Hambatan Riset Bukan pada Struktur Kementerian
Pemisahan pendidikan tinggi dari pendidikan dasar dan menengah serta penggabungannya dalam satu kementerian dengan bidang riset dan teknologi dikhawatirkan mengakibatkan segregasi dalam dunia pendidikan. Permasalahan terhambatnya riset di Indonesia bukan pada struktur kementerian.
Hal itu dikemukakan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Pembangunan III (1978-1982) Daoed Joesoef, di Jakarta, Kamis (18/9). Diberitakan sebelumnya, ada wacana menggabungkan pendidikan tinggi (kini dalam koordinasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) ke dalam satu kementerian bersama riset dan teknologi (ristek).
Daoed menilai, pendidikan tinggi jangan dipisah dari pendidikan dasar dan menengah karena pendidikan bersifat menyeluruh, mulai dari pendidikan anak usia dini sampai dengan program doktor (strata tiga). ”Kalau dipisah, nanti bisa saling menyalahkan. Dikti (pengelola pendidikan tinggi) menyalahkan dikdas dan dikmen (pengelola pendidikan dasar dan menengah) karena menghasilkan sumber daya manusia berkemampuan rendah. Dikdas dan dikmen bisa berdalih, bukan tugas mereka mempersiapkan siswa menuju pendidikan tinggi,” papar Daoed.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam tulisan ”Misi Perguruan Tinggi Kita” (Kompas, 18 Februari 2014), Daoed juga mengingatkan tentang tridharma perguruan tinggi. Tugas pertama dan terutama perguruan tinggi adalah mendidik, baru riset, lalu pengabdian masyarakat. Perguruan tinggi memang menangani riset, tetapi tujuan esensialnya bukanlah menghasilkan sesuatu yang ”siap pakai” di bidang kehidupan apa pun, melainkan membuat manusia berspirit ilmiah.
Dana penelitian
Lebih lanjut dalam wawancara, Daoed mengatakan, keinginan membentuk Kemendikti-Ristek karena perguruan tinggi sering tidak mendapat dana penelitian. Lebih baik, dana penelitian diperoleh dengan mengefektifkan koordinasi dengan Kementerian Keuangan. Sejauh ini, program yang dibiayai Kemenkeu, seperti Lembaga Pengelola Dana Pendidikan, relatif tidak bermasalah dan diaudit. ”Permasalahan bukan di struktur kementerian,” ujarnya.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Dikti, Indonesia memiliki 104 perguruan tinggi negeri dan 2.862 perguruan tinggi swasta dengan beragam kualitas.
Berbeda dengan Daoed, para peneliti senior menyambut baik rencana pembentukan Kemendikti-Ristek. Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra berpendapat, penggabungan perguruan tinggi dengan lembaga penelitian bisa meningkatkan jumlah universitas riset. Arus pengetahuan antara perguruan tinggi dan lembaga penelitian juga akan lebih lancar.
Marzan A Iskandar, peneliti bidang energi di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, mengatakan, selama ini, lembaga penelitian non-kementerian hanya mendapat 0,8 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Adanya Kemdikti-Ristek diharapkan membuat penyaluran anggaran lancar. (A15)
Sumber: Kompas, 19 September 2014