Pertimbangkan Berbagai Aspek dalam Pengelolaan Kawasan Karst
Bentangan alam karst memiliki aspek biodiversitas yang sangat mendukung keberlanjutan kegiatan ekonomi jangka panjang. Namun, aspek tersebut sering diabaikan pemerintah dalam mengelola kawasan karst.
“Yang sering terjadi, aspek ekonomi dengan berbagai valuasinya lebih dinilai penting daripada aspek ekologis, terutama masalah biodiversitas dalam kawasan karst,” kata peneliti pada Research Center for Climate Change Universitas Indonesia, Sonny Mumbunan, pada diskusi publik “Mengupas Ekosistem Karst: Esensi dan Ancamannya” di Jakarta, Selasa (9/5). Acara ini diselenggarakan Sekretariat Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia.
Mengutip Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) 1 untuk kebijakan menyelesaikan masalah kawasan karst Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah, Sonny menyatakan, bentangan alam tersebut memiliki kekayaan biodiversitas berupa kelelawar. Binatang itu hidup di goa-goa di dalam bentangan alam karst yang tersebar di Kabupaten Rembang, Grobogan, Pati, dan Blora.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dari populasi kelelawar, ada tiga jenis pemakan serangga hama tanaman pertanian, termasuk padi. Karena itu, kelelawar tersebut penting untuk mengendalikan hama padi. Daya jelajah kelelawar tersebut hingga 10 kilometer atau bisa sampai ke Tuban, Jawa Timur.
“Dengan demikian, keberadaan kelelawar ini vital untuk keberlanjutan pertanian masyarakat. Bagi saya, (dalam masalah karst) kita sedang bertarung dengan jasa ekosistem yang terbukti sangat menopang kegiatan ekonomi jangka panjang dan krusial, yaitu masalah ketahanan pangan,” katanya.
Ia mencontohkan, pertanian (sawah) menyumbang sekitar 30 persen untuk pendapatan asli daerah Rembang. Pemanfaatan kawasan karst untuk pertambangan mengancam ketahanan pangan Rembang.
Sonny mengatakan, selama ini isu biodiversitas absen dari wacana tentang pemanfaatan karst. Hal itu disebabkan karena aspek tersebut sulit dikuantifikasi/divaluasi. Akibatnya, isu tersebut kalah dengan kuantifikasi ekonomi industri, mulai dari pendapatan negara hingga penciptaan lapangan kerja.
Implikasi ekonomi
Ia berharap tim yang sedang menggarap KLHS 2 atas kawasan karst Pegunungan Kendeng perlu memperhatikan aspek biodiversitas. Dengan catatan, implikasi ekonominya ditonjolkan agar mudah dijadikan dasar untuk pengambilan kebijakan.
Dampak positif aspek biodiversitas dalam kawasan karst juga dirasakan masyarakat di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Ketua Kelompok Sadar Wisata Hutan Batu Rammang-Rammang di Maros, Moh Ikhwan, menyampaikan, dalam dua tahun terakhir masyarakat memanfaatkan kotoran kelelawar untuk pembuatan pupuk organik.
“Ini cukup membantu, terutama untuk menekan biaya produksi. Aspek manfaat kotoran kelelawar itu ditekankan sehingga kelelawar lestari. Dengan demikian, kawasan karst juga terjaga,” ujar Ikhwan.
Ikhwan turut mengembangkan wisata alam, yaitu goa dan panjat tebing, di kawasan karst Maros di tengah kepungan pertambangan. Paling tidak ada 60 izin usaha pertambangan di kawasan karst tersebut.
Dosen Manajemen Kebencanaan pada Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno, meminta pemerintah mempertimbangkan berbagai aspek dalam pengelolaan kawasan karst. Aspek itu mulai dari wisata, ekonomi, hingga sosial-budaya. Pengelolaan kawasan karst jangan bersifat sektoral (aspek cadangan pertambangan).
Anggota Jaringan Masyarakat Peduli Kendeng Bambang Sutykno dan Direktur Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Nur Hidayati berharap pemerintah memperhitungkan secara komprehensif semua aspek ekologis terkait kawasan karst dalam KLHS 2 yang saat ini dilakukan. (VDL)
————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Mei 2017, di halaman 13 dengan judul “Aspek Biodiversitas Diabaikan”.