Pelajaran sejarah sering dianggap murid sebagai mata pelajaran yang membosankan. Masalah tersebut dapat teratasi apabila guru dapat menyampaikan materi yang diajarkan secara kreatif dan inovatif agar murid menjadi tertarik untuk mengikuti pelajaran sejarah.
Dosen Sejarah Universitas Negeri Jakarta Humaidi mengatakan, istilah pelajaran sejarah adalah pelajaran yang membosan dan penuh hafalan sering diutarakan. Padanal pandangan tersebut tidak sepenuhnya bemar.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO–Dialog Pendidikan pada kegiatan Internalisasi Nilai Kebangsaan (Inti Bangsa) 2019 di Ambon, Maluku, Selasa (17/9/2019). Acara ini diadakan agar guru sejarah dapat membagikan pengetahuannya kepada siswa secara kreatif dan inovatif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pelajaran sejarah dapat menjadi menarik apabila disampaikan sesuai dengan kemampuan siswa.
“Ubah pandangan dari membosankan menjadi menyenangkan. Sejarah itu mengenal kehidupan manusia sehingga akan terus berkembang,” kata Humaidi dalam Dialog Pendidikan pada kegiatan Internalisasi Nilai Kebangsaan (Inti Bangsa) 2019 di Ambon, Maluku, Selasa (17/9/2019).
Ia menegaskan, untuk dapat menyampaikan pelajaran sejarah secara menarik maka dapat menggunakan media yang ada di sekitar lingkungan sekolah dan mudah didapatkan. Media tersebut menjadi perantara yang dapat merangsang proses belajar.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO–Dosen Sejarah Universitas Negeri Jakarta Humaidi
Adapun guru perlu memahami media digital yang saat ini erat dengan kehidupan generasi milenial. Sebagai contoh, guru dapat menggunakan infografis yang menarik dan mudah dipahami oleh siswa.
“Anak muda sekarang tidak mau membaca materi yang panjang,” ujar Humaidi.
Agar murid tidak mudah bosan, lanjut Humaidi, guru juga dapat menggunakan multimedia dalam mengajar. Sebagai contoh, guru dapat memutarkan film sejarah.
Namun perlu diingat, media tersebut tidak dapat menggantikan kehadiran guru. Film hanya menjadi sarana agar murid dapat memiliki gambaran tentang suatu peristiwa. Selanjutnya, guru mengajak murid untuk menggali informasi terkait peristiwa yang ada di film tersebut.
Menurut Humaidi, guru juga dapat menggunakan media internet untuk membantu proses belajar mengajar. Namun, harus menggunakan sumber yang dapat dipercaya kebenarannya dan memiliki otoritas.
Selain itu, guru dapat mengambil informasi dari media massa yang terpercaya, jurnal, poster, atau arsip masa lalu. “Semua media dapat digunakan. Sukses atau tidaknya tergantung hubungan positif antara guru dengan siswa,” kata dia.
Humaidi mengungkapkan, media hanya menjadi sarana, sedangkan guru memiliki peran yang besar dalam mengajarkan nilai-nilai yang ada pada sejarah. Humaidi mengibaratkan, sejarah seperti kaca spion yang memiliki fungsi untuk melihat ke belakang demi menyelamatkan masa depan.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO–Guru Sejarah SMAN 22 Surabaya Aries Eka Prasetya
Guru Sejarah SMAN 22 Surabaya Aries Eka Prasetya mengatakan, inovasi pembelajaran tidak pernah lepas dari realitas.
“Guru harus mampu menjawab tantangan di abad 21 dan membentuk siswa agar memiliki kemampuan yang dibutuhkan pada masa sekarang,” kata Aries, guru yang mendapat gelar guru inovatif dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2018 tersebut.
Untuk menjawab tantangan itu, lanjut Aries, guru harus memahami modernisasi dan terus berinovasi. Guru dapat memanfaatkan media modern yang saat ini erat dengan siswa.
Beberapa media yang dapat digunakan guru dalam proses pembelajaran, antara lain komik, infografis, atau video blog (vlog). Sebagai contoh, guru dapat mengajak siswa membuat video yang bercerita tentang sejarah yang pernah terjadi atau menjelaskan latar belakang pemberian nama jalan di suatu tempat.
“Dalam proses pembelajaran kreatif, guru tidak hanya menyuruh siswa untuk menggunakan tenologi modern. Akan tetapi, guru harus bisa membimbing dan mendampingi siswa dalam belajar,” kata dia.
Aries menambahkan, guru juga dapat menggunakan grup Whatsapp untuk membantu proses pembelajaran. Misalnya, guru dapat menjelaskan rencana pembelajaran yang akan diajarkan, sehingga murid dapat mempersiapkan diri dengan membaca referensi pendukung.–PRAYOGI DWI SULISTYO
Editor HENDRIYO WIDI
Sumber: Kompas, 17 September 2019