Makin besarnya populasi Indonesia yang mampu mengakses internet mempersempit potensi korupsi di sektor pelayanan publik oleh pemerintah daerah, Jika tak ingin kehilangan kepercayaan warganya, pemda perlu menjalankan sistem kota pintar.
”Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) kian luas dipakai pemda demi mengefektitkan layanan publik. Perlu perbaikan pola pikir birokrat dan kepemimpinan kepala daerah,” ucap Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Teknologi Herry Abdul Aziz, Kamis (3/11), di Sela acara ”Lintas Teknologi Selutions Day 2016”, di Jakarta.
Pemanfaatan TIK dan internet untuk mengelola daerah lewat sistem kota pintar perlu kemauan politik kuat kepala daerah. Adapun digitalisasi layanan perlu proses karena perlu ada pelatihan bagi pegawai daerah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, Chief Executive Officer PT Lintas Teknologi Indonesia M Paisol yakin sistem kota pintar kian banyak diterapkan di Indonesia. Sebab, itu efektif menjaga kepercayaan warga pada pemda di tengah mudahnya mengakses informasi.
”Apa pun kini lewat media sosial. Seseorang mengeluhkan layanan lewat Facebook, yang tahu bukan saja yang di lokasi itu, tetapi se-Indonesia, bahkan dunia, jika memakai bahasa Inggris,” katanya. Apalagi, jumlah pengguna Facebook di Indonesia bertambah, dari 77 juta orang pada akhir 2014 jadi 88 juta orang di kuartal kedua 2016. Pengguna seluruh dunia 1,7 miliar orang.
Aplikasi gawai pintar
Menurut Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, dalam tiga tahun Pemkot Bandung mengembangkan 400-an aplikasi gawai pintar bagi layanan publik dan transparansi pemerintahan melalui Program Smart City Bandung.
Di antara aplikasi itu, ada Gampil (gadget mobile application for licence), atau ”mudah” dalam bahasa Sunda. Aplikasi itu dikembangkan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Bandung demi memudahkan layanan perizinan, termasuk bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Itu menghilangkan pertemuan dengan petugas sehingga mengurangi potensi pungutan liar. ”Ini menghilangkan korupsi Rp 30 miliar per tahun yang dilakukan calo atau aparat, ” kata Ridwan
Selain itu, teknologi digitalisasi dokumen membuat Pemkot Bandung kian efisien memakai anggaran. Dengan e-penganggaran, pihaknya mudah memantau sekitar 10.000 program kegiatan pemkot per tahun. Ia baru mencoret 2.000 program kegiatan senilai Rp 1 triliun. (J0G)
Sumber: Kompas, 3 November 2016