Adaptasi dunia pendidikan dan dunia kerja dalam menghadapi generasi Z merupakan keharusan untuk meningkatkan produktivitas anak-anak yang lahir setelah tahun 1995.
Demikian disampaikan Chief Executive Officer Swiss Education Group (SEG) Florent Rondez dan sejumlah pelaku usaha yang ditemui di International Recruitment Forum (IRF) pada Senin hingga Selasa(23-24/10) di Montreux, Swiss.
Rondez mengatakan, generasi Z tak bisa dipaksa berubah mengikuti kebiasaan model pembelajaran di sekolah. “Kamilah yang harus berubah mengikuti mereka. Tanpa itu, sekolah akan ditinggalkan,” ujarnya dalam konferensi pers sebagaimana dilaporkan wartawan Kompas, Agnes Rita S, dari Montreux, Swiss.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dia mencontohkan, perangkat teknologi, seperti gawai, bukan lagi kebutuhan bagi generasi Z, melainkan eksistensi diri penggunanya. Apabila digunakan dengan benar, perangkat ini meningkatkan produktivitas siswa. Karena itu, beberapa tahun terakhir, lima sekolah di SEG menjadikan perangkat tablet sebagai bagian dari peralatan sekolah.
Pihak sekolah juga dituntut memahami aplikasi-aplikasi yang jamak digunakan di setiap negara. Hal ini, menurut Rondez, penting untuk memahami siswa yang berasal dari beberapa negara dan bersekolah di SEG.
Chief Academic Officer SEG Emanuel D Donhauser menambahkan, proses pembelajaran di kelas pun berubah. Para guru tidak bisa lagi hanya berdiri di muka kelas dan memberikan materi satu arah.
Saat ini, materi pembelajaran sudah dimasukkan ke aplikasi yang bisa diakses siswa dari tablet yang mereka bawa. Di kelas, siswa menyampaikan pendapat mereka atas materi yang mereka pelajari, sekaligus memperkayanya. “Bahkan, sering kali siswa justru yang ‘mengajari’ guru dan siswa lain di kelasnya,” ucap Donhauser.
Hal senada disampaikan pelaku usaha. Karn Lertpenmaetha, Talent and Culture Manager Accor Hotels Upper Southeast and Northeast Asia, mengatakan, perlakuan terhadap pekerja baru yang termasuk generasi Z dan generasi Y (milenial) memang harus berbeda.
Para pekerja baru ini mesti diberi kesempatan mengekspresikan diri mereka. Perusahaan ini membuka ruang dialog yang mempertemukan pekerja senior dan pekerja baru. Di situ, kedua kelompok ini saling memberikan pembelajaran akan materi yang mereka kuasai.
Karn berpendapat, pekerja muda membutuhkan kejelasan jenjang karier sekaligus kompensasi yang akan mereka dapatkan saat mereka berprestasi. Apabila pekerja ini melakukan kesalahan, mereka tidak hanya membutuhkan teguran, tetapi juga penjelasan mengapa perbuatan mereka itu disebut kesalahan.
“Dalam beberapa hal, saya sering kali dikategorikan sebagai representasi generasi milenial di kantor. Awal bekerja di sini, saya selalu membantah apabila disebut melakukan kesalahan dalam pekerjaan. Seiring berjalannya waktu, pengalaman membuat saya bisa menerima masukan orang lain dan mulai mendengarkan mereka,” kata Karn yang sekitar 5 tahun bekerja di perusahaan ini.
Recruitment Manager Minor Hotel Group Rene Klotzer membenarkan, generasi muda yang masuk ke dunia kerja ini berbeda dari generasi sebelumnya. Bahkan, pekerja muda pada tahun ini berbeda dari pekerja yang direkrut pada tahun sebelumnya meskipun perbedaan usia mereka tidak terlampau jauh.
“Kuncinya, sebagai perusahaan, kami harus terus berinovasi. Kami harus berpikir berbeda dan mencoba melakukan hal yang berbeda. Di sisi lain, perusahaan tetap harus mengajari pekerja muda ini nilai-nilai perusahaan,” katanya.
Sumber: Kompas, 25 Oktober 2017