Tumbuhan China di Bulan Akhirnya Mati

- Editor

Senin, 21 Januari 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pendaratan wahana Chang’e-4 milik China di sisi belakang atau sisi jauh Bulan pada 3 Januari 2019 lalu juga membawa tumbuhan kapas sebagai bagian eksperimen untuk melihat kemungkinan menumbuhkan tanaman di Bulan. Kini, tumbuhan uji itu telah mati. Sekaligus membuktikan sekali lagi bahwa Bulan adalah tempat yang tidak ramah bagi makhluk hidup.

Kematian tumbuhan kapas yang diletakkan dalam sebuah tabung berkapasitas 1 liter dan seberat 2,6 kilogram itu diduga akibat udara dingin yang panjang di sisi jauh Bulan. Terlebih, tabung itu juga tidak memiliki pemanas.

Gaya pasang surut membuat waktu yang dibutuhkan Bulan untuk berputar pada porosnya sama dengan waktu yang dibutuhkan Bulan untuk mengelilingi Bumi. Kondisi itu membuat satu hari di Bulan (moon) sama dengan satu bulan (month) di Bumi, dengan rincian 13,5 hari siang dan 13,5 hari berikutnya malam. Suhu siang hari di Bulan mencapai 127 derajat celsius dan malamnya minus 173 derajat celsius.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

CHONGQING UNIVERSITY/AFP)–Tunas tanaman kapas tumbuh selama percobaan di dalam tabung yang dibawa misi Chang’e-4 di sisi jauh Bulan. Tanaman itu menjadi tunas pertama yang tumbuh di satelit alami Bumi. Namun, suhu dingin berkepanjangan membuat tunas itu mati. Citra tunas kapas itu diambil pada 7 Januari 2019 dan diterima dari Universitas Chongqing, China, pada 15 Januari 2019.

Selain biji kapas, eksperimen untuk menginisiasi terjadinya fotosintesis di Bulan itu juga dilakukan China terhadap biji kentang, rapeseed atau biji tanaman dari marga Brassica yang bisa menghasilkan minyak, dan tumbuhan Arabidopsis yang sering dijadikan studi tentang model perkembangan tanaman. Selain itu, ada pula telur lalat buah dan ragi.

Proses uji coba dimulai sesaat setelah Chang’e-4 mendarat di permukaan Kawah Von Kármán di bagian jauh Bulan. Eksperimen itu bertujuan untuk mengetahui bagaimana tumbuhan dan hewan berkembang di lingkungan alien alias lingkungan asing.

Selain suhu yang dingin pada malam yang panjang di Bulan, permukaan Bulan juga memiliki gravitasi rendah, yaitu 16,6 persen dari gravitasi Bumi. Itu berarti, orang yang berbobot 100 kilogram di Bumi hanya akan memiliki berat 16,6 kilogram di Bulan.

Tak hanya itu, radiasi di Bulan sangat tinggi akibat tipisnya atmosfer. Bulan juga tidak memiliki air, beda dengan Mars yang masih memiliki sedikit air jika tanahnya diekstraksi.

In this photo provided Jan. 12, 2019, by the China National Space Administration via Xinhua News Agency, the lunar lander of the Chang’e-4 probe is seen in a photo taken by the rover Yutu-2 on Jan. 11, 2019. China’s space agency says it worked with NASA to collect data from the far side of the moon. The state-run China Daily said this was the first such collaboration since an American law banned joint space projects with China that do not have prior congressional approval. (China National Space Administration/Xinhua News Agency via AP)

CHINA NATIONAL SPACE ADMINISTRATION/XINHUA NEWS AGENCY VIA AP–Citra wahana pendarat Chang’e-4 yang diambil oleh wahana penjejak Yutu-2 pada 11 Januari 2019. Foto dipublikasikan oleh Badan Antariksa Nasional China (CNSA) pada 12 Januari 2019 melalui Kantor Berita Xinhua.

Space.com, Rabu (16/1/2019), melaporkan, biji kapas itu pada awalnya masih sanggup menghadapai situasi yang keras itu. Tunas kapas itu menjadi tumbuhan pertama yang tumbuh di dunia lain di luar Bumi. Meski demikian, sejumlah uji tumbuh kapas itu pernah dilakukan di sejumlah stasiun luar angkasa, mulai dari Mir milik Uni Soviet (Rusia), Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), dan Tianong-2 milik China.

Namun, para ilmuwan yang tergabung di Badan Antariksa Nasional China (CNSA) belum menjelaskan bagaimana proses adaptasi awal itu bisa dilakukan hingga biji kapas itu bisa tumbuh.

Kepala uji coba percobaan biologi, Liu Hanlong dari Universitas Chingqing pada Selasa (15/1/2018) seperti dikutip dari GB Times, Rabu (16/1/2019) mengatakan suhu dalam tabung itu telah mencapai minus 52 derajat celsius dan eksperimen pun berakhir. Percobaan itu berlangsung selama 212,75 jam.

Tabung itu tidak dilengkapi dengan baterai sebagai sumber daya pemanas tabung. Akibatnya, kontrol lingkungan selama malam yang panjang di Bulan, tidak bisa dilakukan. Ketiadaan baterai itu diduga akibat keterbatasan berat muatan yang bisa dibawa wahana atau bisa jadi karena memang disengaja dan menjadi tuntutan misi.

Meski gagal tumbuh, bangkai organisme yang ada dalam tabung diyakini tidak akan memengaruhi lingkungan Bulan. Saat malam di Bulan berganti siang dan suhu udara di tabung naik, maka organisme itu secara perlahan akan membusuk. Proses itu berlangsung di dalam tabung sehingga CNSA yakin materi yang membusuk itu tidak akan mengontaminasi atau mengotori permukaan Bulan.

Bukan utama
Walaupun tim peneliti dan perekayasa Chang’e-4 menggembar-gemborkan percobaan biologi tersebut sebagai jalan untuk membuka peluang kemungkinan kolonisasi Bulan, namun percobaan itu sejatinya bukanlah tujuan utama pengiriman misi China ke Bulan.

Menurut kantor berita Xinhua, percobaan biologi tentang minibiosfer itu merupakan pemenang dari 250 proposal yang dikirimkan siswa-siswa di seluruh China untuk disertakan dalam misi Chang’e-4.

Saat ini, wahana pendarat Chang’e-4 dan wahana penjejak Yutu-2 sedang mengumpulkan data terperinci, terkait struktur, komposisi kimia, dan kondisi geologi dari permukaan tanah Bulan di sekitar Kawah Von Kármán. Data tentang kondisi permukaan Bulan itu langsung dikirimkan kembali ke Bumi menggunakan satelit relai Queqiao yang diluncurkan di dekat Bulan sejak Mei 2018.

TOPSHOT – This picture released on January 11, 2019 by the China National Space Administration (CNSA) via CNS shows the Yutu-2 moon rover, taken by the Chang’e-4 lunar probe on the far side of the moon. – China will seek to establish an international lunar base one day, possibly using 3D printing technology to build facilities, the Chinese space agency said on January 14, weeks after landing the rover on the moon’s far side.
The agency said four more lunar missions are planned, confirming the launch of a probe by the end of the year to bring back samples from the moon. (Photo by – / China National Space Administration (CNSA) via CNS / AFP) / China OUT

CHINA NATIONAL SPACE ADMINISTRATION (CNSA) VIA CNS / AFP–Citra wahana penjejak Yutu-2 yang diambil dari wahana pendarat Chang’e-4. Gambar ini dirilis Badan Antariksa Nasional China (CNSA) pada 11 Januari 2019. Di masa depan, China berencana membangun pangkalan internasional di Bulan.

Sisi jauh atau sisi belakang Bulan adalah bagian Bulan yang belum pernah dieksplorasi. Chang’e-4 adalah misi pertama yang mendarat di sisi jauh atau bagian belakang Bulan. Seluruh misi pendaratan Bulan sebelumnya milik Uni Soviet/Rusia, Amerika Serikat dan China, semuanya mendarat di sisi dekat atau bagian depan Bulan.

Chang’e-4 merupakan bagian dari program ambisius China untuk mengeksplorasi Bulan. Wahana pengorbit Chang’e-1 dan Chang’e-2 telah dikirimkan lebih dulu pada 2007 dan 2010 untuk mengamati Bulan dari orbit. Sementara Chang’e-3 yang dikirim pada Desember 2013 berhasil mendarat di sisi dekat atau bagian depan Bumi.

Setelah misi Chang’e-4 ini berjalan sukses, CNSA berencana mengirimkan misi Chang’e-5 yang ditargetkan mampu mengambil sampel tanah Bulan dan mengirimkannya kembali ke Bumi untuk diteliti lebih lanjut.

Oleh M ZAID WAHYUDI

Sumber: Kompas, 19 Januari 2019
————————–

Sempat Berkecambah, Benih yang Dibawa China ke Bulan Mati

Dua hari lalu Badan Antariksa Nasional China (CNSA) mengumumkan bibit kapas yang dibawa ke Bulan berhasil berkecambah. Bukannya tumbuh subur, kabar terbaru justru menyebut tunas semua tanaman mati.

Tunas itu mati saat malam hari di Bulan. Kematian berbagai tunas seperti kentang dan kapas menandai berakhirnya eksperimen mereka.

Bibit-bibit tanaman yang dibawa China ke sisi jauh bulan termasuk dalam misi pendaratan Chang’e 4. Sebagai informasi, Chang’e 4 adalah misi pertama yang berhasil mendarat dan menjelajahi sisi jauh bulan.

Wahana tersebut mendarat pada 3 Januari lalu. Ia tak sendirian, tapi membawa instrumen untuk menganalisis kawasan misterius yang tak pernah terjamah itu.

Selain membawa bibit tanaman seperti kapas, lobak, kentang, dan cress rock (tanaman berbunga dari keluarga mustard), China juga membawa telur lalat buah dalam misi Chang’e 4.

Ini merupakan bagian dari percobaan biosfer mini yang bertujuan memahami bagaimana tanaman dan hewan dapat hidup dan berkembang di bulan.

Dalam eksperimennya, ahli dari CNSA menyiapkan tabung logam tertutup berisi air, tanah, dan udara, yang dirancang bisa menjadi ekosistem mandiri. Kemudian berbagai benih dan telur lalat buah dimasukkan ke dalamnya.

Biosfer mini mendapat sinar alamai dari matahari untuk membuatnya tetap hidup. Ini mungkin juga yang menjadi alasan kenapa kecambah kapas mati pada malam hari, mengingat suhu bisa turun mencapai -280 derajat Fahrenheit. Meski hal ini sebenarnya sudah diantisipasi.

“Kehidupan di dalam tabung tidak akan selamat saat malam hari di bulan,” kata Xie Gengxin, pemimpin eksperimen dari Universitas Chongqing kepada Xinhua.

Melansir Newsweek, Rabu (16/1/2019), CNSA berkata bahwa organisme yang ada di dalam tabung secara bertahap mengalami pembusukan. Namun karena ia tertutup, organisme tersebut tidak akan mencemari lingkungan bulan.

CNSA menyatakan, semua bibit tanaman yang ada di dalam biosfer mini mati. Meski begitu, mereka belum dapat memastikan apakah telur lalat buah yang ada di dalamnya menetas atau tidak.

Meski eksperimen ini sangat singkat, para ahli mengaku puas telah mencapai tonggak bersejarah karena sempat berhasil menumbuhkan bibit tanaman di bulan.

Hal ini diyakini dapat mendorong harapan manusia untuk membangun pangkalan bulan di masa depan, serta mencapai eksplorasi ruang angkasa dalam jangka panjang.

Pencapaian ini tidak hanya membanggakan bagi negeri ginseng itu. Ahli lain pun turut memuji keberhasilan China.

“Apa yang telah dilakukan China (sempat menumbuhkan benih di Bulan) sangat kuat secara simbolis dan menarik secara ilmiah,” kata David Grinspoon, ahli dari Planetary Science Institute.

Bagi Grinspoon, dapat membuat benih tanaman berkecambah di dunia lain seperti Bulan merupakan satu langkah kecil untuk budidaya tanaman.

“Tanaman atau hewan tidak mungkin tumbuh dan hidup secara mandiri di luar planet, perlu langkah kecil dari manusia. Menurut saya, jika manusia pergi menjelajah tata surya, mereka harus mengantongi biosfer untuk belajar bagaimana merawat mereka di dunia lain,” ujarnya.

Meski eksperimen yang dilakukan China sangat singkat, Grinspoon yakin bahwa manusia masih memiliki waktu panjang untuk mengeksplorasinya sampai nanti ditemukan teknologi canggih yang bisa mewujudkan harapan ini.

“Kita memiliki banyak hal tentang kehidupan dan ketergantungan makhluk hidup satu sama lain untuk dipelajari sebelum melakukannya dengan cara mandiri,” tukas Grinspoon.

Sebelumnya, tanaman berhasil ditumbuhkan para astronot di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS).

Penulis : Gloria Setyvani Putri
Editor : Gloria Setyvani Putri

GLORIA SETYVANI PUTRI

Sumber: Kompas.com – 17/01/2019
——————-
Kabar Baik, Benih yang Dibawa China ke Bulan Kini Bersemi

Masih ingat dengan benih kentang dan selada yang dibawa wahana antariksa China Chang’e 4? Baru beberapa hari sampai di Bulan, benih tersebut kini telah berkecambah.

Kabar ini disampaikan oleh Badan Antariksa Nasional China. Fenomena ini juga menandai pertama kalinya materi biologis tumbuh di Bulan.

Hasil ini juga dilihat sebagai langkah penting menuju eksplorasi ruang angkasa jangka panjang.

Sebagai informasi, Chang’e 4 adalah misi pertama yang berhasil mendarat dan menjelajahi sisi jauh bulan.

Wahana tersebut mendarat pada 3 Januari lalu. Ia tak sendirian, tapi membawa instrumen ungtuk menganalisis di kawasan tersebut serta makhluk hidup pertama di Bulan.

Sebelumnya, tanaman telah tumbuh di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Tapi, ini adalah pertama kalinya tanaman benar-benar bersemi di Bulan.

Kemampuan menumbuhkan tanaman di Bulan ini disambut baik banyak pihak. Terutama sebagai bagian integral untuk misi luar angkasa jangka panjang seperti perjalanan ke planet Mar yang memakan waktu hingga dua setengah tahun.

Artinya, astronot berpotensi memanen makanan mereka di luar angkasa. Dengan begitu, pasokan makanan yang diangkut bisa berkurang.

Tanaman itu dibawa oleh Chang’e dalam sebuah wadah tertutup yang berisi benih kentang, kapas, selada, serta ulat. Nantinya, mereka akan membentuk biosfer mini.

Astronom dari Observatorium Astronomi Asutralia Fred Watson menyambut baik kabar ini.

“Ini menunjukkan bahwa mungkin tidak ada masalah yang tidak dapat diatasi para astronot di masa depan untuk mencoba menanam tanaman mereka sendiri di Bulan dalam lingkungan yang terkontrol,” ungkap Watson dikutip dari BBC, Selasa (15/01/2019).

“Saya pikir pasti ada banyak minat dalam menggunakan Bulan sebagai pos pendaratan sementara, terutama untuk penerbangan ke Mars, karena (Bulan)relatif dekat dengan Bumi,” imbuhnya.

Kabar ini juga menjadi kebanggaan Profesor Xie Gengxin, kepala perancang percobaan ini.

“Kami telah mempertimbangkan kelangsungan hidup di ruang angkasa di masa depan,” tutur Gengxin.

“Belajar tentang pertumbuhan tanaman ini di lingkungan gravitasi rendah akan memungkinkan kita untuk meletakkan pondasi pembentukan pangkalan ruang angkasa kita di masa depan,” sambungnya.

Untuk diketahui, selama perjalanan 20 hari dari Bumi ke Bulan, benih tersebut dalam keadaan “tidak aktif”. Para peneliti menggunakan teknologi biologis untuk menonaktifkan benih tersebut.

Baru setelah sampai di sisi jauh Bulan, pusat kendali China mengirim perintah ke wahana antariksa untuk menyirami benih tersebut. Saat itulah benih itu mulai aktif dan tumbuh.

Penulis : Resa Eka Ayu Sartika
Editor : Resa Eka Ayu Sartika

RESA EKA AYU SARTIKA

Sumber: Kompas.com – 15/01/2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB