Ilmu Statistik; Andi Supangat Temukan Rumus-rumus Baru

- Editor

Jumat, 20 Oktober 2006

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Setelah sekitar 21 tahun mengajar Statistika, Andi Supangat (48) menemukan banyak kekeliruan dan kekurangan dalam rumus- rumus statistik dari negeri Barat. Tahun 2005 ia mulai memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya dan menemukan sekitar empat rumus baru.

Andi juga masih terus menguji rumus-rumus lain untuk memperbaiki atau melengkapi rumus yang telah dikenal masyarakat.

Dosen Statistika di Universitas Komputer, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, dan Universitas Widyatama—ketiganya di Bandung—itu, mengaku sejak tahun 1991 menemukan banyak kekeliruan dan ketidaksesuaian dari rumus-rumus statistika yang dipakai masyarakat Indonesia dan dunia. “Saya sudah diskusikan pada teman-teman seprofesi dan sebidang, akhirnya saya berusaha harus mencari solusi dengan mempelajari masalah dan membuat rumus baru,” kata Andi, Senin (16/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Rumus yang ditemukan pertama adalah rumus tingkat kemiringan kurva. Selama ini masyarakat menggunakan rumus kemiringan kurva dari Pearson, Momen Matematika, dan rumus Bowley. Tetapi, ketiga rumus ini tak memberi jawaban yang sama untuk sebuah masalah yang sama.

“Suatu masalah jika dihitung dengan rumus Pearson akan menghasilkan angka positif, dengan Bowley akan menghasilkan angka positif yang lebih besar, dan dengan momen matematika malah menghasilkan angka negatif. Ini menyebabkan penggambaran kurva berbeda-beda, tidak sesuai dengan data sesuai kenyataan atau tidak sesuai bentuk diagram batang,” kata Andi.

Perbedaan ini menyebabkan pengguna rumus akan menginterpretasikan hasil perhitungan statistik dengan sangat berbeda satu sama lain. Hal ini menyebabkan masalah, jika penggunaan rumus salah sehingga bisa membuat kesimpulan jauh dari kenyataan. Misalnya, saat pemerintah mengolah data pendapatan rakyat Indonesia, jika digunakan salah satu rumus, bisa saja didapatkan kesimpulan dari gambar kurva bahwa pendapatan tinggi lebih banyak dari pendapatan rendah. Padahal, kenyataannya justru sebaliknya.

Selama sebulan meneliti pada April 2005, Andi mendapatkan rumus kemiringan kurva dengan menghitung paruh interval dikurangi modus dibagi titik tengah kurva. “Insya Allah hasil histrogram (diagram batang) dengan kurva sama,” kata Andi.

Pada Desember 2005, Andi membuat rumus baru, yaitu rata- rata polar, deviasi polar, dan kemiringan kurva polar untuk melengkapi rumus-rumus statistik yang menemukan data berdasarkan letak data. Rumus-rumus ini memudahkan orang yang tidak memiliki sarana penghitung data yang baik tetap bisa bekerja. Misalnya, orang daerah yang tidak memiliki komputer untuk menghitung ribuan data bisa menggunakan rumus polar yang dibuat Andi. Rumus ini hanya menggunakan data awal, akhir, dan tengah.

Selain itu, Andi juga tengah memecahkan rumus baru untuk membuat angka-angka kualitatif menghasilkan data kualitatif. Selama ini ada kejanggalan dalam rumus Spearman yang menggunakan angka sebagai bobot untuk menilai sebuah kualitas sesuatu. Sebab, hasilnya jadi angka kuantitas. Misalnya, 1 untuk jelek, 2 untuk bobot cukup, dan 3 untuk bobot baik. Lalu, ada seorang yang mengatakan untuk pernyataan a, b, dan c ia menilai 2,3, dan 1. Maka, jumlah bobotnya adalah 6. “Mestinya kualitatif tak dihitung sebagai kuantitatif.” Saat mengungkapkan soal itu di sebuah perguruan tinggi, peserta seminar mengatakan itu hal yang sudah lazim. “Tapi lazim bukan berarti benar,” katanya tegas.

Rumus kemiringan kurva itu kini sudah dipatenkan. Sedangkan tiga rumus polar masih diajukan patennya. Ia sudah mengabarkan temuannya pada Dirjen Pendidikan Tinggi, mengirim ke jurnal-jurnal matematika dan statistika, tapi belum ada tanggapan. (GSA)

Sumber: Kompas – 17 Oktober 2006-

————–

Statistika; Andi Supangat Temukan Dua Rumus Baru Lagi

Yenti Apriyanti

Setelah menemukan empat rumus statistika baru sejak tahun 2005, yaitu rumus kemiringan kurva, deviasi polar, rata-rata polar, dan kemiringan polar, dalam waktu semalam Andi kembali berhasil menyempurnakan rumus Sturges mengenai modus atau frekuensi kemunculan terbanyak sebuah angka.

Andi Supangat (48), dosen statistika di Universitas Komputer, Universitas Padjadjaran, dan Universitas Widyatama Bandung itu, mengaku menemukan kejanggalan dalam metode lama yang menerangkan modus dan pembuatan daftar aturan distribusi frekuensi.

Berdasarkan teori Perkiraan Sturges yang mengatur panjang kelas, banyak kelas, dan rentang kelas ditemukan kekurangan. Kekurangan itu mengharuskan pengguna rumus merombak salah satu interval kelas terakhir yang tidak cukup memuat data terbesar dari kumpulan data yang ada.

Selama ini rumus Sturges adalah 1 + 3,3 log n (jumlah data). Setelah menghitung agar tidak terjadi perombakan, Andi menemukan rumus baru 1 + 4 log n. “Dengan rumus 1 + 4 log n, data tertinggi ter-cover semua, tidak ada data yang tertinggal,” ujar Andi.

Ia juga memperbaiki rumus jarak Sturges yang menentukan jarak dengan menggunakan rumus data tertinggi dikurangi data terendah. Kekurangan rumus tersebut adalah tidak ter-input-nya data tertinggi di kelas interval terakhir.

Andi lantas memperbaiki rumus jarak dengan formula baru, yaitu data tertinggi ditambah 1, lalu dikurangi data terendah dikurangi satu. “Insya Allah data tertinggi dapat ter-cover dan tidak ada perubahan panjang kelas, rentang kelas, dan lainnya,” ujar Andi.

Ia mengatakan modus dan pembuatan daftar merupakan titik awal mempelajari statistik. “Kalau awalnya sudah keliru, mungkin perhitungan selanjutnya akan keliru juga,” ujarnya.

“Kita tidak boleh menyerah dengan ilmu yang sudah ada. Ilmu tetap harus dikembangkan,” ujar Andi.

Tidak seperti ilmu kimia dan biologi yang dinamis dan banyak menghasilkan rumus baru, ilmu statistik merupakan ilmu statis.

Akibatnya, masyarakat cenderung membenarkan saja teori-teori yang telah dihasilkan penemunya di masa lalu. Hampir tidak ada perkembangan teori baru dalam ilmu tersebut.

“Statisnya ilmu statistika dan matematika bisa dilihat dari formula baku 1 + 1 = 2. Jika bilangan dasarnya sama, maka akan berlaku sama. Bisa jadi ilmu ini kurang berkembang karena kurangnya ketertarikan masyarakat. Tetapi, ilmu statistik dan matematika adalah ilmu dasar. Jika dasarnya salah, ada kemungkinan ilmu yang lain pun mengalami kekeliruan,” ujarnya.

Andi amat berharap formula baru tentang modus dan jarak bisa diujikan. Ia juga berharap rumus-rumus yang telah ditemukannya bisa diaplikasikan dalam program komputer.

“Saya berharap Microsoft mau menggunakannya. Cuma saya tidak tahu bagaimana caranya,” kata Andi. Jika penemuannya ini bisa diaplikasikan dalam program komputer, makin banyak masyarakat yang menggunakannya.

Saat ini Andi hanya mampu menyebarkan rumus-rumus baru yang ditemukannya hanya pada mahasiswanya.

“Saya berpesan kepada mereka agar suatu hari jika sudah ada kesempatan, mereka bisa ikut menyebarkan rumus-rumus baru ini pada masyarakat jika mereka menganggap rumus tersebut benar. Sebab, siapa tahu jika saya nanti meninggal rumus ini belum juga dimanfaatkan masyarakat karena terhambat berbagai hal,” tutur Andi.

Andi mengaku tidak mengharapkan materi dari penemuannya. “Saya hanya ingin mengembangkan pendidikan, ilmu, dan pengetahuan untuk dipergunakan anak bangsa dan jika bisa dimanfaatkan juga oleh masyarakat dunia,” ungkap Andi Supangat.

Selama proses meneliti dan akhirnya memecahkan rumus-rumus baru, Andi membiayai seluruh penelitiannya dengan uangnya sendiri. “Untung keluarga saya mau mendukung,” ujar ayah dari tiga anak ini.

Sumber: Kompas, 20 Oktober 2006

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 73 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB