Pembelajaran Kolaborasi Jadi Kebutuhan

- Editor

Selasa, 30 Juni 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pendekatan pembelajaran di perguruan tinggi yang tradisional, kaku, dan satu arah tanpa diskusi tidak efektif mengembangkan potensi mahasiswa. Apalagi, dengan tuntutan dunia kerja atau industri serta perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

Perguruan tinggi harus mampu beradaptasi dan mengubah agar pembelajaran bersifat kolaboratif dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi terkini. Demikian laporan wartawan Kompas, Luki Aulia, dari Sydney, Australia.

Perguruan tinggi University of Technology Sydney (UTS) dan University of New South Wales (UNSW) termasuk dua kampus di Australia yang menggunakan pendekatan pembelajaran kolaboratif. Bahkan, UTS merenovasi dan membangun infrastruktur baru khusus untuk mengakomodasi pendekatan baru itu. Ruang-ruang kuliah diubah untuk memungkinkan mahasiswa bekerja sama dalam kelompok.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ruang kolaborasi
Associate Director Recruitment UTS International Niki Ekanayake, Senin (29/6), menjelaskan, sejak tahun lalu, kampusnya menerapkan Learning2014 yang menekankan pentingnya menyediakan aneka “ruang kerja” bagi mahasiswa dan dosen untuk bekerja sama dalam kelompok. “Mahasiswa butuh uji coba ide-idenya dengan berdiskusi dengan sesama mahasiswa dan dosen,” kata Niki kepada para kepala sekolah dan konselor peserta didik. Sebanyak 11 kepala sekolah dan konselor sekolah dari Indonesia tergabung dalam kegiatan 1st Australia Student Counselors & Headmasters Famtrip yang difasilitasi Sun Education akan berkunjung ke tujuh perguruan tinggi di Sydney dan Melbourne, 27 Juni-4 Juli 2015.

Vivek Sokhal, Regional Team Leader UTS International, menambahkan, dengan pendekatan baru itu, ketika masuk ruang kuliah, mahasiswa diharapkan sudah melengkapi dirinya dengan materi ajar yang bisa didapat secara daring. Di ruang kuliah, yang terjadi ialah diskusi dan berbagi ide tentang satu proyek yang dikerjakan bersama.
—————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 Juni 2015, di halaman 12 dengan judul “Pembelajaran Kolaborasi Jadi Kebutuhan”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 9 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB