Seorang anak muda Brasil mempresentasikan aplikasi software yang diciptakannya di depan 3.000 peserta Nokia World 2010 di London, pertengahan September lalu. Melalui telepon seluler seri terbaru Nokia N8 yang ditayangkan lewat tiga layar lebar, anak muda itu menunjukkan cara mengunci dan membuka ponsel pintar melalui wajah pemiliknya. Jackson Feijo, si anak muda Brasil, menamakan aplikasi software untuk ponsel yang diciptakannya itu ”Face Recognition Device Lock”.
Di depan para juri dan hadirin yang kemudian diminta memberikan suaranya, Feijo meyakinkan bahwa membuka ponsel masa depan tidak lagi harus menekan keypad tertentu atau pengenal sidik jari, tetapi cukup mengenali wajah pemiliknya. Praktiknya amat sederhana. Wajah si pemilik ponsel difoto dengan kamera yang ada di ponsel itu, lalu disimpan. Aplikasi software Feijo kemudian mengolah informasi (foto) itu sehingga ”sidik wajah” yang tersimpan dapat mengenali penggunanya.
Bersama dua temannya, Allan Bezerra dan Wilson Prata, Feijo membawa total hadiah 110.000 dollar AS atau hampir Rp 1 miliar karena ”Face Recognition Device Lock” dinyatakan sebagai pemenang kompetisi pengembang aplikasi. Karya Feijo cs mengungguli dua finalis lain, Kristopher Kantor yang menciptakan aplikasi Mobile Photoshop dan Prashant Singh (India) dengan aplikasi tutorial pendidikan anak melalui ponsel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebagai produsen raksasa ponsel pintar, Nokia secara sadar menempatkan pengembangan aplikasi sebagai model bisnis baru. Melalui kompetisi membuat aplikasi untuk ponsel internet, diharapkan para developer dari berbagai belahan dunia bisa berpartisipasi membuat aplikasi melalui perangkat Qt SDK yang dikembangkan Nokia.
Tiga finalis yang sengaja diboyong ke London itu hanyalah salah satu dari betapa anak-anak muda di berbagai belahan dunia akrab dengan pengembangan aplikasi untuk ponsel. Tidak semata penikmat aplikasi, tetapi bahkan menciptakannya. Khusus untuk Nokia, setiap aplikasi yang diciptakan developer bisa ditaruh di Ovi Store. Para pengguna ponsel bisa mengunduhnya (download) secara gratis atau versi upgrade- nya yang harus berbayar.
George Linardos, Vice President Product and Media Nokia, menjelaskan, perbandingan model bisnis yang dikembangkan melalui berbagai pembuatan aplikasi ini 60 : 40. Sebesar 60 persen revenue sharing persen untuk pembuat aplikasi, 40 persen sisanya untuk Nokia. Menurut Linardos, yang ditemui Kompas pada Nokia World 2010 itu, bisnis model yang menyasar pengembang software ini tidak sepenuhnya berbentuk uang segar bagi Nokia. ”Soalnya, perolehan 40 persen Nokia itu digunakan sebagai subsidi pengembang software untuk membayar operator ponsel setempat,” katanya.
Sebenarnya, apa yang dilakukan Nokia dengan merangkul para pembuat software independen ini bukan semata-mata mengembangkan model bisnis baru, melainkan lebih pada menciptakan strategi bisnis baru. Mengapa strategi ini harus dijalani? Sebab, para pesaing lain di luar Nokia juga menyilakan para pembuat software membangun aplikasinya, baik untuk BlackBerry, Android, maupun iPhone dan iPad.
Jika Nokia tidak membuat strategi bisnis dengan merangkul pembuat aplikasi software untuk ponsel ini, sulit bagi Nokia untuk semakin menciptakan jarak lebih lebar dengan para pesaingnya yang juga sudah ramai menyediakan peranti pembuat aplikasi kepada para pengembang. Untuk kepentingan strategi bisnis inilah, secara sengaja Nokia menggandengkan Nokia World dengan Nokia Developer Summit di London.
Purnima Kochikar, Vice President Forum Nokia and Developer Community, adalah orang yang paling bertanggung jawab atas berkembang tidaknya strategi sekaligus model bisnis pengembangan aplikasi ini. Di seluruh dunia, kata Kochikar, terdapat sekitar 2 juta developer aplikasi untuk ponsel. Suatu jumlah sumber daya manusia yang menurut dia luar biasa, yang sayang kalau tidak diberi wadah atau media berekspresi. ”Tugas kami adalah mempromosikan karya para pembuat aplikasi ini melalui Ovi Store,” katanya.
”Think Globally and Act Locally” rupanya mantra yang dikembangkan Nokia bagi para pembuat aplikasi. ”Bagi kami, bukan persoalan lomba menawarkan sejuta atau 10 juta aplikasi. Lebih dari itu, bagaimana menawarkan aplikasi yang paling relevan dan paling sesuai dengan kebutuhan para pengguna,” katanya.
Menurut Kochikar, Nokia memberikan kesempatan kepada pengembang aplikasi, baik untuk skala global maupun lokal, sehingga aplikasi tercipta tidak semata berdasarkan geografis, tetapi juga demografis. Sebagai contoh, di Kanada ada aplikasi khusus untuk orang Indian dan di negara-negara Hispanik ada aplikasi khusus yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan penduduk Amerika Latin.
Memang ketika keran pengembang aplikasi dibuka, berbagai bentuk kreasi yang bermanfaat untuk ponsel bertumbuh bagai jamur di musim hujan. Ada aplikasi VuClip, misalnya, yang memungkinkan pengguna dapat menikmati video klip melalui smartphone. ”Pembuat aplikasi VuClip semula mengira royalti diperoleh dari Amerika dan negara-negara Eropa. Kenyataannya, para pembeli aplikasi itu berasal dari pasar negara-negara berkembang,” ungkap Kochikar.
Aplikasi lainnya adalah Kooba, aplikasi pencari buku, musik, dan film, serta Fizwoz, yang menyilakan siapa pun mengambil foto, mengunggahnya (upload) dan menawarkan serta menjualnya kepada penerbit, media massa, dan kepada siapa pun yang memerlukan foto tersebut.
Anda punya aplikasi untuk ponsel pintar? Silakan simpan di Ovi Store. Siapa tahu aplikasi ciptaan Anda dibeli orang banyak secara global sehingga kesempatan untuk menangguk dollar lewat revenue share 60 persen terbuka lebar.
Oleh PEPIH NUGRAHA
Sumber: Kompas, Senin, 4 Oktober 2010 | 02:34 WIB