Indonesia memasuki fase kritis pandemi penyakit yang disebabkan virus korona baru atau Covid-19. Hal itu ditandai dengan lonjakan jumlah kasus dan tingginya angka kematian karena penyakit itu.
Indonesia saat ini memasuki fase kritis dalam penanggulangan pandemi Covid-19 yang disebabkan virus korona baru. Kegagalan mencegah meluasnya sebaran infeksi bakal memicu ledakan kasus sehingga kian sulit dikendalikan. Demikian halnya, keterlambatan penanganan pasien akan meningkatkan angka kematian.
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Suasana Jalan MH Thamrin, Jakarta, lengang pada hari Minggu (15/3/2020). Pemerintah DKI Jakarta membatalkan hari bebas kendaraan bermotor atau car free day (CFD) untuk menurunkan risiko penularan virus korona baru.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Data dari Kementerian Kesehatan, hingga Minggu (15/3/2020), mencatat, sebanyak 117 orang dinyatakan positif, 5 orang meninggal, dan 8 pasien dinyatakan sembuh. Dengan data ini, angka kematian sementara dari infeksi Covid-19 di Indonesia sebesar 3,8 persen. Angka kematian ini akan berubah jika ada peningkatan penapisan atau pemeriksaan.
Angka kematian pasien korona di Indonesia ini termasuk yang tertinggi di Asia Tenggara dibandingkan negara lain yang lebih dulu melaporkan adanya kasus infeksi. Misalnya Malaysia telah memiliki 428 kasus positif, tetapi tidak ada korban jiwa.
Singapura sebanyak 212 kasus juga tanpa korban jiwa, demikian halnya Vietnam 53 kasus tanpa korban jiwa. Thailand yang memiliki 114 kasus, hanya 1 korban jiwa. Indonesia hanya lebih baik dibandingkan Filipina yang memiliki 140 kasus dengan 11 korban jiwa.
Ahli epidemologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengatakan, tingginya angka kematian pasien korona di Indonesia ini bisa merefleksikan keterlambatan mendiagnosis dan mengobati penyakit ini secara tepat. ”Angka kematian ini bisa lebih tinggi kalau ada kematian yang hasil laboratoriumnya meragukan sehingga dianggap bukan kematian karena korona,” katanya.
Pandu mencontohkan, kematian pasien di Semarang, Jawa Tengah, pada Februari dan Cianjur, Jawa Barat, awal Maret ini patut dicurigai disebabkan korona. ”Dalam situasi statistik kematian yang amburadul, bisa saja kita anggap semua kematian pasien suspek disebabkan korona,” katanya.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, pada hari Minggu, telah mengakui pasien asal Bekasi yang meninggal di Cianjur pada 3 Maret 2020 sebagai positif korona. Sebelumnya, Yuri menyatakan, pasien negatif dan setelah diperiksa ulang akhirnya diketahui positif. Pasien meninggal sebelum hasil tes keluar.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO–Relawan dari sejumlah organisasi menyemprotkan disinfektan di sejumlah fasilitas umum di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Minggu (15/3/2020). Penyemprotan disinfektan, seperti pada kursi, tiang listrik, tempat sampah, dan jembatan penyeberangan orang, ini sebagai upaya dan antisipasi penyebaran virus korona baru atau Covid-19 di tempat-tempat umum. Penyemprotan dilakukan di sepanjang jalan dari Kawasan Kota Tua hingga Patung Kuda di Kawasan Monumen Nasional.
Penapisan masif
Pandu mengatakan, tingginya angka kematian di Indonesia saat ini bisa juga disebabkan kurangnya penapisan. ”Karena orang yang belum terdeteksi juga banyak, angka kematian sementara juga bisa tinggi,” ujarnya.
Oleh karena itu, dia menyarankan dilakukan penapisan besar-besaran di Indonesia, dengan melibatkan banyak laboratorium karena kondisi saat ini sudah kritis. ”Pemerintah daerah harusnya bisa ambil alih untuk layanan tes, tidak perlu izin lagi ke Kemenkes. Otoritas tunggal laboratorium Kemenkes hanya bersifat rujukan dan membina secara teknis. Bukan untuk monopoli layanan tes seperti selama ini. Karena itu akan memperlambat layanan,” ungkapnya.
Di lapangan, kekacauan dalam pemeriksaan dan penanganan pasien yang berpotensi terinfeksi masih terjadi. Sejumlah orang, termasuk jurnalis, yang memiliki riwayat kontak dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi belum diperiksa sekalipun sudah datang ke rumah sakit rujukan. Sebagian lagi yang sudah diperiksa dipulangkan untuk isolasi mandiri sebelum keluar hasil tes pemeriksaannya dengan alasan kapasitas ruang isolasi yang terbatas.
”Teman-teman yang belum diperiksa terutama yang datang ke Rumah Sakit Persahabatan. Padahal, sebagian mengeluh ada gejala sakit. Saya diperiksa di Rumah Sakit Sulianti Saroso, tetapi diminta pulang sebelum ada hasil karena alasannya kapasitas ruang isolasi terbatas. Diminta isolasi mandiri, saat ini masih radang, walaupun demam sudah turun,” kata salah seorang jurnalis yang memiliki riwayat kontak denga Menteri Perhubungan.
Padahal, menurut panduan yang dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), semua orang yang memiliki riwayat kontak dan memiliki gejala sakit harusnya diperiksa. Selama pemeriksaan, pasien seharusnya diisolasi.
KOMPAS/VIDELIS JEMALI–Seorang pasien menjalani prosedur pemeriksaan awal di Ruang Isolasi RSU Anatapura, Kota Palu, Sulteng, Rabu (4/3/2020), dalam simulasi penanganan pasien terkait Covid-19.
Data dari Worldometers yang dikumpulkan dari beragam sumber menyebutkan, upaya penapisan oleh tiap negara berbeda-beda. Sebagian negara sangat progresif melakukan penapisan, seperti Korea Selatan telah memeriksa 210.144 orang atau sekitar 4.099 per satu juta penduduk. Malaysia memeriksa 3.132 orang atau sekitar 97 orang per satu juta penduduk. Jepang memeriksa 9.600 orang atau 76 per satu juta penduduk.
Sejauh ini, Indonesia baru memeriksa 1.293 orang. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang jauh lebih besar dibandingkan negara-negara ini, jumlah orang yang diperiksa harusnya lebih banyak. ”Tanpa tes yang luas dan masif, sulit akhiri pandemik ini,” kata Pandu.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan, pemeriksaan akan lebih digalakkan. ”Akan melibatkan lembaga-lembaga lain,” ujarnya.
Selain itu, dia berjanji akan memperbanyak rumah sakit, baik negeri maupun swasta, agar bersiap menangani pasien korona. Namun, Doni belum merinci berapa penambahan kapasitas yang akan dilakukan. Alasannya, saat ini hal itu masih dikoordinasikan.
Seperti tertuang dalam Keputusan Presiden RI Nomor 7 Tahun 2020 yang ditetapkan pada 13 Maret 2020, gugus tugas ini memiliki lima tujuan. Pertama, meningkatkan ketahanan nasional di bidang kesehatan. Kedua, mempercepat penanganan virus korona melalui sinergi antarkementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
Ketiga, meningkatkan antisipasi perkembangan eskalasi penyebaran Covid-19. Keempat, meningkatkan sinergi pengambilan kebijakan operasional. Kelima, meningkatkan kesiapan dan kemampuan dalam mencegah, mendeteksi, dan merespons terhadap Covid-19.
”Masyarakat untuk sementara ini agar menghentikan kegiatan di luar rumah agar tidak mudah tertular sambil menunggu perkembangan,” kata Doni.
Pandu mengingatkan agar masyarakat disiplin dalam melakukan karantina mandiri, termasuk tidak datang atau pulang ke orangtua yang lebih berisiko terpapar dampak korona baru ini.
AP PHOTO/ ANDREW MEDICHINI–Relawan memberikan sebotol susu kepada Lamberto Paolucci (88) di Roma, Italia, Senin (9/3/2020). Selain bahan makanan, relawan juga membantu menyediakan obat-obatan setelah pihak berwenang meminta orangtua tetap tinggal di rumah. Imbauan itu diambil setelah Italia memberlakukan karantina bagi warga di sejumlah kota.
Karantina
Kajian yang dilakukan Zunyou Wu dan Jennifer M McGoogan dari Chinese Center for Disease Control and Prevention di jurnal JAMA pada 24 Februari 2020 lalu menyebutkan pentingnya penutupan kota-kota di China dalam mengendalikan pandemi.
Pemerintah China menutup Kota Wuhan pada tanggal 23 Januari saat kasus diagnosis berada pada angka 400 per hari. Namun, angka kasus aktual diperkirakan 2.500 per hari. Kajian ini menunjukkan, angka kasus infeksi bisa lebih dari enam kali lipat dibandingkan yang terdeteksi.
Mereka kemudian menutup 15 kota lainnya pada hari berikutnya, yang jumlah kasus diagnosisnya berada pada angka sekitar 600 per hari. Sementara angka kasus aktualnya diperkirakan 2.700 per hari.
Kajian ini juga menemukan, kasus aktual tumbuh secara eksponensial dari Desember 2019 hingga tanggal 23 Februari. Meski demikian, kasus aktual menurun secara gradual, saat adanya pembatasan gerak sosial, seperti diliburkannya sekolah dan perkantoran, dibatalkannya acara kumpul-kumpul, dan membangun jarak sosial.
Selain itu, angka kasus kematian yang semula hingga belasan persen di Kota Wuhan kemudian menurun dengan penanganan penyakit yang cepat dan sistem yang sangat baik.
Oleh AHMAD ARIF
Editor EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 16 Maret 2020