Bunga Bangkai Kembali Mekar di Rumah Perubahan

- Editor

Selasa, 16 Mei 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sebuah pot besar yang ditaruh di halaman depan ruang kebugaran di Rumah Perubahan Rhenald Kasali Training Centre di Jatimurni, Bekasi, Jawa Barat, langsung mencuri perhatian. Di pot tersebut tumbuh tanaman yang tingginya lebih dari 2 meter. Tanaman itu adalah bunga bangkai jenis Amorphophallus titanum, yang habitat aslinya di hutan Sumatera.

Abdul Rahman, karyawan Rumah Perubahan, sedang membersihkan kotoran di pot tersebut. Ia memungut daun kering yang jatuh di pot dan memastikan tidak ada serangga atau keong yang mencoba menyentuh bunga bangkai. Bunga raksasa itu harus bebas dari hama pengganggu.

“Bunga bangkai ini dipindahkan ke pot sekitar tiga minggu yang lalu,” kata Public Relation Rumah Perubahan Dinar Wulandari, Selasa (13/6), siang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pada Selasa petang, bunga bangkai raksasa itu pun mekar. “Bunganya mekar pukul 18.00 dan mulai mengeluarkan bau pukul 20.00. Fase mekarnya berlangsung hingga Rabu sore,” ujar Dinar saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (15/6).

Bunga bangkai tersebut merupakan bunga bangkai ketiga yang mekar di Rumah Perubahan. Tahun lalu ada dua bunga bangkai yang mekar, yakni jenis Amorphophallus titanum (Februari) dan Amorphophallus gigas (April). Fase mekar bunga bangkai relatif singkat, yakni antara 8 jam dan 48 jam.

Menurut Dinar, bibit bunga bangkai yang ditanam di lingkungan Rumah Perubahan berasal dari Bengkulu. Penanaman pertama kali dilakukan pada 2007. Ada lima jenis bunga bangkai yang dikembangkan, yaitu Amorphophallus titanum, Amorphophallus gigas, Amorphophallus paeoniifolius, Amorphophallus variabilis, dan Amorphophallus muelleri.

“Pemeliharaan bunga bangkai cukup rumit. Selain harus ditanam di tanah yang subur, bunga bangkai juga harus berada di tempat yang teduh, tetapi tetap terkena sinar matahari. Tanaman juga harus dijaga agar tidak terserang hama serangga dan keong,” ujarnya.

Mekarnya bunga bangkai di Rumah Perubahan menunjukkan bahwa bunga bangkai bisa dikembangkan di luar habitat aslinya dan di luar kebun raya yang dikelola Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

KOMPAS/JUMARTO YULIANUS–Abdul Rahman, karyawan Rumah Perubahan, membersihkan kotoran di pot bunga bangkai jenis Amorphophallus titanum yang akan mekar dalam waktu dekat di kompleks tersebut, Selasa (13/6). Ini merupakan bunga bangkai ketiga yang mekar di area konservasi Rumah Perubahan, Bekasi, Jawa Barat, setelah dibudidayakan selama lebih kurang 10 tahun.

Berdasarkan data perbungaan sebagaimana dikutip dari laman lipi.go.id, bunga bangkai di Kebun Raya Cibodas LIPI mekar untuk pertama kali pada 2003 dengan tinggi perbungaan mencapai 2,7 meter. Kemudian tahun 2007 tingginya mencapai 3,17 meter, tahun 2011 mencapai 3,2 meter, serta tahun 2016 mencapai 3,735 meter.

Menurut Sofi Mursidawati, peneliti dan kurator anggrek, rafflesia, dan bunga bangkai Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya LIPI yang mengelola Kebun Raya Bogor, upaya konservasi tanaman langka dan endemik di luar habitat aslinya tidak selalu harus dilakukan di kebun raya. Apalagi, tak semua kebun raya di Indonesia bisa melakukan konservasi tanaman langka itu karena keterbatasan ahli yang menanganinya.

“Kami juga mendorong sejumlah pihak untuk melakukan upaya konservasi itu,” ujarnya.

Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya LIPI Didik Widyatmoko mengatakan, pihaknya sangat mendorong dan mengajak sejumlah pihak terlibat aktif dalam konservasi tanaman langka. Pihak Kebun Raya Bogor beserta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah menyusun Strategi dan Rencana Aksi Konservasi untuk dua tanaman langka ikon Indonesia, yakni raflesia dan Amorphophallus. (JUM)
—————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Juni 2017, di halaman 13 dengan judul “Bunga Bangkai Kembali Mekar di Rumah Perubahan”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 23 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB