Mayoritas industri yang ada di Indonesia merupakan industri primer yang hanya mengambil sumber daya alam sehingga tak butuh riset. Jika pemerintah ingin menumbuhkan budaya riset di industri, harus dibangun sistem yang mewajibkan industri untuk mengolah sumber daya alam yang diambil.
”Selama industri tak diwajibkan mengolah bahan mentah yang diperoleh di Indonesia, riset atau hasil riset tak akan dipakai industri dalam negeri,” kata Ketua Umum Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia Warsito W Purwo, di Frankfurt, Jerman, saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (25/6).
Anggaran riset Indonesia pada 2009 hanya 0,08 persen dari produk domestik bruto. Dari jumlah itu, sumbangan industri manufaktur hanya 18,7 persen. Sisanya ditopang pemerintah dan perguruan tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Wakil Ketua Umum Dewan Riset Nasional Betti Alisjahbana menyatakan, anggaran riset yang kecil seharusnya dimanfaatkan secara fokus dan terarah pada bidang yang jadi persoalan bangsa, seperti sektor pangan dan energi yang mengandalkan produk impor. ”Makin banyak hasil riset memberikan manfaat langsung, minat pemerintah dan industri untuk berinvestasi dalam riset akan kian besar,” kata dia.
Untuk mendorong masyarakat mau memakai dan mencintai produk berbasis riset anak bangsa, kampanye pemakaian produk dalam negeri harus terus dilakukan. Dengan kesadaran itu, produk anak bangsa bisa jadi tuan rumah di negeri sendiri.
Sumber daya manusia
Warsito mengatakan, industri yang tak fokus pada eksploitasi sumber daya alam dituntut selalu berinovasi agar bisa bertahan dan berkelanjutan. ”Persoalan bagi industri yang harus berinovasi di Indonesia adalah sumber daya manusia, bukan dana,” ujarnya.
Mayoritas tenaga penelitian dan pengembangan (litbang) di perusahaan-perusahaan manufaktur Indonesia tak melakukan riset bagi perusahaannya karena tak tahu kebutuhan perusahaan dan tak memahami tahapan riset. Karena itu, tenaga litbang di institusi pemerintah dan perguruan tinggi bisa diberdayakan demi membantu membangun sistem riset di industri.
Jika pemerintah ingin memberi insentif riset, bantuan itu seharusnya diberikan komprehensif. Insentif itu seperti pengurangan pajak dan bea masuk, kemudahan perizinan, bantuan tenaga litbang atau hal lain yang mempermudah riset industri.
Namun, Warsito menilai dampak insentif itu bagi perusahaan besar tak akan dirasakan langsung. Karena itu, insentif perlu difokuskan bagi industri kecil dan menengah berbasis riset dan teknologi, khususnya perusahaan rintisan yang kini menjamur. ”Kendala utama perusahaan rintisan itu adalah modal kerja dan perizinan,” ujarnya. (MZW)
Sumber: Kompas, 26 Juni 2014