck.

GBC diproyeksikan menjadi andalan masa depan PT FI karena memiliki kandungan bijih terbesar dari keempat tambang bawah tanah mereka. Jumlah cadangan bijih di GBC yakni 1 miliar ton, jauh melampaui kandungan bijih di DOZ yang “hanya” sebesar 79 juta ton. Saking besarnya kandungan yang dimiliki, Freeport pun menyiapkan jalur kereta di bawah tanah untuk mengangkut material tersebut.

Dalam artikel di website www.mining-technology.com tanggal 22 Oktober 2018, ditunjukkan contoh tambang bawah tanah yang dilakukan automasi secara penuh (fully automated mine) yaitu berada di tambang Syama di Mali. Tambang yang awalnya dikembangkan BHP sebagai tambang emas terbuka di tahun 1980-an, di tahun 2015 diambil alih Resolute Mining dan mengalami perubahan menjadi tambang otomatis untuk mengeruk mineral di bawah tanah.

Mulai dari pengeboran hingga ekstraksi bijih dan pemuatan bijih ke truk angkut hingga ke truk angkut operasional dilakukan mesin otomatis. Teknologinya memakai penyedia jasa operasional perusahaan teknik Swedia Sandvik, yang memiliki sejarah kuat dalam menyediakan teknologi otomatisasi.

Selain alasan keselamatan, keuntungan mengotomatiskan tambang membuat biaya operasi tambang berkurang 30 persen. Ini mengurangi biaya produksi dari 881 dollar AS per ons menjadi 746 dollar AS per ons. Namun sebagai catatan, investasi di awal untuk peralatan otonom ini 10 juta – 15 juta dollar AS.

Dengan peralatan yang sepenuhnya otomatis, tidak ada waktu yang hilang atau menunda operasi karena alasan “udara buruk” di terowongan tambang. Diklaim, mesin bekerja 22 jam sehari daripada 15 atau 16 jam mereka bekerja sebelumnya.

Pemanfaatan teknologi tak bisa lagi dihindarkan karena lokasi mineral berharga kian tersembunyi di bawah tanah maupun dasar laut. Ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan bahan tambang yang mengedepankan keselamatan tenaga kerja dan efisien secara ekonomi. (APO/ICH/ENG/FLO/DKA)

Oleh TIM KOMPAS

Sumber: Kompas, 19 Maret 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 7 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB