Teka Teki Silang di Telapak Tangan

- Editor

Minggu, 22 Februari 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Bermula dari lembar koran, sekarang merasuk dalam genggaman. Itulah perkembangan terkini dari salah satu permainan kata paling populer di dunia, teka teki silang alias TTS. Anda tak lagi membutuhkan pensil dan penghapus untuk mengisi kolom-kolom jawaban. Cukup klik!
Akhir Desember lalu, Firmansyah Aditya Pratama (23) jatuh sial.


Setelah tiga kali naik turun atap rumahnya di Surabaya demi mengutak-atik antena televisi, layar kacanya tetap tak jernih. Firmansyah meniti atap lagi, keempat kalinya, dan jatuh.

”Tangan kanan saya patah, sakit sekali. Demi berobat, akhirnya saya tinggal di rumah kerabat di Probolinggo. Dari setiap hari membaca berbagai koran langganan kantor, tiba-tiba terkungkung di rumah. Nyaris melulu saya membaca segala kabar dari telepon genggam. Sampai akhirnya saya menemukan sebuah twit, tawaran mengunduh aplikasi teka teki silang dari Kompas,” ujar Firmansyah tertawa mengisahkan awal mula ia menyentuh TTS di dunia maya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Kebetulan, edisi TTS yang diperlombakan sudah selesai saya garap beberapa hari sebelumnya. Kebetulan lagi, saya tak perlu beranjak untuk mengirimnya. Tak perlu memotong-motong kupon dan pergi ke kantor pos. Tinggal klik fasilitas pengiriman di dalam aplikasi, semua jawaban saya terkirim. Eh, kok malah menang,” kata Firmansyah tertawa.

Setiap hari
TTS pertama, bernama asli ”crossword”, mulai dikenal publik sejak edisi Minggu koran New York World memuat ”crossword” yang dibuat jurnalis Arthur Wynne pada 21 Desember 1913 (Rayani Sriwidodo, TTS Pertama dan Perkembangannya, Kompas, 16 Desember 1979). Sejak itu, ”crossword” menjadi permainan kata (word games) paling populer di dunia. Banyak koran besar mengikuti New York World, mengamini syarat sah edisi hari Minggu koran mereka adalah rubrik TTS.

Tak terkecuali Kompas Minggu. Koran ini punya tradisi membuat TTS khusus tematik, mengikuti berbagai perayaan dan peringatan hari besar. Momentum seperti itu kerap menghadirkan TTS berbentuk unik yang menyodorkan lebih dari 200 pertanyaan. Tentu saja, juga banyak hadiah. Pada 1 Februari lalu, TTS di Kompas Minggu telah mencapai nomor pemuatan ke-1.800. Kekayaan database jawaban TTS 1.800 edisi itulah yang diolah menjadi aplikasi TTS yang hadir dalam genggaman.

”Aplikasi TTS Kompas pertama kali hadir pada 2012, berupa aplikasi TTS untuk telepon Blackberry. Namun, pembaruan soal tidak teratur. Aplikasi TTS Kompas mengalami perkembangan serius setelah pengembangan aplikasi TTS Kompas di sistem operasi Windows Phone yang justru diinisiasi Nokia Indonesia. Ternyata, respons pengguna Windows Phone sangat positif. Itu menyadarkan betapa berharga database TTS yang telah dimiliki Kompas,” ujar Eko Prabowo, Innovation Officer Strategic Management Office PT Kompas Media Nusantara.

TTS KompasKompas akhirnya berinisiatif membangun sendiri aplikasi TTS bagi sistem operasi iOS (iPhone dan iPad) serta Android. Kompas lantas menggandeng RadiaLabs selaku developer aplikasi kedua sistem, mengajukan rancang bangun aplikasi itu. Sejumlah aplikasi TTS luar negeri, termasuk aplikasi TTS New York Times yang kondang, dijadikan pembanding untuk merancang bangun aplikasi TTS Kompas.

Berbeda dengan TTS Kompas Minggu yang menyodorkan TTS kelas berat berukuran 21 x 21 kotak jawaban, aplikasi TTS Kompas dirancang menjadi TTS berukuran 15 x 15 kotak jawaban. Ukuran itu dianggap paling nyaman dimainkan di layar telepon genggam maupun tablet yang tak selebar kertas koran.

”Setelah aplikasi selesai dibangun, tantangannya adalah menghadirkan soal secara berkala. Kami mengumpulkan seluruh kata jawaban dari ribuan nomor TTS Kompas edisi Minggu, memasukkannya ke dalam aplikasi pengolah kata jawaban menjadi TTS. Soal tiap nomor TTS dalam aplikasi TTS Kompas kami garap ulang, untuk memastikan setiap pertanyaan dan jawaban sesuai dengan konteks kekinian. Kini, aplikasi kami menawarkan satu soal baru setiap pukul 24.00, setiap hari,” kata Eko.

Dengan limpahan soal baru yang bisa diunduh pengguna, aplikasi TTS Kompas berhasil bersaing dengan aplikasi sejenis yang telah lebih dahulu dikenal para pencandu TTS. Sebut saja Teka Teki Saku besutan Touchten Pte Ltd, atau Teka Teki Silang besutan Berni Mobile.

”Sekarang aplikasi kami sudah diunduh puluhan ribu pengguna Windows Phone, iOS, ataupun Android. Setiap hari muncul TTS baru yang diunduh ribuan pengguna, dan pada saat yang bersamaan bisa ada 200 pengguna memakai aplikasi TTS kami. Beberapa TTS menawarkan hadiah bagi pengirim hasil isian,” kata Eko.

Dalam genggaman
Bagi pengguna seperti Firmansyah, aplikasi TTS menjadi pengisi waktu senggang yang praktis. ”Kapan ada waktu senggang, bisa dimainkan,” kata Firmansyah.

Kepraktisan itu pula yang membuat Cindy Wulandari menggemari aplikasi TTS di gawainya. ”Semuanya ada di dalam genggaman kita, tak perlu pensil dan penghapus, praktis. Saya sejak lama menggemari TTS di koran, tetapi tak pernah mengirim jawaban saya untuk diundi karena malas repot. Pengiriman jawaban dalam aplikasi TTS Kompas mudah, saya mencoba-coba. Ternyata menang,” kata Cindy.

Soalnya di dalam genggaman, kotak isiannya di dalam genggaman, jawabannya pun bisa dicari di dalam genggaman. Jika dahulu para pengisi TTS membawa beberapa kamus dan ensiklopedia untuk memastikan jawaban pertanyaan sulit, kini Firmansyah dan Cindy mengandalkan mesin pencari internet untuk menemukan jawaban atas pertanyaan sulit. ”Mesin pencarinya pun diakses dengan telepon genggam,” kata Firmansyah.

Meskipun begitu, para penggemar TTS berbagai koran seperti Firmansyah dan Cindy tetap menganggap TTS berbagai koran edisi hari Minggu mengungguli aplikasi TTS di gawai. ”Aplikasi TTS di telepon genggam, termasuk aplikasi TTS Kompas, punya kelemahan, sering mengulang pertanyaan dan jawaban yang sama pada unduhan TTS yang berbeda. Terkadang kalau lupa jawabannya, saya membuka lagi seri TTS lama yang masih tersimpan di telepon genggam, ternyata persis sama,” kata Firmansyah.

Kelemahan lain, aplikasi TTS di dalam gawai menjadi ”terlalu personal”. Kelemahan yang satu ini sepertinya bakal jadi kelemahan mutlak aplikasi TTS di dalam gawai.

”Memori masa kecil saya tentang bermain TTS adalah mengisi hari Minggu dengan mengisi TTS koran, yang dikerjakan beramai-ramai bersama anggota keluarga. Itu kesenangan yang tak bisa didapatkan dari aplikasi TTS di gawai. Menyenangkan memiliki TTS dalam telepon genggam, tetapi rubrik TTS berbagai koran Minggu tetaplah punya kenikmatan tersendiri untuk dimainkan,” tutur Cindy.

Yang jelas, aplikasi TTS di dalam gawai memang berpeluang menjadi bisnis tersendiri. Aplikasi TTS Kompas, misalnya, akan tetap ditawarkan sebagai layanan gratis, tetapi mulai membidik para pengiklan. ”Kami juga tengah menyiapkan TTS tematis, yang dirancang untuk kelompok sasaran spesifik, misalnya para fans tim sepak bola tertentu. Target yang spesifik akan diminati pengiklan yang spesifik,” kata Eko.

Oleh: Aryo Wisanggeni G

Sumber: Kompas, 22 Februari 2015

Posted from WordPress for Android

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 8 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB