Sebagian besar telepon seluler yang beredar di Indonesia masih memfasilitasi jaringan 3G meski telah hadir pula ponsel yang memfasilitasi jaringan 4G.
Padahal, ponsel yang memfasilitasi jaringan 4G memberikan akses informasi multimedia lebih optimal sekaligus merupakan fondasi untuk ekosistem 5G. Penelitian terhadap jaringan 5G sedang dikembangkan.
Dosen Teknik Komputer Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Muhammad Salman, mengatakan, perlu ada migrasi atau perpindahan ponsel yang digunakan, dari 3G menjadi 4G untuk menyiapkan ekosistem jaringan 5G.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Setiap tahap perkembangan jaringan memerlukan migrasi. Prediksinya, 3-4 tahun lagi jaringan 5G dapat digunakan di Indonesia,” ujarnya, Rabu (24/1).
Dalam laporan Mobility yang diterbitkan Ericsson, saat ini penyerapan ponsel teknologi Long Term Evolution (LTE) atau 4G di Indonesia berkisar 17 persen.
M PASCHALIA JUDITH J UNTUK KOMPAS–Director Government Affairs Qualcomm International untuk Asia Tenggara Nies Purwati (kiri), VP and President Qualcomm Technologies untuk Asia Tenggara Mantosh Malhotra (tengah), dan Country Manager Qualcomm di Indonesia Shannedy Ong dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (24/1).
Ponsel yang memfasilitasi koneksi 3G masih mendominasi, yakni 52 persen. Pada 2023, jumlah penetrasi ponsel 3G diprediksi menjadi 21 persen dan LTE menjadi 79 persen.
Bagi pengguna ponsel, kemasan informasi yang ditunjang oleh ponsel 4G lebih beragam dibandingkan ponsel 3G. Ponsel 4G dapat lebih optimal mentransmisikan informasi berbasis multimedia, sedangkan 3G berbasis teks.
”Migrasi ke 4G dapat memperkaya pengetahuan pengguna ponsel dengan beragam kemasan informasi. Harapannya, dengan ditunjang literasi media, pengguna ponsel dapat memanfaatkan ragam informasi itu untuk meningkatkan produktivitas,” kata Salman.
Dalam paparan Qualcomm, ponsel 3G memiliki fitur internet, pemasangan aplikasi, dan pengiriman surat elektronik. Sementara ponsel 4G memiliki fitur demikian serta ditambah telepon dengan paket data internet dan akses tayangan langsung media.
Untuk mempercepat migrasi ponsel 3G ke 4G, Qualcomm telah menyediakan cip prosesor yang bisa menunjang kelompok ponsel dengan kisaran harga Rp 3 juta.
Cip prosesor ini bernama Snapdragon 450 dan dapat memfasilitasi koneksi 4G. Ponsel-ponsel yang menggunakan Snapdragon 450 antara lain Vivo V7 Plus dan Xiaomi Redmi 5.
Kami ingin menunjang dengan teknologi yang dapat dijangkau secara harga dan mendorong perusahaan teknologi lokal mendunia.
Vice President dan President Qualcomm Technologies untuk Asia Tenggara Mantosh Malhotra mengatakan, Indonesia merupakan pasar teknologi informasi yang tengah berkembang.
”Kami ingin menunjang dengan teknologi yang dapat dijangkau secara harga dan mendorong perusahaan teknologi lokal mendunia,” katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu.
Qualcomm juga menggandeng PT Tata Sarana Mandiri atau TSM pada 2016. Kerja sama ini memberikan akses teknologi dan pelatihan dari Qualcomm untuk TSM dalam rangka memproduksi ponsel dengan harga terjangkau dan mengedepankan produksi lokal.
TSM pernah memproduksi ponsel dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) perangkat keras 33,58 persen dan batas minimal yang ditentukan pemerintah saat itu berkisar 30 persen.
”Fase berikutnya, kami ingin mengembangkan pemindai sidik jari pada ponsel,” kata Director of Sales and Operations TSM Riswanto.
Selain itu, Qualcomm juga menyiapkan engineering service group (ESG). Kelompok ini terdiri atas sejumlah insinyur Qualcomm, termasuk insinyur Indonesia, untuk membantu mitra-mitranya di lapangan secara langsung.
M PASCHALIA JUDITH J UNTUK KOMPAS–Director of Sales and Operations PT Tata Sarana Mandiri Riswanto dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (24/1).
Uji coba 5G
Teknologi 5G yang sedang dikembangkan Qualcomm sudah siap diuji coba pada tahun ini. Kesiapan ini muncul karena berdasarkan penelitian internal, teknologi 5G versi Qualcomm dapat diimplementasikan pada infrastruktur 4G sehingga tidak perlu membangun dari nol.
Di Indonesia, ada wacana untuk uji coba jaringan 5G saat Asian Games 2018. ”Namun, sampai saat ini belum ada rencana pastinya,” ujar Shannedy Ong, Country Manager Qualcomm di Indonesia.
Selain ponsel, komponen lain yang dibutuhkan dalam ekosistem jaringan 5G adalah adanya spektrum frekuensi. Spektrum ini dapat dianalogikan sebagai jalur yang dapat digunakan untuk jaringan 5G.
Menurut Director Government Affairs Qualcomm International untuk Asia Tenggara Nies Purwati, saat ini Pemerintah Indonesia perlu memetakan spektrum frekuensi yang tersedia untuk jaringan 5G.
Data-data pengguna di berbagai frekuensi dipegang oleh pemerintah. Karena itu, pemerintah yang berwenang memetakan frekuensi yang masih tersedia.
”Data-data pengguna di berbagai frekuensi dipegang oleh pemerintah. Karena itu, pemerintah yang berwenang memetakan frekuensi yang masih tersedia,” katanya.
Sejumlah negara maju di Asia, seperti Korea Selatan, China, dan Jepang, telah menyiapkan rentang frekuensi tersebut. Gelombang yang disiapkan untuk jaringan 5G paling banyak berada di frekuensi 3-4 GHz dan 24-28 GHz.
Nies mengatakan, adanya dua jenis frekuensi itu seharusnya dapat memudahkan pemerintah untuk memetakan spektrum gelombang komunikasi jaringan 5G. ”Tinggal dicocokkan saja, apakah di rentang frekuensi itu tersedia atau tidak,” ujarnya.
Apabila mayoritas negara menggunakan rentang frekuensi itu, gawai dan perangkat yang menggunakannya berpotensi diproduksi secara massal dan dalam skala besar. Dampaknya, harga jualnya dapat lebih rendah.
Dari sisi regulasi, pemerintah perlu menyiapkan kebijakan yang memastikan keandalanan dan keamanan perangkat yang menunjang jaringan 5G.
”Kebijakan itu juga harus memberi ruang bagi masyarakat Indonesia untuk berinovasi,” kata Salman.
Salman mengatakan, sumber daya manusia di lingkungan pendidikan tinggi sudah menyadari perkembangan jaringan 5G.
Sejumlah mahasiswanya mengambil topik jaringan 5G untuk skripsinya. Dia juga tergabung dalam Indonesia 5G Forum yang sudah berdiri sekitar dua tahun. (DD09)
Sumber: Kompas, 25 Januari 2018