Malaria Tak Terkendali

- Editor

Jumat, 5 Mei 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sejumlah Provinsi Belum Bebas Malaria
Salah satu persoalan kesehatan di perbatasan Republik Indonesia-Republik Demokratik Timor Leste adalah penyakit malaria. Pemerintah Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, kesulitan mengendalikan penyakit ini sehingga wilayah tersebut belum terbebas dari malaria.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Belu Theresia Saikmengatakan, angka kejadian malaria (Annual Parasite Incidence/API) di Kabupaten Belu masih tinggi, yakni 10,6 per 1.000 penduduk. Padahal, untuk bisa dikategorikan bebas malaria, angka kejadian malaria harus di bawah 1 per 1.000 penduduk.

“Sebagian besar kasus malaria tercatat di puskesmas di wilayah kota. Kami akan telusuri lebih jauh dari mana sebenarnya pasien itu berasal,” ujarnya, Kamis (4/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut Theresia, tingginya angka kejadian malaria di Kabupaten Belu disebabkan sejumlah faktor, mulai dari masih banyaknya tempat perindukan nyamuk, belum standarnya pengobatan, tingkat kesalahan diagnosis yang tinggi khususnya di fasilitas kesehatan swasta, pengendalian vektor yang belum terpadu, hingga kerja sama lintas sektor yang belum maksimal.

Untuk itu, Dinas Kesehatan berupaya terus meningkatkan kapasitas tenaga analis laboratorium di puskesmas untuk mengurangi tingkat kesalahan diagnostik hingga di bawah 1 persen. Saat ini kesalahan diagnostik masih di atas 5 persen. Supervisi atas hasil diagnosis juga dilakukan berjenjang dari puskesmas hingga rumah sakit.

Kabupaten Belu memiliki beban malaria yang besar dengan jumlah kasus tahun 2016 sebanyak 2.181 kasus atau kedua terbesar setelah diare yang berjumlah 2.239 kasus.

Kepala Bidang Logistik dan Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Belu Sipri Mali menambahkan, keberadaan penyakit malaria di Belu berpengaruh terhadap pariwisata. Dulu, orang yang akan datang ke Belu sangat takut terhadap malaria. Tidak hanya menyebabkan kesakitan, malaria juga menyebabkan kematian.

Kondisi itu membuat wisatawan, tentara yang akan bertugas, atau siapa pun yang akan berkunjung ke Belu harus mengonsumsi profilaksis, obat malaria sebelum datang ke Belu sebagai pencegahan.

“Tahun 2001-2002, malaria masih menakutkan. Kasusnya sangat tinggi dan ada yang sampai meninggal,” ujarnya.

Akan tetapi, saat ini mereka yang akan datang ke Belu tidak perlu meminum profilaksis terlebih dulu. Meski begitu, sosialisasi penggunaan kelambu kepada masyarakat dan pemasangan kassa antinyamuk di penginapan-penginapan di Belu tetap dilakukan.

Data Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, menunjukkan, API malaria secara nasional dalam lima tahun terakhir terus menurun dari 1,69 tahun 2012, 1,38 (2013), 0,99 (2014), 0,85 (2015), dan terakhir 0,84 tahun 2016.

Sedikitnya 250 kabupaten/kota telah mencapai status bebas malaria.

Belum bebas malaria
Provinsi yang kabupaten/kotanya belum ada sama sekali yang mencapai bebas malaria adalah Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur.

Kepala Puskesmas Silawan, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, Agusto Lopes Martin mengatakan, jumlah kasus malaria selama tahun 2016 hanya enam orang. Sementara hingga April 2017, telah tiga kasus infeksi malaria.

Seluruh warga telah dibagikan kelambu untuk mencegah infeksi malaria. Pihak puskesmas juga bekerja sama dengan aparat TNI untuk melakukan survei darah massal, pemeriksaan kesehatan, dan penyemprotan insektisida di rumah masyarakat.(ADH)
————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Mei 2017, di halaman 13 dengan judul “Malaria Tak Terkendali”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 0 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB