dunia perbukuan; Cuma 3,8 Persen Buku yang Dibaca Tuntas

- Editor

Minggu, 1 Desember 2013

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dari jutaan buku yang diproduksi penerbit dan dibeli masyarakat, cuma sekitar 3,8 persen yang tuntas dibaca. Kondisi itu pun terjadi di Amerika Serikat, yang minat membacanya tinggi. Di Indonesia, dari ribuan buku yang dibeli, bisa jadi 1 persen saja yang tuntas dibaca.

Angka mencengangkan itu disampaikan panelis buku dan konsultan sumber daya manusia, Rene Suhardono, dalam pertemuan Penerbit Buku Kompas (PBK) dengan penulis dan editor di gedung Kompas Gramedia, Jakarta, Jumat (29/11). Pertemuan itu juga diisi tukar pengalaman dengan pembicara, selain Rene, yaitu penulis buku Margareta Astaman serta penulis dan editor buku Pepih Nugraha.

Oleh karena itu, Rene mengingatkan, seorang penulis buku tak hanya menghasilkan buku, tetapi juga harus mendorong agar masyarakat membeli, mendapatkan, dan membaca bukunya ataupun buku yang lain. Promosi itu bisa dilakukan lewat berbagai media, termasuk media sosial.

”Bahkan, tahun 2011 penjualan buku melalui media online untuk pertama kalinya lebih banyak daripada melalui toko buku,” ujarnya lagi. Menurut Rene, buku tak lebih dari brosur dari penulisnya sehingga memerlukan kerja keras agar diterima masyarakat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Margareta menambahkan, pada masa lalu tak semua orang bisa menjadi penulis buku atau media massa karena aksesnya terbatas. Namun, dengan perkembangan teknologi, siapa pun bisa menjadi penulis buku saat ini. Bahasa dan materi yang dituliskan lebih bebas. Menulis pun menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

Pepih mengatakan, penerbit perlu mendekati mereka yang biasa menulis di media sosial. Mereka harus dirangkul sebab amat mungkin di antara mereka memiliki potensi yang belum ditemukan penerbit. (tra)

Sumber: Kompas, 30 November 2013

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB