Kadar Vitamin D Berkaitan dengan Kematian Akibat Covid-19

- Editor

Rabu, 13 Mei 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kekurangan vitamin D yang parah berkolerasi kuat dengan kematian akibat Covid-19 di berbagai negara. Riset lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui dosis Vitamin D yang tepat demi mencegah komplikasi penyakit tersebut.
Asupan vitamin D terbukti berkhasiat bagi kesehatan kita. Studi data global terbaru menunjukkan korelasi kuat antara kekurangan asupan vitamin D yang parah dengan tingkat kematian akibat Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona SARS-CoV-2.

Dalam studi yang dipimpin Northwestern University, tim peneliti melaksanakan analisis statistik data dari rumah sakit dan klinik di China, Prancis, Jerman, Italia, Iran, Korea Selatan, Spanyol, Swiss, Inggris, dan Amerika Serikat. Hasil studi itu tersedia di medRxiv, server pracetak untuk ilmu kesehatan.

Hasil studi itu menyebutkan, pasien dari negara-negara dengan tingkat kematian Covid-19 yang tinggi seperti Italia, Spanyol, dan Inggris, memiliki tingkat vitamin D lebih rendah dibandingkan dengan pasien di negara-negara yang tidak terkena dampak parah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Namun penggunaan vitamin D mesti hati-hati dan tidak memakai dosis berlebihan agar tak memicu efek negatif. “Kita tak perlu mendorong konsumsi vitamin D pada semua orang,” kata Vadim Backman dari Northwestern, yang memimpin riset ini, kepada Sciencedaily, Kamis (7/5/2020).

Backman dan tim memeriksa kadar vitamin D setelah mengetahui perbedaan tingkat kematian Covid-19 antarnegara yang tak bisa dijelaskan. Beberapa pihak berhipotesis itu disebabkan beda mutu layanan kesehatan, distribusi usia dalam populasi, tingkat pengujian atau jenis virus korona berbeda.

Namun Backman meragukan itu. “Tidak satu pun dari faktor-faktor ini yang tampaknya memainkan peran penting. Sistem perawatan kesehatan di Italia utara merupakan salah satu yang terbaik di dunia. Perbedaan mortalitas ada bahkan jika seseorang melihat pada kelompok umur sama,” ungkapnya.

Sementara itu, perbedaan angka kematian tetap ada pada negara atau populasi dengan skala pengujian spesimen terkati Covid-19 bervariasi maupun serupa. “Sebaliknya, kami melihat korelasi signifikan dengan kekurangan vitamin D,” katanya dalam situs medRxiv, Kamis (30/4/2020).

Badai Sitoksin
Dengan menganalisis data pasien yang tersedia bagi publik dari seluruh dunia, Backman dan timnya menemukan korelasi kuat antara kadar vitamin D dan badai sitokin, kondisi hiperinflamasi akibat sistem kekebalan tubuh terlalu aktif serta korelasi kekurangan vitamin D dan tingkat kematian.

“Badai sitokin merusak paru-paru dan memicu sindrom gangguan pernapasan akut serta kematian,” kata Ali Daneshkhah, penulis utama makalah itu. Mayoritas pasien Covid-19 meninggal karena badai sitokin, bukan disebabkan penghancuran paru-paru oleh virus korona baru.

Hal itu membuat Backman dan tim meyakini vitamin D tidak hanya meningkatkan sistem kekebalan tubuh bawaan, tetapi juga mencegah sistem kekebalan tubuh kita jadi terlalu aktif. Ini berarti memiliki kadar vitamin D yang sehat dapat melindungi pasien dari komplikasi parah, termasuk kematian akibat Covid-19.

“Analisis kami menunjukkan kadar vitamin D yang bagus bisa menekan angka kematian,” kata Backman. Jadi asupan vitamin D tidak mencegah pasien dari tertular virus korona baru, tetapi dapat mengurangi komplikasi dan mencegah kematian mereka yang terinfeksi.

Korelasi ini membantu menjelaskan banyak misteri sekitar Covid-19 seperti mengapa anak-anak lebih kecil kemungkinan meninggal. Anak-anak belum memiliki sistem kekebalan tubuh yang dikembangkan dan bereaksi berlebihan. “Anak-anak mengandalkan sistem kekebalan tubuh bawaan,” kata Backman.

” Ini perlu riset lebih lanjut tentang cara paling efektif penggunaan vitamin D untuk melindungi pasien dari komplikasi Covid-19,” ujar Backman, Direktur Northwestern’s Center for Physical Genomics and Engineering dan Associate Director Riset Teknologi dan Infrastruktur di Roberth H Lurie Comprehensive Cancer Center di Northwestern University.

“Sulit mengetahui dosis paling bermanfaat untuk Covid-19. Namun yang jelas, kekurangan vitamin D berbahaya dan mudah diatasi dengan suplemen. Ini kunci lain untuk membantu melindungi populasi yang rentan, seperti pasien lanjut usia yang memiliki kadar vitamin D rendah,’ ungkapnya.

Sumber Vitamin D
Vitamin D merupakan senyawa yang larut dalam lemak serta merupakan prohormon, atau prekursor hormon sehingga tubuh dapat menghasilkan vitamin D. Dalam artikel yang ditulis ahli kesehatan, Debra Sullivan, di medicalnewstoday disebutkan, vitamin D memiliki banyak peran dalam tubuh.

Selama ini vitamin D dikenal berperan menjaga kadar kalsium di tulang kita agar terhindar dari risiko degenerasi tulang. Para peneliti secara bertahap menyatukan fungsi vitamin dalam sistem kekebalan tubuh dan mencatat kaitannya dengan kondisi autoimun.

Selain menjaga kesehatan tulang dan gigi, vitamin D mendukung sistem kekebalan tubuh, otak, dan saraf, mengatur kadar insulin, dan mendukung fungsi paru-paru serta kesehatan jantung. Vitamin D juga turut membantu mengatur kadar insulin dan mendukung manajemen diabetes.

Paparan sinar matahari yang cukup merupakan cara terbaik untuk membantu tubuh menghasilkan cukup vitamin D. Adapun sumber makanan yang mengandung vitamin D meliputi antara lain, ikan berlemak seperti salmon dan tuna, kuning telur, keju, hati sapi, jamur, susu, dan sereal.

Pada tahun 2017, peneliti medis Mark J Bolland dari University of Auckland di Selandia Baru dan Alison Avenell dari University of Aberdeen di Inggris berpendapat perlu kehati-hatian menafsirkan studi. “Suplementasi vitamin D memicu perdebatan hangat tentang suplementasi,” tulis mereka.

Sejauh ini, belum ada cara mengubah data statistik jadi rekomendasi tepat sesuai kebutuhan individu. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun ragu-ragu memakai riset sebelumnya sebagai dasar rekomendasi spesifik. “Studi data statistik butuh uji coba terkontrol acak,” tulis Bolland dan Avenell.

Di tengah pandemi Covid-19 yang menimbulkan banyak korban jiwa di berbagai negara, kemajuan sains terasa sangat lambat. Meski demikian, hasil studi untuk menyembuhkan dan mencegah komplikasi pada pasien akibat Covid-19 layak dinantikan.

Oleh EVY RACHMAWATI

Editor EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 12 Mei 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 0 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB