DEWASA ini bidang komputer semakin maju. Teknologi pendukung seperti baterai yang kecil tapi tangguh makin diperlukan. Baru-baru ini muncul baterai generasi baru, yaitu baterai berupa lima sel zink-udara yang dikemas dalam kotak plastik. Baterai kecil ini dengan mudah diselipkan di bawah komputer notebook. Bila komputer dihidupkan, sebuah pintu kecil dalam baterai terbuka dan sebuah kipas di dalamnya akan menyedot udara melewati sel-sel itu. Baterai zink-udara ini dapat menghidupi komputer notebook selama delapan jam — empat kali lebih lama daripada baterai nikel-kadmium — sebelum dicas ulang.
Baterai bernapas udara ini hanya satu dari kemajuan teknologi baterai. Dengan makin banyaknya alat-alat elektronik jinjing, seperti telepon genggam, komputer, walkman dan CD, kemajuan dalam teknologi baterai memang sangat diperlukan. Selama ini, perkembangan teknologi baterai termasuk lamban. Kini kemajuan dalam paduan logam, karbon, dan polimer plastik akhirnya menarik baterai berenergi tinggi keluar dari peraduannya di laboratorium. Baterai baru ini langsung menyerbu dunia produk dan toko-toko.
Selain baterai zink-udara, hasil kemajuan terbaru meliputi:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
- Baterai nikel logam-hidrida. Baterai yang dapat dicas ulang ini – walaupun masih ada kekurangannya – mulai mengalahkan baterai nikel-kadmium.
- Baterai nikel-zink. Berkat terobosan laboratorium yang membuat selnya lebih awet, baterai yang dapat dicas ulang ini dapat mengancam pasaran hasil teknologi lama.
- Baterai litium. Ada dua macam baterai yang dapat dicas ulang ini, yaitu litium-ion, yang lebih aman daripada sistem-sistem terdahulu, dan litium padat lentur-polimer, yang baru muncul dari laboratorium.
Baterai berenergi tinggi ini, seperti kerabatnya yang lebih lemah, terdiri atas dua atau lebih sel yang saling berhubungan untuk menyediakan arus listrik lewat reaksi kimia. Prinsip dasar baterai biasa tetap berlaku, suatu elektrode negatif (anoda) melepaskan elektron untuk menghasilkan arus. Elektrode positif (katoda) menarik elektron yang telah melewati konduktor bukan logam (elektrolit) yang memisahkan kedua elektroda. Baterai yang dapat dicas ulang kadang disebut baterai sekunder, sedangkan yang sekali pakai buang disebut baterai primer.
Dalam penelitian elektroda, litium menjadi pusat perhatian. Logam yang teramat ringan ini rebih mudah melepas elektron daripada kebanyakan unsur lain. Sifat itu sangat cocok sebagai anode baterai. Anoda litium dipasangkan dengan katode yang tepat menghasilkan voltase sel —kekuatan yang menggerakkan elektron dalam suatu arus— yang tinggi. Berarti, energi yang dihasilkan lebih besar dengan sel yang lebih sedikit. Tetapi, baterai energi tinggi ini masih harus disesuaikan pada penggunaan tertentu. Misalnya, beberapa desain tidak cocok untuk suhu rendah; yang lain cepat kehabisan energi bila tidak digunakan. Sebuah baterai nikel logam-hidrida berenergi tinggi mungkin dapat menjalankan tape-recorder dua kali lebih lama daripada baterai nikel-kadmium, tetapi keunggulan ini tidaklah berlaku bila digunakan untuk alat berarus tinggi seperti alat-alat mesin listrik.
Baterai yang dapat dicas ulang sering lebih cepat habis daripada baterai sekali pakai. Tetapi reaksi kimia searah pada baterai alkalin yang digunakan untuk tugas energi rendah sampai menengah membuat baterai itu lebih awet. Zat-zat dalam baterai yang dicas ulang mengalami regenerasi sewaktu listrik melewatinya. Baterai ini memang lebih mahal tetapi lebih awet. Pada tahun-tahun belakangan, kekhawatiran orang tentang lingkungan yang tercemar oleh zat toksik baterai buangan mendorong para ahli terus mencari dan memperbaiki sistem baterai yang dapat dicas ulang. Merekayasa baterai semacam ini makan waktu puluhan tahun, bukan tahunan saja.
Bagaimanapun, nikel logam-hidrida telah dipasarkan cukup cepat pada tahun 1980-an, menggantikan baterai nikel-kadmium yang juga dapat dicas ulang. Selain tidak mengandung racun, baterai nikel logam-hidrida dapat dicas lebih cepat, lebih awet, dan dapat dicas sebelum tenaganya habis. Yang terakhir ini merupakan keunggulan tersendiri. Sebab, jika sebuah baterai nikel-kadmium dicas sebelum tenaganya habis sama sekali, ada tenaga yang justru terbuang sebanyak tenaga yang tersisa.
Namun, baterai nikel logam-hidrida kini masih harus berkutat mengatasi dua masalah: unjuk kerja yang belum memuaskan untuk tenaga besar, dan habisnya energi dengan cepat bila tidak digunakan. Selain itu, persaingan antara berbagai teknologi untuk meng-hasilkan baterai nikel logam-hidrida yang paling unggul tidak terhindarkan.
Ovonic Battery Co. di Troy, Michigan, mengembangkan teknologi nikel logam-hidrida dengan dasar paduan logam titanium, zinkonium, vanadium, nikel, dan kromium. Ovonic mengakui awal tahun lalu, baterai keluaran pertamanya kehilangan tenaga 50 persen dalam waktu 30 hari. Tetapi baterai terbarunya lebih awet sampai 80 persen.
Beberapa perusahaan baterai Jepang, sebaliknya, menggunakan paduan logam pengganti yang lebih lambat habis tenaganya, yakni paduan logam tanah langka seperti lantanum. Di Amerika Serikat, Duracell, Toshiba (Jepang) dan Varta AG (Jerman) bekerja sama untuk menghasilkan baterai nikel logam-hidrida.
Teknologi nikel logam-hidrida menggambarkan pertukaran tempat yang sering terjadi dalam desain baterai. Dalam baterai nikel logam-hidrida, elektroda positif terbuat dari nikel, sedangkan elektrode negatifnya terbuat dari paduan logam yang menyimpan hidrogen. Bila baterainya dicas, arus memencarkan atom hidrogen yang berasal dari air. Lalu, atom hidrogen itu membaur di dalam paduan logam dan tetap di situ. Bila baterai digunakan, atom dan ion berubah bentuk kembali menjadi air.
Baterai nikel logam-hidrida kurang awet menyimpan tenaga karena atom hidrogen ingin lepas. Tetapi memilih oahan yang mengikat hidrogen lebih erat pada paduan logam mengandung risiko kurangnya voltase dan tenaga. Maka para peneliti harus menyeimbangkan penyimpanan energi dan tenaga yang dihasilkan.
Kemungkinan baterai nikel logam-hidrida menang bersaing dengan baterai nikel-kadmium masih harus menunggu beberapa tahun lagi. Gates Energy Products, yang memegang lisensi Ovonic, dan menghasilkan kedua macam baterai ini, memperkirakan bahwa tahun lalu produksi baterai nikel logam-hidrida di seluruh dunia berjumlah 30 sampai 50 juta buah sedangkan produksi baterai nikel-kadmium lebih dari 1,5 miliar.
Pesaing lain adalah baterai nikel-zink. Sesudah riset beberapa puluh tahun, baterai ini tiba-tiba menjadi tangguh. Tetapi ada masalah dengan elektrode zink; baterai jenis ini hanya dapat dicas ulang kurang dari 200 kali. Ini tentu saja menghambat pemasaran. Tetapi, sistem nikel-zink itu menarik karena kekuatannya tinggi dan bahan banyak tersedia. Di Jepang, sel berbentuk silinder maupun pipih telah diuji pasarannya oleh Toshiba.
Para peneliti di California menyatakan telah membuat terobosan dalam elektrolit yang digunakan dalam sistem nikel-zink. (Elektrolit adalah asam, garam, atau alkali yang ditambahkan pada air atau larutan lain untuk meningkatkan daya hantar ionnya biasanya elektrolit tidaklah menambah kepadatan energi). Dengan elektrolit alkalin-fluorida-karbonat, yang diumumkan bulan September lalu, baterai nikel-zink dapat dicas ulang sebanyak 500 kali.
Baterai baru jenis lain yang mem-beri harapan adalah baterai berbasis tium keluaran baru, baik jenis sekunder maupun primer. Konsumen sudah mengenal baik sel litium-mangan-diioksida seukuran kancing baju untuk kamera dan produk lain. Karena litium mudah menguap bila terkena udara lembap, pemerintah Amerika membatasi jumlah litium logam sampai 0,5 gram dalam satu sel. Sel litium sering berdaya 3 volt. Kadang baterai ini tidak cocok untuk peralatan berdaya 1,5 volt. Tetapi, perubahan sedang direncanakan. Eveready, misalnya, menggunakan katoda besi-sulfida voltase rendah dalam baterai litium ukuran AA yang tak dapat dicas ulang.
Seperti baterai alkalin, sel Eveready baru ini bertegangan 1,5 volt. Namun, jika baterai alkalin diperuntukkan bagi energi rendah sampai sedang, sel primer litium yang baru ini menghasilkan tenaga yang besar. Harganya juga lebih tinggi, yaitu 2,5 kali harga sel alkalin.
Perubahan besar pada baterai litium sekunder sedang terjadi berkat kemajuan dalam soal keamanan. Masalah keamanan ini cukup memusingkan. Di Kanada, misalnya, sel litium sekunder yang pertama dipasarkan adalah Molicell. Untuk memenuhi kebutuhan konsumen Jepang, Molicell mengeluarkan baterai berupa 10 sel ukuran-AA yang dipak menjadi satu khusus untuk baterai telepon. Kelemahan gabungan baterai ini adalah kemungkinannya “bocor” dan “meledak”. Kebocoran ini begitu sering terjadi pada saat mencas ulang sampai timbul korban luka walaupun ringan, sehingga semua baterai ini ditarik dari peredaran. Kecelakaan pertama, sebanyak enam kali, terjadi ketika baterai Molicell sedang dicas ulang. Tidak ada korban. Lalu, sebuah pak baterai rneledak selagi orang menggunakan telefon. Si pemakai luka-luka. Panas yang timbui karena kortsleting pada salah satu sel meledakkan yang lain. Litium yang mudah menguap menyebabkan kemasan plastik mudah terbuka atau terbakar.
Sel litium yang dicas ulang menimbulkan gejala yang berbeda dengan sel lain. Pada tipe sel lain, di atas elektroda timbul endapan logam tipis rata. Tetapi pada tipe sel litium, endapannya berupa serabut, yang bila dilihat di bawah mikroskop tampak seperti stalaktit. Serabut ini dapat menyebabkan kortsleting dan sel tiba-tiba mati. Salah satu cara mengatasi hal ini adalah menggunakan paduan seperti senyawa litium-aluminium, yang mengurangi tumbuhnya serabut. Perusahaan Jepang juga mencoba paduan litium-aluminium dengan menggunakan galium, indium, megnesium, dan logam lain.
Namun, banyak peneliti percaya perlunya teknologi lain, yalcni sistem litium-ion, untuk mengamankan penggunaan baterai yang dapat dicas ulang. Sel litium-ion menghindari penggunaan litium logam sebagai anoda. Realcsi sel diperoleh dari bahan elektrolit dan katoda. Sel ini menggunakan karbon khusus dan logam oksida untuk reaksi kimiawinya.
Orang yang tidak menyukai baterai litium-ion mengatakan bahwa penggunaan karbon tidak berguna. Karbon tidak menambah reaksi elektrokimia, hanya menambah berat sel, bahkan menurunkan voltase. Bagaimanapun, demi perbaikan maupun demi persaingan, perusahaan-perusahaan terus meneliti dan mencoba bahan-bahan baru atau paduan-paduan baru untuk memperpanjang umur baterai dan meningkatkan daya kerjanya.
Sumber: Majalah AKUTAHU 123/ AGUSTUS 1993