Home / Berita / Akademi Ilmu Pemasyarakatan; Perekrutan Taruna Tidak Mampu Penuhi Kebutuhan

Akademi Ilmu Pemasyarakatan; Perekrutan Taruna Tidak Mampu Penuhi Kebutuhan

Lembaga pendidikan ilmu pemasyarakatan belum bisa memenuhi kebutuhan petugas pemasyarakatan di lapangan. Oleh karena itu, perlu diambil langkah strategis agar jumlah calon petugas pemasyarakatan bisa ditingkatkan.

“Tahun 2016, Akademi Ilmu Pemasyarakatan (Akip) merekrut 130 taruna. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan tahun lalu. Pada 2015, perekrutannya masih mengacu pada jumlah yang lama, yaitu 65 orang,” kata Direktur Akip Maulidi Hilal, Senin (25/4), di Jakarta.

Akip yang terletak di Cinere, Depok, Jawa Barat, merupakan satu-satunya perguruan tinggi yang bergerak di bidang pemasyarakatan di Asia Tenggara. Menurut Hilal, pada tahun-tahun silam, Akip merekrut 60-75 taruna. Lulusan Akip lalu disebar ke 600 unit pelaksana teknis (UPT) pemasyarakatan di seluruh Indonesia. UPT terdiri dari lembaga pemasyarakatan (lapas), balai pemasyarakatan, rumah tahanan (rutan), serta rumah penyimpanan benda sitaan negara dan barang rampasan negara.

“Dari segi jumlah, petugas pemasyarakatan yang ada kalah jauh dari jumlah UPT,” tutur Hilal. Mengacu pada standar ideal lapas, seorang petugas pemasyarakatan seharusnya membawahi paling banyak 20 warga binaan. Namun, kenyataannya, satu petugas harus bertanggung jawab atas 100 warga binaan (Kompas, 25/4).

Hal tersebut mengakibatkan pengelolaan warga binaan tidak dapat dilakukan dengan baik. “Perlu lebih banyak taruna yang direkrut untuk menjadi petugas pemasyarakatan,” ujar Hilal.

Moratorium
Ia menjelaskan, perekrutan taruna berlangsung melalui beberapa cara. Pertama, calon taruna dapat mendaftar langsung ke Akip melalui situs resmi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Kedua, melamar lewat kantor-kantor wilayah kemenkumham se-Indonesia. Ketiga, mengikuti seleksi calon pegawai negeri sipil (PNS) lewat Kemenkumham.

Permasalahannya, sejak Desember 2015, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN dan RB) melakukan moratorium pengangkatan PNS. Akibatnya, perekrutan lewat Kemenkumham dan kantor wilayah tidak bisa dilaksanakan. “Namun, Kementerian PAN dan RB tetap memberikan keringanan kepada sekolah-sekolah kedinasan untuk merekrut calon PNS. Peluang ini bisa dimanfaatkan agar sumber daya pemasyarakatan tetap tersedia,” ucap Hilal.

Bukan pemenjaraan
Ia menjelaskan, kurikulum pemasyarakatan berbeda dengan pemenjaraan. Pemasyarakatan tidak menggunakan pendekatan mengurung seseorang untuk membalaskan “dendam” masyarakat, tetapi memanfaatkan masa penahanan untuk membina orang itu agar nantinya bisa dikembalikan ke masyarakat.

Hal tersebut diakui Franyco Hendri Ferdian Saputra (24), taruna utama (mahasiswa tingkat III) Akip. Ia menyatakan, dirinya dan teman-temannya dididik untuk siap mental menghadapi berbagai watak warga binaan. Taruna juga dituntut bersikap sabar dan tegas, tetapi mampu menjadi teman mengobrol yang dipercaya warga binaan.

unduhan (1)“Pendekatan kepada warga binaan juga ditempuh lewat kegiatan olahraga, kesenian, dan rohani. Jadi, kami diajari untuk dapat memanfaatkan bakat di dalam berkegiatan,” ujar Franyco.

Hilal menerangkan, seorang petugas pemasyarakatan tidak hanya mengurus warga binaan, tetapi juga harus bisa menjalin komunikasi secara baik dengan keluarga warga binaan. Komunikasi yang baik dengan keluarga akan memberikan kontribusi cukup besar kepada warga binaan agar bersedia direhabilitasi.(DNE)
————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 April 2016, di halaman 12 dengan judul “Perekrutan Taruna Tidak Mampu Penuhi Kebutuhan”.

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published.

%d blogger menyukai ini: