Kelip Surya bagi Pulau Terpencil

- Editor

Senin, 20 Agustus 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ketersediaan listrik di pulau-pulau terpencil amat terbatas. Padahal, hal itu mendukung aktivitas belajar-mengajar dan perekonomian. Kehadiran Pembangkit Listrik Tenaga Surya jadi asa bagi warga untuk menikmati listrik sepanjang hari dengan murah dan ramah lingkungan.

Sejak dua bulan terakhir ini, anak-anak Sekolah Dasar (SD) 01 dan SD 02 di Pulau Parang, Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, bisa belajar dengan nyaman. Lima kipas angin yang dipasang di kelas menyejukkan suasana kegiatan belajar mengajar di hari nan terik, pekan lalu.

Aliran listrik ini berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkekuatan 60 kilowatt peak (kWp) yang disediakan Program Dukungan Lingkungan Danida–Denmark Fase 3 (ESP3). Pembangkit ini memerkuat fasilitas serupa berkapasitas 75 kWp yang dua tahun lalu diberikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Panel pembangkit listrik tenaga surya berjajar di Pulau Genting, Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, Selasa (7/8/2018). Di Pulau Genting ini, Program Dukungan Lingkungan Danida Denmark Fase 3 (ESP3) memberikan bantuan pembangunan PLTS berkapasitas 36 kWp. Ini bisa menambah pelayanan listrik kepada 96 rumah warga sebesar 1.500 Wh per hari selama 24 jam.

Bila PLTS lama hanya menyediakan listrik 600 watt jam per hari (beroperasi 6 jam), kini bisa ditingkatkan menjadi 1.500 watt jam per hari (selama 24 jam). Ketersediaan listrik ini bisa menggerakkan lima kipas angin.

“Karimunjawa ini seringnya panas. Dengan kipas, pembelajaran jadi nyaman buat anak-anak,” kata Ahmad Rifai, guru kelas 4 SD 02 Parang, Rabu (8/8/2018), di tempatnya mengajar. Di Parang, proses belajar murid SD 01 dan SD 02 di kelas digabung untuk menyiasati kekurangan guru.

Listrik dari PLTS itu diaktifkan sejak lebaran lalu atas permintaan warga. Hal itu sekaligus menjadi uji coba pemakaian instrumen panel sel surya dan baterai yang dipasang di Pulau Parang mulai akhir 2017 lalu.

Ahmad Rifai berharap kapasitas 1.500 Wh per hari (sama seperti kapasitas diterima satu rumah atau satu keluarga) bisa ditambah. Pembelajaran memakai kurikulum 2013 ditopang alat bantu visual dari proyektor.

Listrik dibutuhkan untuk menghidupkan proyektor dan komputer. Hingga tahun ini, mereka yang seharusnya melaksanakan ujian nasional berbasis komputer (UNBK) menjalankan ujian berbasis kertas karena listrik tak menunjang kebutuhan listrik untuk komputer. “Kami berharap tahun 2019 bisa menggelar UNBK bila listrik dan internet tersedia baik,” ujarnya.

Harapan Ahmad Rifai juga jadi asa warga setempat. Meski bersyukur dengan penambahan kapasitas listrik yang bisa dinikmati 24 jam, warga berharap kapasitas listrik akan ditingkatkan.

Dukung perikanan
Saat ini, listrik 1.500 Wh per hari dinikmati rumah-rumah di Parang untuk menghidupkan lampu, penanak nasi, dan televisi. Saat awal listrik mengalir penuh, warga setempat yang sebagian besar nelayan, bersemangat membeli freezer atau alat pendingin untuk membuat es batu dan mengawetkan ikan.

Sayangnya, energi sebesar itu hanya bisa menghidupkan freezer selama 4 jam, setelah itu jatah listrik rumah itu habis. Mereka tak bisa menikmati penerangan hari itu. “Tukang pembuat kapal minta sambungan listrik untuk mengoperasikan alat mereka, tapi belum bisa dikasih karena kapasitas terbatas,” kata Zaenal Arifin, petinggi Desa Parang.

Ia menuturkan, wilayah desa yang juga pulau seluas 690 hektar itu dihuni 1.200 jiwa. Sebelum ada tambahan PLTS dari ESP3, mereka mengandalkan mesin pembangkit listrik tenaga diesel. Setiap hari, untuk mengalirkan listrik selama 6 jam, PLTD membutuhkan 70 liter solar nonsubsidi. Pembangkit tenaga diese itu dikurangi pemakaiannya hingga dihentikan total pekan lalu.

Zaenal Arifin mengungkapkan, warga setempat juga ingin menikmati listrik seperti desa di pusat kota kecamatan, Karimunjawa. Sejak tahun 2016, pengelolaan listrik di Pulau Karimun dan Kemojan dikelola PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Sementara pulau berpenghuni lain yakni Genting, Parang, dan Nyamuk, masih dikelola pemerintah daerah melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) PLTD dan PLTS.

Pariwisata
Ketersediaan listrik itu kian memicu perkembangan fasilitas wisata di Karimun. Pulau yang semula gelap kini berdiri tempat-tempat penginapan berpendingin udara serta tempat-tempat makan yang gemerlap, termasuk pusat keramaian di Alun-alun Karimunjawa.

KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Masyarakat di Pulau Genting, Parang, dan nyamuk di Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah kini bisa menikmati listrik selama 24 jam. Kini mereka bisa menikmati sedikit kemewahan televisi, kipas angin, rice cooker, hingga lampu.

Warga di pulau terpencil lain pun tak ingin tertinggal mendapat bagian dari berkah kue pariwisata ini. Diyakini, pariwisata setempat kian melejit karena Karimunjawa masuk dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional di Jateng.

Zaenal Arifin menambahkan, Pulau Parang memiliki daya tarik wisata andalan berupa Gua Sarang Bajul Ijo, Pantai Batu Hitam, Pantai Batu Merah, serta dunia bawah laut yang menawan. Namun itu belum tergarap. Ketersediaan listrik jadi faktor penghambat pariwisata di pulau yang berjarak sekitar 1 jam kapal cepat dari Karimun itu.

Namun sebelum menginjak pada ketersediaan energi lebih besar, pengelolaan dan kelembagaan listrik di tiga pulau kecil di Karimunjawa jadi tantangan. Penghitungan besaran pungutan serta lembaga pengelola belum diputuskan.

Jamal Maliki, warga Desa Parang, mengungkapkan, tiap bulan warga ditarik pungutan Rp 10.000 untuk pemakaian listrik dari PLTS. “Listrik PLTS ini sumbernya gratis, dari matahari. Kenapa masih dipungut. Kalau alasannya untuk pemeliharaan, apa sebesar itu,” tuturnya.

Perhitungan Jamal, Desa Parang yang terdata memiliki 355 rumah dan teraliri listrik PLTS, tiap bulan membayar total Rp 3,55 juta. Ia memertanyakan pemakaian dana ini.

Menurut Zaenal Arifin, pungutan itu resmi dari pengelola. Biaya tersebut digunakan untuk penerangan jalan umum hingga investasi jika sel surya dan baterai rusak. Ia mengakui warga membutuhkan informasi dan sosialisasi teknologi ini.

Bila tak terkelola dengan baik, dikhawatirkan saat terjadi kerusakan, pengelola tak bisa membeli komponen itu. Ujungnya, fasilitas menjadi mangkrak dan pulau terpencil itu kembali gelap.

Meski PLTS teruji membawa manfaat, Manajer UPTD PLTD dan PLTS Nor Soleh Eko Prasetyo mengatakan ujian sebenarnya nanti saat musim barat di akhir Desember hingga Maret. Saat itu, hujan dan angin melanda sehingga kerap menghentikan pasokan logistik kebutuhan pokok hingga transportasi warga antarpulau maupun ke Jepara.

Sebelumnya, hujan di musim barat membuat penyerapan energi sel surya minim sehingga listrik di baterai dan listrik yang mengalir ke rumah warga tak maksimal. Jadi ia menyiagakan PLTD di pulau-pulau itu sebagai cadangan saat PLTS tak berfungsi. (ICHWAN SUSANTO)–ICHWAN SUSANTO

Sumber: Kompas, 20 Agustus 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB