Lembar demi lembar berisi rangkaian cerita di dalam buku bisa membawamu keliling dunia. Hasrat untuk jalan-jalan dapat terpenuhi meski itu dilakukan di sekitar rumah.
Pandemi boleh saja membatasi langkah kakimu. Kamu tetap bisa menjelajahi dunia memahami cerita dalam buku. Walau petualangan ini tidak sama dengan perjalanan yang sesungguhnya, pengetahuan baru di sebuah tempat di berbagai belahan dunia dapat menghibur selama masa pembatasan pergerakan.
Berbulan-bulan beraktivitas di sekitar rumah karena pandemi Covid-19 memang menjemukan. Keadaan ini membuat kerinduan untuk jalan-jalan semakin kuat. Pantai, pegunungan, bangunan bersejarah, hingga jajanan terngiang-ngiang di kepala.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kamu tidak perlu risau. Kamu dapat mengobati kerinduan jalan-jalan dengan membaca satu buku hingga tuntas. Ini adalah langkah awal penjelajahan yang dilakukan sejumlah orang di media sosial melalui tagar #bacakelilingdunia.
Ide #bacakelilingdunia berawal dari hasrat Aditya Hadi Pratama (31) dan istri untuk jalan-jalan ke kota atau negara lain saat dunia sudah pulih dari pandemi. Akan tetapi, pasangan muda tersebut belum tahu kapan hal itu akan terwujud karena harus tetap berada di rumah untuk menekan penyebaran Covid-19. ”Kebetulan selama pandemi banyak isi waktu luang dengan baca buku. Terlintas di pikiran merasakan sensasi jalan-jalan dari rumah dengan baca buku,” ucap Aditya, Rabu (5/8/2020).
Caranya praktis. Susun rencana liburan melalui aplikasi perencana liburan. Tentukan kota-kota yang hendak dituju. Perlu dingat kalau perjalanan keliling dunia #bacakelilingdunia ala-ala backpacker.
Selanjutnya, baca minimal satu buku di kota tujuan liburan. Buku harus karya penulis asal atau lahir di kota tersebut. Informasi tentang buku bisa dicari di jagat maya. Pilihlah buku yang kira-kira sesuai minat. Setiap orang akan mengulas buku bacaan dari setiap kota. Ulasan dibagikan dengan #bacakelilingdunia untuk referensi orang lain.
Aditya, misalnya, mengetahui bahwa di sudut kota London, Inggris, ada kisah janda-janda dari Punjab, India, yang hijrah dari tempat asalnya ke sana. Buku Erotic Stories for Punjabi Widows karya Balli Kaur Jaswal mengisahkan tentang kehidupan para janda Punjab di pinggiran kota London.
Mereka hijrah ke sebuah negara baru meski belum bisa membaca hingga akhirnya ada seorang perempuan yang ”terjebak” harus mengajari mereka baca dan tulis dengan pendekatan cerita kehidupan para janda yang terasing.
Kemudian ada buku Bury What We Cannot Take karya Kirstin Chen. Sebuah kisah tentang dinamika politik yang terjadi di China antara partai komunis yang dipimpin Chairman Mao dan lawan politiknya. Dinamika politik itu membuat sebuah keluarga sederhana harus terpisah satu sama lain. Sang anak dan orangtua harus melakukan perjuangan agar mereka bisa berkumpul kembali.
”Cakrawala berpikir semakin luas. Ternyata ada realita-realita di sana (tujuan berlibur) yang belum tentu akan ketahuan dengan datang secara langsung. Tetapi, ternyata bisa, lho, dari membaca buku karya penulis setempat,” ujarnya.
Pengalaman serupa dirasakan Stefani Putria. Ia bahkan menyusun rencana liburan jangka panjang dalam #bacakelilingdunia. Perjalanannya dimulai dari Jakarta ke Jepang, berteman buku Tokyo dan Perayaan Kesedihan karya Ruth Priscilia Angelina.
Novel tentang seseorang yang pergi ke Tokyo untuk lepas dari tuntutan hidup itu membuat Stefani belajar bahwa kesedihan pun seharusnya dirayakan sebagaimana kebahagian. Sebab, keduanya saling melengkapi untuk merasakan hidup yang baik-baik saja.
Tokyo bergeser ke Jamaika. Buku The Sun is Also Star karya Nicola Yoon menuntunnya pada Museum Bob Marley, salah satu musisi reggae legendaris. ”Karena penulisnya menyebut Bob Marley, saya jadi tahu ada museumnya dan mencari tahu tentang itu. Pengalaman yang menyenangkan,” kata Stefani.
Aditya dan Stefani hanya segelintir dari orang-orang yang turut dalam #bacakelilingdunia. Mereka mengamini bahwa buku merupakan jendela dunia. Lembaran demi lembaran berisi rangkaian huruf yang membawa keliling dunia.
Rupanya inisiatif baca buku sebagai sesuatu yang menyenangkan sekaligus mengenyangkan belum berhenti. Aditya memanfaatkan Podcast atau siniar Buku Kutu @podcastbuku untuk #bacakelilingdunia dan #bacasamasama.
Sama-sama
Sayang rasanya melewatkan momen hadirnya siniar-siniar buku, terutama di Spotify. Itu menjadi momen yang tepat untuk mendorong orang-orang melek literasi, sekaligus menikmati baca buku. Aditya dan kawan-kawan membuat kampanye ulasan buku bersama-sama supaya orang-orang tahu kalau ada siniar khusus buku. Di sisi lain, kolaborasi itu agar setidaknya setiap pekan ada 2-3 ulasan buku.
Kerja sama tersebut melibatkan Podluck Podcast, Podcast Kepo Buku, Podcast Mari Pada Baca, dan Podcast Sahabat Buku. Mereka mengulas buku-buku dari beragam jenis supaya menarik pembaca. Contohnya buku Kepunahan Keenam (The Six Extinction) karya Elizabeth Kolbert, pemenang hadiah Pulitzer. Setelah lima fase kepunahan massal yang pernah melanda bumi, peneliti menganggap bahwa bumi tengah menghadapi fase keenam yang disebabkan manusia.
Aktivitas siniar itu juga melahirkan kerja sama dengan Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Kerja sama yang semakin menggaungkan semangat literasi. Bukan tanpa alasan. Indeks aktivitas literasi membaca di 34 provinsi pada 2018 berada dalam kategori aktivitas literasi rendah, yakni 37,32. Indeks tersebut tersusun dari dimensi kecakapan 75,92, dimensi akses 23,09, dimensi alternatif 40,49, dan dimensi budaya 28,50.
Data yang dikeluarkan Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada April 2019 itu memberikan gambaran perlunya upaya serius agar akses terhadap bahan literasi di sekolah dan perpustakaan dapat lebih ditingkatkan.
Dari 34 provinsi, sembilan provinsi masuk dalam kategori aktivitas literasi sedang (40,01–60), 24 provinsi masuk kategori rendah (20,01–40), dan satu provinsi masuk kategori sangat rendah (0-20). Bahkan, tiga provinsi dengan indeks tertinggi, yaitu DKI Jakarta (58,16), Yogyakarta (56,20), dan Kepulauan Riau (54,76) belum mampu mencapai angka 60 untuk kategori tinggi.
Oleh FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
Editor: ANDY RIZA HIDAYAT
Sumber: Kompas, 5 Agustus 2020