Inovasi Darurat Covid-19

- Editor

Selasa, 12 Mei 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Percepatan inovasi dalam rangka darurat Covid-19 akan berhasil jika semua pemangku kepentingan mempunyai kepentingan yang sama, yaitu menyelamatkan nyawa manusia di mana pun mereka berada.

Pandemi Covid-19 menyebabkan rapuhnya kolaborasi antarnegara karena setiap negara harus memastikan kecukupan sumber dayanya mengatasi wabah virus tersebut, baik dalam tahap pencegahan, deteksi, perawatan, pengobatan, maupun pasca-pengobatan.

Tingginya jumlah orang yang terinfeksi Covid-19 mengakibatkan terjadi kelangkaan sumber daya, antara lain alat uji (test kit), alat pelindung diri (APD), ventilator, obat, dan vaksin. Kecepatan penularan virus belum dapat diimbangi oleh kecepatan penyiapan sumber daya untuk penanganannya sehingga korban semakin banyak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Penyiapan vaksin memerlukan proses yang sangat panjang dan kompleks karena harus memenuhi ketentuan baku yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Penyiapan obat juga memerlukan cukup waktu untuk uji klinis dan persetujuan otoritas kesehatan, yaitu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan, sebelum diterapkan kepada pasien.

Penyiapan alat uji, APD, dan ventilator juga memerlukan waktu yang tidak sedikit untuk memperoleh persetujuan Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) sebelum diproduksi massal.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO—Akbar dari UMKM Agusta Dryer menunjukkan cara kerja ventilator sederhana yang masih berupa prototipe di bengkel kerajnya di kawasan di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, selasa (14/4/2020). UMKM Agusta Dryer berhasil membuat prototipe ventilator hasil belajar secara daring dari Forum OxyGEN2 #hope yang berpusat di Kota Barcelona, Spanyol.

Negara maju mempunyai sumber daya yang memadai untuk mengatasi pandemi ini karena kemampuannya untuk melakukan inovasi secara cepat. Sebaliknya, negara berkembang masih bergantung pada negara maju, baik dalam hal kemampuan maupun ketersediaan sumber daya.

Untuk pembuatan vaksin di Indonesia, diperlukan sejumlah peralatan laboratorium canggih yang harus diimpor dari luar negeri. Untuk pembuatan alat uji, diperlukan reagen yang harus diimpor; untuk pembuatan obat, diperlukan bahan baku yang harus diimpor; untuk pembuatan APD, diperlukan lapisan antivirus yang harus diimpor; dan untuk pembuatan ventilator, diperlukan beberapa komponen, seperti motor listrik searah dan regulator udara yang harus diimpor.

Negara maju belum dapat memenuhi kebutuhan Indonesia tersebut karena mereka juga sangat membutuhkan untuk keperluan rakyatnya.

Percepatan inovasi
Covid-19 adalah virus baru yang belum pernah terbayangkan sebelumnya. Pengetahuan tentang virus ini sedang didalami terus-menerus oleh para peneliti. Pada saat yang bersamaan berbagai upaya untuk mendeteksi, mencegah penularan, mengobati, dan merawat pasien dilakukan dengan keterbatasan pengetahuan yang ada yang harus selalu dimutakhirkan dengan temuan terbaru. Penelitian tentang virus membutuhkan waktu dan proses yang panjang sesuai dengan kaidah ilmiah yang hakiki.

Kebenaran ilmiah adalah mutlak sifatnya dalam meneliti. Para peraih Nobel umumnya membutuhkan waktu minimal 10 tahun untuk meneliti sebuah topik secara terus-menerus tanpa terputus.

Dalam hal darurat Covid-19, tidak mungkin menunggu 10 tahun untuk menemukan vaksinnya, harus ada upaya percepatan melalui terobosan ilmiah yang dilakukan secara simultan kolaboratif oleh para peneliti di negara-negara terpapar Covid-19. Akses mahadata (big data) dan peralatan laboratorium canggih, termasuk superkomputer, dapat diperoleh para peneliti dari seluruh dunia sehingga mempercepat perolehan vaksin.

Pembuatan obat harus dipercepat dengan memanfaatkan bahan baku lokal dan uji klinisnya dilakukan bersama antara produser, dokter, dan personel BPOM sehingga diperoleh obat yang diperlukan. Karena menggunakan bahan baku lokal, ada kemungkinan diperoleh formula obat baru yang belum tercatat di BPOM. Namun, karena proses uji klinisnya dilakukan bersama dan berhasil, BPOM dapat menyetujui penggunaan obat tersebut.

Dengan demikian, terjadi percepatan dalam hal pembuatan obat baru, tidak ada birokrasi dalam proses uji klinis dan pengambil keputusan bukan hanya BPOM, melainkan kolektif.

Pembuatan alat uji, APD, dan ventilator harus dipercepat dengan memanfaatkan bahan baku lokal dan komponen lokal serta diproduksi oleh industri lokal, baik BUMN maupun swasta. Idealnya, BUMN dan industri swasta bersinergi kolaboratif untuk menghasilkan produk nasional. Pembuatan perangkat tersebut harus diawali dengan proses rancang bangun (design and development) karena perangkat tersebut belum pernah diproduksi di Indonesia.

Setelah proses rancang bangun selesai, dilanjutkan dengan uji kelayakan prototipe. Jika prototipe dianggap layak oleh BPFK, hal itu dapat dilanjutkan dengan produksi massal. Karena perangkat tersebut belum pernah diproduksi di Indonesia, BPFK belum mempunyai standar kelayakan produk tersebut sehingga sulit bagi BPFK untuk memberikan persetujuan.

DOK. PT ASTRA INTERNATIONAL TBK–Chief of Corporate Human Capital Development Astra Aloysius Budi Santoso (kiri) dan Direktur PT United Tractors Tbk Edhie Sarwono (kanan) berbincang bersama Wakil Kepala RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto Brigjen TNI Albertus Budi Sulistya (kedua kiri) dan Koordinator Penerimaan Bantuan untuk RSPAD Gatot Soebroto Kolonel Ckm Dr. Agus Yunianto (kedua kanan) pada acara penyerahan 15 ventilator untuk RSPAD Gatot Soebroto di Jakarta, Senin (27/4/2020).

Untuk mengatasi kendala tersebut, proses uji kelayakan prototipe dilakukan bersama antara perancang, calon fabrikan, dokter, personel rumah sakit, dan personel BPFK sehingga dihasilkan prototipe yang memenuhi standar kelayakan secara kolektif.

Percepatan inovasi dalam rangka darurat Covid-19 akan berhasil jika semua pemangku kepentingan mempunyai kepentingan yang sama, yaitu menyelamatkan nyawa manusia di mana pun mereka berada. Dengan demikian, hasil riset dan invensi harus dijadikan public domain, tidak dijadikan hak paten atau hak kekayaan intelektual, sehingga dapat dimanfaatkan segera oleh mereka yang memerlukan untuk mengatasi Covid-19.

Kecepatan proses inovasi dapat dicapai melalui debirokratisasi proses persetujuan atau pengesahan, dan salah satu pendekatan yang dapat ditempuh adalah regulatory sandbox.

(Satryo Soemantri Brodjonegoro Ketua AIPI; Wakil Ketua KKI; Penasihat Khusus Menko Kemaritiman dan Investasi)

Sumber: Kompas, 12 Mei 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Gelombang Radio
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:15 WIB

Empat Tahap Transformasi

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:13 WIB

Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom

Rabu, 23 Maret 2022 - 08:48 WIB

Gelar Sarjana

Minggu, 13 Maret 2022 - 17:24 WIB

Gelombang Radio

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB