90 Tahun di Museum, Ternyata Spesies Baru Buaya

- Editor

Jumat, 27 September 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilmuwan di Amerika Serikat mengumumkan spesies baru buaya Papua. Spesies baru ini dinamai ”Crocodylus halli” untuk menghormati peneliti pertamanya, Philip Hall.

Ilmuwan di Amerika Serikat mengumumkan spesies baru buaya. Spesies baru ini ditemukan setelah peneliti mempelajari 51 tengkorak buaya Papua Crocodylus novaeguineae. Dari ke-51 tengkorak itu, ternyata ada yang bentuk tengkoraknya berbeda. Setelah dicocokkan dengan buaya hidup, spesies buaya baru itu dinamakan Crocodylus halli.

DOK/MURRAY CM, ET AL (JURNAL CAPOEIA, 25 SEPTEMBER 2019)AL–Buaya Crocodylus halli yang hidup di Taman Zoologi Buaya Santo Agustinus, Florida, Amerika Serikat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Spesies baru buaya itu diumumkan dalam laporan penelitian berjudul ”Morfologi yang Berbeda di Antara Populasi Buaya Papua, Crocodylus novaeguineae (Schmidt, 1928): Diagnosis dari Silsilah Independen dan Deskripsi Spesies Baru”. Penelitian dimuat dalam jurnal Copeia edisi 25 September 2019, yang juga dipublikasikan Science Daily.

Penelitian dilakukan oleh Christopher M Murray dari Departemen Biologi, Universitas Teknologi Tennessee; Peter Russo dan Alexander Zorrilla dari Pusat Ilmu Kesehatan, Universitas Negeri Louisiana; serta Caleb D McMahan dari Museum Sejarah Alam Field, Chicago, AS.

Buaya papua (Crocodylus novaeguineae) adalah spesies buaya air tawar endemik di Papua Niugini dan Papua/Papua Barat di Indonesia. Crocodylus novaeguineae hidup di belahan utara dan selatan. Seperti kebanyakan buaya, Crocodylus novaeguineae mendiami berbagai rawa berumput dan berhutan di daerah air tawar dataran rendah dan telah mempertahankan signifikansi budaya dan ekonomi di wilayah tersebut selama berabad-abad.

Spesies Crocodylus novaeguineae secara resmi dideskripsikan pada 1928 oleh Schmidt, tetapi sejak itu para peneliti bertanya-tanya apakah pulau itu benar-benar rumah bagi dua spesies terpisah, satu di utara dan satu di selatan.

ANTARA/OLHA MULALINDA–Warga melihat ratusan bangkai buaya yang tidak diketahui jenisnya setelah dibantai warga setempat di Kabupaten Sorong, Papua Barat, Sabtu (14/7/2018). Tindakan yang disayangkan karena Papua merupakan habitat endemik berbagai spesies buaya.

Tim ilmuwan memulai proyek ini setelah mendengar ceramah pada 2014 yang meminta bantuan penyelidikan yang belum selesai terhadap buaya-buaya ini yang telah diluncurkan oleh ilmuwan lain yang penasaran, Philip Hall. Hall, seorang peneliti Universitas Florida yang meninggal sebelum pekerjaannya dapat mendiagnosis perbedaan antara buaya-buaya ini, telah melihat perbedaan kunci dalam cara dua kelompok sarang dan pasangan buaya.

Tim peneliti mempelajari tengkorak dari 51 spesimen Crocodylus novaeguineae dari Museum Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Louisiana, Museum Sejarah Alam Florida, Museum Sejarah Alam Field, Museum Sejarah Alam Amerika, Museum Zoologi Komparatif di Universitas Harvard, Museum Queensland, dan Museum Nasional Sejarah Alam Smithsonian.

Peneliti memotret permukaan bagian atas dan bawah dari masing-masing tengkorak. Foto diambil dengan kamera digital Panasonic Lumix atau Nikon D80.

”Ada spesies baru di luar sana, tetapi banyak dari mereka yang duduk di laci dan lemari di museum, serta hanya butuh waktu untuk melihat mereka dan mencari tahu,” kata McMahan, seperti dikutip Science Daily.

Hasilnya, bentuk tulang Crocodylus novaeguineae dari utara dan selatan berbeda. Karena perbedaan bentuk tulang kepala, Crocodylus novaeguineae yang berasal dari selatan dinamai Crocodylus halli. Nama diambil dari Philip Hall, peneliti yang pertama berupaya mencari perbedaannya.

Crocodylus halli mudah dipisahkan dari Crocodylus novaeguineae berdasarkan pada tulang frontal atau tulang bagian depan yang lebih panjang. Tulang frontal Crocodylus novaeguineae lebih pendek. Tulang maksila atau rahang dan tulang hidung Crocodylus halli lebih pendek dibandingkan Crocodylus novaeguineae. Tulang postorbital dan squamosal Crocodylus halli panjang dan lebar, sedangkan Crocodylus novaeguineae pendek dan sempit. Tulang palatine pterygoid Crocodylus halli lebih luas yang memanjang ke belakang, sedangkan Crocodylus novaeguineae lebih sempit dan ke tengah. Selain itu, Crocodylus halli memiliki tidak lebih dari empat tameng post-oksipital yang tidak bersebelahan, dibandingkan empat hingga enam tameng post-oksipital yang bersebelahan di Crocodylus novaeguineae.

Penamaan buaya menjadi mudah bagi para peneliti yang ingin menghormati ilmuwan yang memulai penyelidikan pada buaya ini, yaitu Philip Hall. ”Saya telah membaca karya Phillip Hall sejak awal karier saya di dunia akademis, pada tahun pertama saya sebagai mahasiswa master. Jadi, membantu berkontribusi pada pekerjaannya adalah bermakna,” kata Murray.

KOMPAS–Pengunjung menyaksikan buaya yang tidak diketahui jenisnya di penangkaran buaya Asam Kumbang, Medan, Sumatara Utara, Sabtu (26/12/2015). Indonesia adalah habitat endemik berbagai jenis buaya.

Setelah analisis ekstensif dari tengkorak, tim mengakhiri penelitian mereka dengan mengunjungi Taman Zoologi Buaya Santo Agustinus di Florida. Mereka ingin melihat apakah perbedaan mencolok yang ditemukan dalam penelitian mereka dapat dikenali oleh mata di lapangan.

”Mereka memiliki individu yang hidup dari apa yang disebut Crocodylus novaeguineae dan kami dapat melihat itu dan berkata, oh ya, ini cocok dengan utara dan ini cocok dengan selatan! Saya pikir itu sangat keren,” kata McMahan.

Oleh SUBUR TJAHJONO

Sumber: Kompas, 26 September 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 8 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB