Guru Belum Maksimal Digitalisasi Materi Pembelajaran
Guru belum optimal memanfaatkan konten digital sebagai bahan pembelajaran untuk murid. Sosialisasi, pelatihan, dan pendampingan guru untuk pengembangan konten digital perlu digiatkan. Keragaman konten digital dapat memperkaya, membuat pembelajaran lebih menarik, dan menyenangkan.
Seperti diwartakan sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat, ada sekitar 70.000 konten. Konten digital tersebut berbentuk gambar, audio, animasi, video, dan buku digital terkait dengan pendidikan. Saat ini, konten digital terbanyak berbentuk teks, yakni buku dan modul.
Pendiri Komunitas Sejuta Guru Ngeblog, yang juga mantan Sekretaris Jenderal Asosiasi Guru TIK/Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi Nasional, Wijaya Kusumah, mengatakan, jumlah guru yang memanfaatkan konten digital, baik menggunakan konten yang ada maupun membuat konten baru pembelajaran, belum memadai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Guru hanya mengarahkan murid mencari bahan di internet, tidak menyediakan,” kata Wijaya, Rabu (11/3), di Jakarta. Dari total sekitar 3 juta guru di Indonesia, baru sekitar 90.000 guru aktif menggunakan internet sebagai teknologi pembelajaran.
Menurut Wijaya, guru sebenarnya memerlukan sosialisasi terkait pentingnya pemanfaatan konten digital. “Tidak hanya secara daring, sosialisasi juga bisa dengan turun langsung ke sekolah,” ujarnya.
Untuk memudahkan guru memanfaatkan konten digital, pelatihan teknologi informasi dan komunikasi, termasuk membuat konten digital, masih perlu ditingkatkan. Sejauh ini, baru ada sekitar 10.000 guru master, yaitu guru yang telah mendapatkan pelatihan dan dapat melatih guru lain. Padahal, sudah 117.277 sekolah atau 50 persen dari total sekolah di Indonesia telah dapat mengakses internet pada pertengahan 2014.
“Namun, pemerintah jangan hanya menjalankan program pelatihan, tetapi juga mengevaluasi dan kemudian ada pendampingan bagi guru,” ujar Wijaya. Untuk membuat konten berbentuk teks, lanjutnya, guru sebaiknya digiatkan membuat blog sehingga dapat aktif menulis.
Tidak wajib
Ismet Inono, guru kelas IV Sekolah Dasar Rawamangun 12 Pagi, mengatakan ia belum menggunakan konten digital sebagai bahan pembelajaran kepada murid. Ismet menilai, konten digital yang ada tidak banyak terkait dengan materi yang diajarkan.
“Saya sudah menyiapkan bahan ajar yang bisa diajarkan secara langsung di kelas,” kata Ismet yang juga tak pernah merancang konten pembelajaran digital.
Wakil Kepala SMK Negeri 4 Jakarta Bidang Kurikulum Basit mengatakan, sebenarnya sejumlah guru telah mendapatkan pelatihan teknologi informasi dan komunikasi. “Namun, yang membuat konten digital (modul) biasanya staf teknologi informasi,” katanya. Modul dipersiapkan agar murid dapat mengerjakan tugas saat libur. “Kami mengutamakan kegiatan belajar di kelas karena ada interaksi langsung,” katanya.
Belum ada standar
Sebelumnya, Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merencanakan konten digital yang dibuat guru disetarakan sebagai suatu karya ilmiah. Hal tersebut dilakukan untuk mendorong guru membuat dan memanfaatkan konten digital. Namun, untuk itu dibutuhkan standar konten digital.
“Belum ada pembicaraan terkait standar konten digital,” kata anggota Badan Standar Nasional Pendidikan, Teuku Ramli Zakaria. Menurut dia, standar dibuat Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan serta Pusat Penilaian Pendidikan lalu dibicarakan bersama Badan Standar Nasional Pendidikan.
Namun, Ramli mendukung jika konten digital dijadikan karya ilmiah, dengan catatan karya para guru itu memiliki standar konten. “Itu bagus. Guru dapat mengembangkan kapasitasnya sebagai pengajar,” ujarnya.
Untuk dapat memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dalam pendidikan, sekolah perlu fokus. “Sedikitnya, perlu ada dua guru yang fokus mengembangkan konten di setiap sekolah,” kata Wijaya. (B05)
————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 Maret 2015, di halaman 11 dengan judul “Manfaatkan Konten Digital”.