Aturan Rektor dan Dosen Asing Dikaji

- Editor

Rabu, 31 Juli 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pemerintah menjajaki kemungkinan perekrutan rektor dan dosen asing untuk memperbaiki mutu pendidikan dan mempercepat kenaikan peringkat perguruan tinggi. Saat ini pemerintah sedang mengkaji aturan dan sistemnya.

Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi berencana mendatangkan rektor dan guru besar atau profesor dari luar negeri untuk mengelola perguruan tinggi agar memiliki reputasi internasional. Hal itu dikaji agar tak memicu masalah di kemudian hari.

Menurut Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir di Jakarta, Selasa (30/7/2019), pemerintah tengah menyusun aturan mengenai pendatangan rektor asing. Pemerintah juga mengkaji renumerasi dan status rektor serta dosen asing.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pemilihan individunya bisa inisiatif pemerintah ataupun permintaan perguruan tinggi. Kemristek dan Dikti akan memastikan orang-orang yang diusulkan untuk direkrut berpengalaman memimpin dan memajukan perguruan tinggi (PT) serta riset dan inovasi di negara lain, terutama bidang sains dan teknologi.

”Kemungkinan tahun 2020 ada dua hingga lima orang yang datang,” ucapnya.

Konsep itu terinspirasi dari perguruan-perguruan tinggi kelas dunia di Singapura dan Eropa yang dosen, guru besar, dan pimpinannya berasal dari berbagai negara di dunia. Mereka memberi kepakarannya untuk memajukan perkuliahan, riset, dan inovasi kampus.

Menanggapi rencana itu, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia Asep Saefuddin, kemarin, menyatakan, sebenarnya mendatangkan rektor dan guru besar dari luar negeri untuk memimpin PT bukan hal baru di dunia akademik. Soal pendidikan tinggi nasional bukan pada kepemimpinannya, melainkan birokrasi antara perguruan tinggi dengan pemerintah dan di antara lembaga pemerintah itu sendiri.

”Budaya mendatangkan guru besar tamu dari negara lain atau bahkan untuk menetap dan mengajar lazim dilakukan di perguruan tinggi bertaraf internasional, termasuk di Indonesia. Untuk aspek itu, masyarakat tak perlu khawatir karena ada sistem persyaratan ketat guna memastikan akademisi yang diundang mumpuni di bidang yang dibutuhkan,” katanya.

Birokrasi rumit
Asep menekankan, masalah utama PT adalah berbelit-belitnya birokrasi antara PT dan Kemristek dan Dikti. Akibatnya, PT tak bisa memiliki otonomi untuk mengembangkan kurikulum, melakukan riset, dan menerapkan inovasi secara maksimal.

Sebagai gambaran, PT negeri dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang didapat lewat pengiriman proposal kepada Kemristek dan Dikti. Proposal itu harus mengantre di tengah proposal dari PT lain dengan berbagai program diajukan sehingga proses tunggunya lama. Kemristek dan Dikti juga tidak bisa langsung memberi dana karena pemakaian APBN harus dibahas dengan DPR.

”Risikonya dana yang diterima PTN tidak sesuai proposal sehingga praktik tri dharma mereka harus mengakali dengan mengurangi biaya pada unit tertentu,” kata Asep yang juga Rektor Universitas Al-Azhar Indonesia.

Demikian pula riset dan inovasi yang bersifat amat kompetitif karena memperebutkan dana APBN. Banyak riset kalah prioritas sehingga tidak mendapat dana dan tak bisa berjalan. Jika ada riset yang disokong APBN, laporan untuk pemerintah menekankan pada ketatausahaan, bukan pada perkembangan riset dan inovasinya.

Maka dari itu, pendatangan pakar asing tak akan memberi kemajuan selama birokrasi tak direformasi. Risikonya, pakar-pakar itu akan terbelenggu aturan yang tak selaras satu sama lain. (DNE/EVY)

Sumber: Kompas, 31 Juli 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB