Tak lama lagi, bank akan memulai era baru pelayanan kepada nasabah. Pelayanan yang selama ini terfokus di kantor akan segera hadir melalui agen-agen. Agen perorangan atau badan usaha itu akan ada di sekitar permukiman penduduk, tak lagi di kantor bank yang ada di pinggir-pinggir jalan utama kota.
Saya sebut tak lama lagi karena alasan ini: Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad, pekan lalu, mengatakan, dalam satu hingga dua bulan ke depan, bank nirkantor sudah bisa mulai beroperasi secara resmi. Bank nirkantor adalah transformasi pelayanan konvensional bank di kantor-kantor menjadi pelayanan di agen-agen.
Melalui bank nirkantor, nasabah akan mendapatkan layanan tabungan dan kredit. Layanan kredit mikro melalui bank nirkantor disarankan agar diberikan kepada nasabah yang sudah enam bulan memiliki tabungan. Namun, dalam Peraturan OJK Nomor 19/POJK.03/2014 tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif disebutkan, bank bisa langsung menyetujui permintaan kredit jika yakin bahwa nasabah bisa mencicil. Kredit mikro diarahkan untuk keperluan produktif. Bank penyalur bisa menggunakan analisis kelayakan usaha untuk memberikan kredit mikro melalui layanan nirkantor kepada nasabah yang belum enam bulan menjadi nasabah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bank nirkantor boleh jadi adalah pencapaian yang harus diperhitungkan dalam perjalanan 70 tahun kemerdekaan Indonesia tahun ini. Selama masa itu, tak sampai 50 persen penduduk kita yang bisa mengakses layanan perbankan. Dalam obrolan dan guyonan para bankir sering terujar, ”Mungkin masih perlu hingga 300 tahun lagi supaya seluruh masyarakat bisa mengakses bank.”
Ini bukan ujaran sinis, melainkan menggambarkan betapa penetrasi layanan perbankan kita sangat lambat, berbanding terbalik dengan penetrasi komunikasi seluler. Padahal, sudah triliunan rupiah anggaran negara—yang tentu sumber utamanya pajak dari masyarakat—yang digelontorkan kepada bank yang sahamnya dikuasai pemerintah. Dalam tempo kurang dari 20 tahun, layanan komunikasi seluler, yang sama sekali tak menggunakan subsidi pemerintah, justru bisa menjangkau sebagian besar penduduk Indonesia, terutama untuk layanan dasar menelepon dan berkirim pesan pendek. Tak percaya?
Coba jalan-jalan ke daerah pinggiran dan tanyakan ini kepada beberapa orang: Sudahkah memiliki rekening bank? Jawabannya pasti akan berbeda dengan ketika kita bertanya apakah memiliki telepon seluler? Pengalaman berkunjung ke sejumlah pelosok di Indonesia menunjukkan, saya lebih mudah mendapatkan jawaban soal kepemilikan telepon seluler dibandingkan dengan rekening tabungan di bank.
Saat ini, ada 17 bank yang sudah mengajukan izin operasional bank nirkantor kepada OJK. Sebagian dari 17 bank itulah yang dalam waktu paling lama dua bulan ke depan akan memulai operasi bank nirkantor. Beberapa bank yang sahamnya dimiliki pemerintah lebih siap dibandingkan bank lain. Bank Rakyat Indonesia dan Bank Mandiri sudah menguji coba transfer bantuan langsung dari pemerintah kepada penerima melalui rekening berbasis telepon seluler.
Bank nirkantor diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah yang selama ini tidak terjangkau pelayanan konvensional bank karena berbagai alasan. Selain membuka akses bagi masyarakat luas, bank nirkantor diharapkan bisa meningkatkan fungsi intermediasi bank, yakni menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk kredit. Statistik Perbankan Indonesia November 2014 yang diterbitkan oleh OJK pada Januari 2015 menunjukkan, dana pihak ketiga (DPK) tercatat Rp 4.054 triliun. Adapun kredit yang disalurkan Rp 3,596 triliun. (A Handoko)
Sumber: Kompas, 13 Februari 2015
Posted from WordPress for Android