Kenaikan diploma 3 menjadi diploma 4 atau sarjana terapan telah menjadi program prioritas nasional. Meski demikian, pemerintah tidak melarang pembukaan program studi diploma 3.
Layanan pendidikan tinggi vokasi jenjang diploma 3 akan tetap ada. Bagi institusi perguruan tinggi yang ingin membuka layanan pendidikan vokasional baru, pemerintah tidak melarang untuk mengajukan diploma 3.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Pendidikan Tinggi Vokasi dan Profesi Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Beny Bandanadjaya, Kamis (18/2/2021) di Jakarta. Dia menjelaskan, peningkatan diploma 3 (D-3) menjadi diploma 4 (D-4)/S-1 terapan menjadi salah satu program prioritas nasional. Sejalan dengan hal itu, pemerintah berharap, pertumbuhan D-4 dapat lebih banyak pada tahun-tahun mendatang. Meski demikian, bagi pengelola D-3 yang tidak berubah dipersilahkan untuk lanjut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Proses alih status dari D-3 menjadi D-4/S-1 terapan, kata dia, mempunyai persyaratan yang cukup ketat. Mahasiswa bahkan punya peran menentukan. Pengusulan kenaikan harus berdasarkan persetujuan seluruh mahasiswa D-3 yang sedang berjalan. Jadi, apabila ada keberatan, maka usulan tidak bisa dilanjutkan.
“Perihal pendatang baru (penyedia pendidikan vokasi), kami memang menyarankan memilih opsi membuka D-4 sesuai kebutuhan pasar kerja sekarang. Namun, kami tidak melarang apabila mereka itu tetap mau mengajukan D-3,” ujar dia.
Kondisi kualitas pendidikan tinggi vokasi beragam. Untuk politeknik negeri, misalnya. Di Indonesia terdapat 44 politeknik negeri dengan persebaran lima politeknik terakreditasi A, 22 institusi terakreditasi B, 8 institusi terakreditasi C, dan 9 institusi sedang proses akreditasi. Politeknik negeri tersebut memiliki 376 program studi jenjang D-3 dan 310 program studi D-4/S-1 terapan. Beny mengklaim, rata-rata program studi itu terakreditasi B atau A.
Sementara itu, Direktur Dewan Eksekutif Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) T Basaruddin menyebutkan, secara nasional, terdapat 2.800 program studi D-3 terakreditasi B ke atas. Dilihat dari sisi peringkat akreditasi seperti itu, maka jumlah D-3 yang memenuhi syarat naik status jadi D-4/S-1 terapan sudah cukup banyak.
“Kemendikbud telah berkoordinasi dengan kami mengenai adanya program prioritas nasional itu. Kami sekarang sedang merumuskan kebijakan BAN-PT sejalan dengan kriteria kenaikan D-3 menjadi D-4/S-1 terapan,” kata Basaruddin.
Potensi beban
Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Anggi Afriansyah, mengatakan, salah satu syarat wajib yang harus dipenuhi perguruan tinggi vokasi D-3 yang mau alih status D-4/S-1 terapan adalah bekerja sama dengan dunia usaha/dunia industri (DUDI). Kelebihannya, jika institusi berhasil membangun relasi dengan DUDI, maka keterampilan mahasiswa akan meningkat. Apalagi, proses kemitraan perguruan tinggi vokasi dengan DUDI berjalan optimal, salah satunya melalui pembuatan kurikulum bersama.
Salah satu potensi kekurangan kenaikan tingkat adalah menyangkut anggaran pendidikan. Jika tidak ada subsidi, beasiswa, dan bantuan dari pemerintah ataupun DUDI, maka beban orangtua mahasiswa berpotensi bertambah.
Hal senada juga berpotensi terjadi pada kebijakan Kemendikbud terkait sekolah menengah kejuruan (SMK) ditingkatkan menjadi diploma 2 (D-2). Program ini memungkinkan siswa SMK menempuh studi selama tiga tahun, lalu ditambah pendidikan lanjutan selama tiga semester dengan magang di industri sambil kuliah.
“Tujuan orangtua dan anak masuk SMK adalah lekas memperoleh keterampilan dan mudah masuk ke pasar kerja. Ketika ada program tambahan, keuntungan anak terletak pada legitimasi ijazah. Namun, beban biaya naik dan apakah ada jaminan keterampilan mereka punya nilai tambah cepat di pasar kerja dibanding lulus SMK reguler?” kata dia.
Oleh MEDIANA
Sumber: Kompas, 19 Februari 2021