Multidisiplin Ilmu Bermanfaat bagi Pelestarian Tradisi Lisan

- Editor

Sabtu, 25 Juli 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Multidisiplin ilmu pengetahuan bisa dipakai untuk meneliti dan membantu menjaga tradisi lisan yang saat ini mulai ditinggalkan. Sentuhan berbagai bidang keilmuan akan ”menyegarkan” tradisi lisan tersebut.

KOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI—Pertunjukan seni lipet gandes dalam acara Betawi Bersastra di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Rabu (7/8/2019).

Tradisi lisan merupakan obyek penelitian yang terbuka bagi multidisiplin ilmu pengetahuan. Berbagai bidang ilmu yang mengeroyok topik kebudayaan ini akan memperluas cara pandang serta memberi informasi yang menyegarkan bagi upaya pelestariannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ketua Asosiasi Tradisi Lisan Daerah Istimewa Yogyakarta Heddhy Shri Ahimsa-Putra dalam sesi lokakarya daring ”Kajian Tradisi Lisan”, Kamis (23/7/2020), di Jakarta mengatakan, kajian penelitian multidisiplin akan bermanfaat untuk menghasilkan pandangan holistik dan komprehensif mengenai tradisi lisan dari budaya suatu masyarakat tertentu.

Sebagai contoh, Halaehili dalam masyarakat Sentani, Papua, yang merupakan nyanyian duka. Ini biasa dinyanyikan warga setempat saat ada warga yang meninggal.

”Ketika dibedah, lirik nyanyian mengisahkan tentang pemikiran perempuan, makna kampung, dan moyang bagi warga Sentani. Maka, alangkah menarik tradisi lisan Halaehili ditelaah lebih mendalam menggunakan multidisiplin ilmu pengetahuan, seperti antropologi dan sosiologi,” ujarnya.

Heddhy menyampaikan, salah satu tantangan meneliti tradisi lisan adalah pengumpulan data. Peneliti harus menguasai bahasa lokal sehingga mudah masuk ke lingkup dan konteks pelaku budaya. Sensitivitas yang tinggi memicu penggalian data lebih aktif.

Tradisi lisan yang akan punah tetap perlu diteliti sehingga khazanah pengetahuan yang terkandung tidak hilang. Meski demikian, pewarisan konten tradisi lisan dari satu generasi ke berikutnya tidak bisa dipastikan sama. Konten yang hilang seperti ini tidak bisa dihindari.

”Sebagai fenomena terbuka, tradisi lisan bisa diteliti multidisiplin ilmu pengetahuan. Seberapa dalam pendekatan seperti itu dipakai akan sangat tergantung kebutuhan peneliti. Hal yang harus diperhatikan adalah selalu menampilkan ’ke-lisan-an’ dari tradisi lisan,” katanya.

Ketua Asosiasi Tradisi Lisan Jawa Barat Ruhaliah menyampaikan, penelitian mengenai tradisi lisan terus berjalan. Akan tetapi, terkadang disiplin ilmu pengetahuan yang dipakai berjalan sendiri-sendiri.

Di Jawa Barat, misalnya, terdapat dongeng Sangkuriang atau Tangkuban Parahu. Ketika dongeng hanya disajikan sebagai cerita, menurut dia, manfaatnya mungkin tidak banyak.

Akan tetapi, ketika dongeng itu diteliti dari segi farmasi, ada bagian kisah Dayang Sumbi awet muda karena makan bongborosan/tunas tanaman berumbi. Cerita rakyat ini pun membawa dampak positif lanjutan, yaitu memberikan informasi bahwa bongborosan mengandung zat anti penuaan dini. Penelitian ini dilakukan di Korea Selatan.

Ruhaliah memandang ada sejumlah tantangan pelestarian tradisi lisan saat ini. Pertama, kurangnya minat generasi muda menggunakan, mewarisi, dan peduli melalui penelitian. Mereka lebih suka teknologi karena tradisi dianggap kuno.

Kedua, tempat melaksanakan tradisi semakin tidak ada karena sekarang sangat jarang rumah yang memiliki pekarangan. Padahal, pekarangan rumah merupakan salah satu tempat untuk pewarisan tradisi.

Ketiga, fungsi rumah sekarang umumnya hanya tempat istirahat sehingga berpotensi melunturkan tradisi mendongeng, permainan anak, dan bentuk tradisi lisan lainnya. ”Tradisi lisan yang berkaitan dengan masakan semakin menghilang. Misalnya, karena ada katering, pewarisan kuliner kepada anak dan saudara jadi menghilang,” ujarnya.

Tantangan lainnya adalah pengaruh agama terhadap budaya dan tradisi. Lalu, kehidupan manusia modern yang sering kali dikejar rutinitas dan target pekerjaan sehingga waktu untuk mewariskan tradisi lisan berkurang.

Dosen Arsitektur di Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Kemas Kurniawan, menceritakan, arsitektur Nusantara juga turut berkembang karena tradisi lisan. Arsitektur Nusantara menggunakan bahasa visual. Namun, arsitektur seperti ini oleh para pelaku arsitektur Barat umumnya malah dimarjinalkan.

”Tradisi arsitektur di Tanah Air adalah sesuatu yang diturunkan mulai dari pengetahuan sampai keahlian membangun,” ujarnya.

Kemas mencontohkan struktur kayu pada bangunan arsitektur Nusantara biasa dirakit atau disambung. Masyarakat tradisi mengenal ada papan laki dan papan bini untuk merakit struktur.

Oleh MEDIANA

Editor: ICHWAN SUSANTO

Sumber: Kompas, 24 Juli 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB