Misi Antariksa Terkendala Anggaran

- Editor

Senin, 9 Oktober 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Lapan Siapkan Misi Eksperimen di Luar Angkasa
Sejak krisis ekonomi melanda pada 1998, program pengiriman misi antariksa Indonesia, baik eksperimen maupun antariksawan, belum pulih. Keterbatasan anggaran masih menjadi persoalan utama meski kemampuan sumber daya manusia cukup memadai.

“Eksplorasi antariksa butuh biaya luar biasa dan teknologi tinggi,” kata Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin di sela-sela perayaan Pekan Antariksa Dunia di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (7/10).

Sejak 1980-an, Indonesia memiliki program pengiriman antariksawan ke luar angkasa sebagai spesialis muatan menggunakan pesawat ulang alik Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA). Pada 1985, Pratiwi Pujilestari Sudarmono terpilih sebagai calon antariksawan utama dan Taufik Akbar sebagai cadangan. Mereka direncanakan mengangkasa pada 1986.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Namun, kecelakaan pesawat ulang alik Challenger pada Januari 1986 membuat sejumlah misi NASA ditunda, termasuk misi yang akan menerbangkan antariksawan Indonesia. Hingga krisis ekonomi terjadi, rencana penerbangan Pratiwi tidak terlaksana.

Saat ini, Lapan menyiapkan misi eksperimen di luar angkasa dalam kerangka kerja sama Forum Badan Antariksa Regional Asia Pasifik (APRSAF). Indonesia akan menyiapkan segala perangkat risetnya, tetapi riset dilaksanakan oleh antariksawan negara lain.

Tema riset yang sudah terpilih adalah pengendalian pematangan pisang dari Institut Teknologi Bandung. Riset ini untuk mengatur waktu matangnya pisang dan memperlambat pembusukan. Hasil riset tak hanya bisa dimanfaatkan masyarakat luas, tetapi juga untuk menyediakan makanan segar bagi antariksawan di luar angkasa.

“Keterbatasan anggaran membuat misi eksperimen itu juga belum bisa dilakukan,” katanya. Meski demikian, Thomas mengatakan, program yang sekadar mengirimkan antariksawan untuk merasakan penerbangan luar angkasa atau joy flight sebagai program mercusuar suatu negara tidak akan dilakukan.

Eksplorasi antariksa
Untuk tetap menjaga asa dan semangat mengeksplorasi antariksa, Lapan, akademisi, beserta penggiat dan komunitas astronomi di sejumlah daerah aktif mengampanyekan beberapa program eksplorasi antariksa dalam sejumlah kegiatan. Salah satunya dalam perayaan Pekan Antariksa Dunia (WSW) yang dilaksanakan secara internasional setiap tahun pada 4-10 Oktober.

Tanggal 4 Oktober adalah peluncuran satelit pertama buatan manusia, Sputnik 1, milik Uni Soviet pada 1957. Adapun 10 Oktober merupakan penandatanganan traktat mengenai prinsip-prinsip yang mengatur kegiatan negara-negara dalam eksplorasi dan penggunaan antariksa, termasuk bulan dan benda-benda langit lainnya, pada 1967.

WSW tahun ini mengusung tema “Eksplorasi Dunia Baru di Antariksa” dengan titik berat pada eksplorasi manusia dan robot di dunia baru di luar angkasa. Lapan memperingatinya dengan menggelar Festival Sains Antariksa (FSA) 2017 dengan melibatkan sejumlah komunitas, seperti Langit Selatan, Imah Noong, dan Universe Awareness (Unawe) Indonesia.

Menurut Pratiwi yang hadir dalam seminar FSA 2017, pengiriman manusia ke luar angkasa hingga kini bukan perkara mudah. Tinggal di luar angkasa seminggu saja, dengan lingkungan yang terbatas dan berbeda dengan kondisi sehari-hari di Bumi, akan mengubah fisik dan mental manusia.

Lingkungan dengan gravitasi mikro di luar angkasa akan memengaruhi fungsi beberapa organ dan meningkatkan risiko sejumlah penyakit. Cara makan, minum, dan buang air pun berbeda dengan di Bumi. Suasana sunyi juga rentan memunculkan kesepian yang memengaruhi kesehatan mentalnya.

Pratiwi mengatakan, meski semua itu bisa diatasi dengan sains dan teknologi ataupun proses adaptasi, manusia adalah makhluk sosial.

Sementara itu, dosen astronomi ITB, Endang Soegiartini, mengatakan, membangun koloni baru manusia di planet lain memang mungkin dilakukan dengan perkembangan sains dan teknologi antariksa saat ini. Namun, semua butuh waktu panjang dan biaya besar.

Sebagai contoh, untuk menjadikan Mars yang tandus seperti sekarang menjadi planet hijau yang layak huni butuh hampir 500 tahun. Waktu selama itu diperlukan untuk membangun atmosfer, menciptakan air, menghangatkan suhu, menanam tumbuhan, dan membangun koloni di Mars. Semua kegiatan itu butuh biaya hampir 4 triliun dollar AS atau sekitar Rp 52.000 triliun.

Meski pengiriman misi ke luar angkasa masih terkendala, Lapan terus mengembangkan teknologi antariksa, khususnya satelit. Saat ini, Lapan telah meluncurkan tiga satelit mikro eksperimental dan diharapkan satelit keempat dan kelima akan meluncur pada 2019 dan 2022. Setelah itu, Lapan berharap bisa membuat satelit operasional sendiri pada 2023.

“Lapan menargetkan Indonesia mampu meluncurkan satelit mikro sendiri dengan menggunakan roket buatan sendiri pada 2040,” kata Thomas. (MZW)

Sumber: Kompas, 9 Oktober 2017

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB