Acuan nasional peraturan inovasi dibutuhkan guna memudahkan dan melancarkan pengadaptasian hasil riset ke produk industri. Dari sisi para peneliti, diminta untuk mematangkan penelitian mereka agar menjadi inovasi siap pakai.
“Saat ini ada 1.300 inovasi yang tercatat di Kemnristek dan Dikti (Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi) dan didorong agar segera diterapkan,” kata Direktur Sistem Inovasi Kemenristek dan Dikti Ophirtus Sumule dalam Forum Kemitraan Akademisi, Bisnis, dan Pemerintah ASEAN di Nusa Dua, Bali, Selasa (25/6/2019). Acara tersebut adalah bagian dari Pertemuan ke-76 Komite Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Inovasi ASEAN.
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE–Direktur Sistem Inovasi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Ophirtus Sumule menjelaskan insentif yang diberikan pemerintah kepada pelaku inovasi dalam Forum Kemitraan Akademisi, Bisnis, dan Pemerinta ASEAN pada Pertemuan ke-76 Komite Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Inovasi ASEAN di Nusa Dua, Bali, Selasa (25/6/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut dia, aturan mengenai standar penelitian masih tumpang tindih antara perguruan tinggi (PT), kementerian, dan lembaga pemerintah. Contohnya, untuk sektor pangan aturannya ada di Kementerian Pertanian sekaligus di Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pembuatan aturan baku terkait tiap sektor penelitian yang bisa dirujuk oleh semua lembaga terkait dikaji.
“Hal ini membuat inovasi mudah disiapkan agar bisa diserap oleh industri karena semua pihak jelas tugas dan fungsinya,” kata Ophirtus. Aturan hendaknya turut menjelaskan insentif yang diberikan bagi pembuat inovasi seperti keringanan pajak maupun kemudahan perizinan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Dari sisi ASEAN, pembentukan peta penelitian dan inovasi regional juga tengah dibahas. Salah satu hal yang disinggung adalah pembangunan infarstruktur penelitian terpadu. Tujuannya, agar inovasi tidak hanya dikembangkan di satu negara, tetapi bisa untuk kemajuan kawasan Asia Tenggara.
Verifikasi
Ophirtus mengungkapkan, hasil-hasil inovasi dari perguruan tinggi, perusahaan, maupun pusat penelitian dan pengembangan (puslitbang) itu tengah diverifikasi gambaran prospek pasar, potensi penyerapan tenaga kerja, kemungkinan menghasilkan teknologi baru, serta keunikan potensi alam maupun budaya lokal yang dikembangkan di dalam skemanya. Apabila verifikasi selesai, Kemenristek Dikti akan memberi insentif.
Jumlah dana yang diberikan mulai dari Rp 150 juta hingga Rp 5 miliar, tergantung dari besar potensi inovasi. Misalnya, inovasi berupa katalis pemotong proses kimiawi minyak sawit yang membuatnya bisa dijadikan bahan bakar kendaraan bermotor sehingga Indonesia dihatapkan tidak perlu lagi mengimpor minyak bumi diberi dana leboh besar dibandingkan inovasi berskala lokal.
Demikian pula inovasi baterai untuk sepeda motor listrik juga diberi dana hingga miliaran. Alasannya, apabila teknologi baterai listrik ini tercapai, Indonesia bisa memproduksi sendiri baterai untuk gawai elektronik. Bantuan juga dapat berupa kemudahan perizinan dari dinas-dinas terkait yang mendukung kelancaran pengembangan dan produksi hasil inovasi.
“Di saat yang sama, juga dikembangkan pendeteksi inovasi di akar rumput agar masyarakat di luar PT, industri, dan puslitbang juga diakomodasi inovasinya,” kata Ophirtus.
Menjadi penghubung
Dalam forum itu juga dibahas tentang pentingnya pemerintah dan inovator bisa memiliki visi dan misi yang sama, meskipun dilihat dari berbagai sudut pandang. Untuk itu, terkadang butuh pihak ketiga yang bertindak sebagai perantara, seperti QBO, sebuah lembaga swasta penghubung pemerintah dengan perusahaan pemula berbasis teknologi (PPBT/start-up) di Filipina.
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Katrina Rausa Chan, Direktur Eksekutif QBO, lembaga penghubung perusahaan pemula berbasis teknologi (start-up) dengan pemerintah Filipina menjadi narasumber dalam Forum Kemitraan Akademisi, Bisnis, dan Pemerinta ASEAN pada Pertemuan ke-76 Komite Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Inovasi ASEAN di Nusa Dua, Bali, Selasa (25/6/2019).
“Pastikan PBBT mengikuti prosedur yang ditentukan oleh pemerintah. Di saat yang sama turut memberi masukan kepada pemerintah untuk mempermudah prosedur pengurusan pendirian PBBT,” kata Direktur Eksekutif QBO Katrina Rausa Chan.
Ia menjelaskan, pihaknya melakukan advokasi kepada masyarakat mengenai kebijakan, infrastruktur, dan pendanaan yang disediakan pemerintah. Selain itu, program inkubasi bisnis dan bimbingan diberikan bagi PBBT agar dapat memaksimalkan potensi mereka serta bantuan yang telah didapat dari negara.
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Koordinator Program Mimbar Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Inovasi Jepang-ASEAN (JASTIP), Ryuichi Fukuhara, menjelaskan program kerja sama antarnegara dalam penerapan riset di mitigasi bencana, lingkungan hidup, dan energi pada Forum Kemitraan Akademisi, Bisnis, dan Pemerinta ASEAN pada Pertemuan ke-76 Komite Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Inovasi ASEAN di Nusa Dua, Bali, Selasa (25/6/2019).
Sementara Universitas Kyoto di Jepang mengembangkan Mimbar Iptek dan Inovasi Jepang-ASEAN (JASTIP) di bidang energi terbarukan, lingkungan hidup, dan mitigasi bencana. Koordinator Program JASTIP Ryuichi Fukuhara menjelaskan, mereka bertugas mempertemukan akademisi di Jepang dan ASEAN dengan pemerintah tiap negara untuk merumuskan penerapan berbagai penelitian. Di Indonesia, JASTIP bermitra dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.–LARASWATI ARIADNE ANWAR
Editor EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 26 Juni 2019