Berdasarkan pengamatan dan pengukuran potensi pergerakan tanah oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Banten termasuk daerah dengan potensi longsor menengah-tinggi.
Banten belum sepenuhnya pulih dari satu bencana alam ketika bencana lain datang. Tsunami, gempa bermagnitudo 6,9, banjir, dan longsor terjadi dalam rentang waktu setahun. Ketiganya menandakan sewaktu-waktu bencana dapat melanda provinsi di ujung barat Pulau Jawa ini.
KOMPAS/PRIYOMBODO–Unit-unit rumah yang dipasarkan di perumahan Duren Village, Ciledug, Kota Tangerang, Banten, Kamis (2/1/2020). Sejumlah unit rumah yang tengah dipasarkan di kawasan tersebut terendam banjir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tahun 2020 dibuka dengan hujan deras di sejumlah wilayah di Tanah Air, salah satunya Banten. Hujan dengan intensitas tinggi berdampak pada meluapnya Sungai Ciberang dan longsor bekas tambang emas di seputaran Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Kabupaten Lebak, Banten.
Banjir dan material longsor berupa bebatuan melanda desa-desa yang tersebar di Kecamatan Lebakgedong, Cipanas, Sajira, Curugbitung, Maja, dan Cimarga di Lebak, Banten, Rabu (1/1/2019). Tercatat delapan orang meninggal, satu orang hilang, 3.237 keluarga mengungsi, 1.410 rumah rusak berat, 521 rusak ringan, 1.110 rumah terendam, tiga sekolah tersapu banjir, 19 sekolah rusak, serta dua jembatan permanen dan 26 jembatan gantung putus.
Di Desa Banjarsari, Lebakgedong, misalnya. Banjir dan material longsor menyapu bantaran sungai beserta bangunan di atasnya. Sungai menjadi semakin lebar dan jembatan permanen rusak berat. Jembatan darurat dari susunan bambu yang diikat tali sepanjang 10 meter kini menjadi akses sementara.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lebak Kaprawi saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (7/1/2020), mengatakan, evakuasi dan distribusi logistik dilakukan melalui jalur udara menggunakan satu helikopter dan jalur darat. Untuk jalur darat, tim evakuasi dan sukarelawan harus berjalan kaki diselingi menyeberangi sungai karena banyak ruas jalan rusak dan amblas serta putusnya jembatan. Arus sungai cukup deras sehingga perlu pengaman ekstra, seperti tali tambang.
”Tetap harus hati-hati karena masih ada aliran air dari tebing dan lereng. Masih ada potensi longsor,” kata Kaprawi.
Berdasarkan pengamatan dan pengukuran potensi pergerakan tanah oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Banten termasuk daerah dengan potensi longsor menengah-tinggi. Artinya, dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, dan tebing jalan jika lereng mengalami gangguan. Bahkan, gerakan tanah lama dapat aktif kembali.
Penghijauan lereng
Wilayah terdampak bencana di Lebak masuk dalam kategori potensi longsor. Untuk itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo meminta pemerintah daerah dan warga mulai menghijaukan area lereng dan bantaran sungai sebagai salah satu langkah mitigasi. Mereka dianjurkan untuk menanam pohon kayu dan buah-buahan, selain tanaman industri.
Sementara itu, Kepolisian Daerah Banten akan memastikan kerusakan di hulu Sungai Ciberang. Polisi akan mengecek aktivitas tambang, penggundulan hutan, dan kemungkinan lain yang menyebabkan bencana tersebut.
Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya menetapkan status tanggap darurat sejak 1 hingga 14 Januari. Kini fokusnya masih pada evakuasi dan distribusi logistik karena kendala akses antarlokasi yang terputus.
Meski demikian, kata Iti, warga harus waspada potensi bencana susulan karena hujan dengan intensitas sedang-lebat masih akan terjadi sesuai peringatan dini Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. ”Warga harus menjauhi area sungai karena ada potensi bahaya,” ujarnya. Mitigasi bencana di Lebak akan mulai dibahas secara intens setelah masa tanggap darurat.
Mitigasi lemah
Berkaca dari bencana alam sebelumnya, mitigasi bencana di Banten belum berjalan dengan baik. Saat tsunami menerjang Pandeglang dan Serang pada 22 Desember 2018, sistem peringatan dini tidak bekerja. Padahal, tsunami terjadi di malam hari saat sebagian orang tidur.
Akibatnya, 437 orang tewas, 41.132 jiwa mengungsi, dan ribuan bangunan rusak. Sebagian besar bangunan itu berada dalam zona sempadan pantai.
Selain itu, tidak ada penunjuk jalur evakuasi ke zona aman. Shelter tsunami yang berada di Kecamatan Labuan, Pandeglang, pun terbengkalai. Warga tidak menggunakannya untuk berlindung dan mengungsi karena kondisinya tidak layak.
Setahun berlalu, tidak banyak yang berubah dalam mitigasi bencana. Pantauan Kompas pada 21 dan 22 Desember 2019, bangunan-bangunan masih berdiri di zona sempadan pantai. Bahkan, shelter tsunami masih terbengkalai.
Bupati Pandeglang Irna Narulita mengatakan, upaya mitigasi tsunami di Pandeglang masih terus berproses. Untuk bangunan evakuasi atau shelter tsunami, misalnya, pemerintah daerah mengupayakan agar dapat dikelola badan usaha milik desa (BUMDes) setempat agar shelter itu bermanfaat dan fungsinya sebagai bangunan evakuasi tsunami kian tertanam dalam benak warga.
Terkait dengan kondisi bangunan shelter yang tidak terurus, Irna mengakui hal itu tidak terlepas dari gagalnya kegiatan lelang untuk instalasi listrik dan air. Ke depan, dia meminta shelter itu juga dijadikan sebagai kantor perwakilan BPBD Pandeglang selain dikelola BUMDes agar tetap dirawat.
Irna juga memastikan tidak akan menerbitkan izin baru untuk hunian dan hotel hingga jarak 150 meter dari bibir pantai. Akan tetapi, dia mengakui, bangunan lama yang sudah telanjur berdiri, baik rumah maupun hotel, perlu waktu untuk menyesuaikan dengan konsep tata ruang berbasis mitigasi.
”Bangunan yang sudah ada ini, kan, tidak mau dibongkar jika tidak ada kompensasi dari pemerintah. Untuk itu, kami berharap pemerintah pusat juga membantu sembari kami menyiapkan revisi tata ruang,” ujar Irna.
Sementara itu, Kepala Bidang Kesiapsiagaan dan Pencegahan Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banten M Juhriyadi mengatakan, BPBD membuat desa tangguh bencana di daerah terdampak tsunami serta memberikan pelatihan mitigasi dan evakuasi bencana kepada aparatur kecamatan dan desa.
”Pelatihan ini diharapkan agar warga dan aparatur tahu apa yang harus dilakukan ketika bencana itu datang,” ucap Juhriyadi.
Selain itu, BPBD juga berkoordinasi dengan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Banten agar hotel yang berada di zona rawan tsunami bisa beradaptasi dengan mengubah tata letak dan desain bangunannya. Namun, perubahan bangunan itu belum terealisasi.
”Pada prinsipnya semua sepakat untuk berbenah. Kami juga menginginkan kegiatan ekonomi berkelanjutan,” katanya.
Oleh FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
Editor: HAMZIRWAN HAM
Sumber: Kompas, 7 Januari 2020