Parade Gerhana 2011

- Editor

Senin, 13 Juni 2011

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

PADA Kamis dini hari, 16 Juni 2011 mendatang, sebuah peristiwa menakjubkan akan berlangsung di langit malam. Sejak pukul 00:25 WIB hingga pukul 05:59 WIB, Bulan yang sedang berada dalam fase purnama secara perlahan-lahan akan mengalami pemblokiran cahaya matahari yang jatuh ke permukaannya untuk sementara seiring peristiwa gerhana bulan total (GBT).

Secara kasat mata, GBT akan berlangsung antara pukul 01:23 WIB hingga 05:01 WIB, yakni pada saat kontak terhadap bayangan inti (umbra) berlangsung. Totalitas, yakni saat bulan gelap total, akan terjadi selama 50 menit sejak pukul 02:47 WIB dengan puncak gerhana pada pukul 03:12 WIB.

GBT bisa disaksikan dari Australia, Asia, Afrika, Eropa dan sebagian Amerika (Amerika Selatan). Namun seluruh tahap gerhana hanya bisa disaksikan dari Asia Selatan, Timur Tengah, Afrika Timur, Afrika Selatan dan Afrika Tengah. Kita di Indonesia tergolong beruntung sebab GBT ini tetap bisa disaksikan, meskipun bulan sedang bersiapñsiap terbenam ke peraduannya. Tahapñtahap gerhana yang secara kasat mata bisa disaksikan dari seluruh wilayah Indonesia adalah dari awal hingga puncak gerhana. Namun akhir gerhana secara kasat mata hanya bisa disaksikan dari Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan dan sebagian Kepulauan Nusa Tenggara, sedangkan bagi wilayah yang lain, gerhana sudah dinyatakan berakhir karena bulan sudah terbenam di bawah ufuk barat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dengan demikian, karena seluruh wilayah Indonesia bisa menyaksikan gerhana meskipun ada yang tidak komplit tahapnya, maka ketentuan mengenai shalat gerhana bulan bagi umat Islam di Indonesia pun berlaku.
GBT ini merupakan bagian dari fenomena langka yang dinamakan parade gerhana 2011. Dinamakan parade gerhana, sebab dalam tempo 29 hari berturutñturut terjadi gerhana matahari parsial 2 Juni 2011, disusul GBT dua minggu kemudian dan dipungkasi oleh gerhana matahari parsial lainnya pada 1 Juli 2011.

Dari tiga gerhana tersebut, hanya GBT yang bisa disaksikan dari Indonesia, sedangkan kedua gerhana lainnya berlangsung di sekitar kawasan lingkar kutub. Gerhana matahari parsial (GMP) 2 Juni 2011 hanya bisa disaksikan di sekitar lingkar kutub utara meliputi sebagian Rusia, sebagian China, sebagian Jepang, Korea, Alaska dan sebagian Kanada. GMP ini berawal pada pukul 02:25 WIB dan berakhir pada pukul 06:07 WIB dengan puncak pada pukul 04:16 WIB yang hanya bisa disaksikan di pantai Laut Barents (Rusia utara) di mana persentase cakram matahari yang tertutupi bundaran bulan mencapai 60 %.

Sementara gerhana matahari parsial, 1 Juli 2011 hanya bisa disaksikan di sekitar lingkar kutub selatan dan tak ada satu pun daratan yang terkena bayangan gerhana GMP, berawal pada pukul 14:54 WIB dan berakhir pada pukul 16:23 WIB dengan puncak pada pukul 15:38 WIB yang hanya bisa disaksikan di tengahñtengah Samudera Hindia dekat Antartika, di mana persentase cakram matahari yang tertutupi bundaran bulan hanya 10 %.

Satu Garis Lurus
Secara astronomis, gerhana terjadi kala bulan berada di salah satu titik node (titik potong orbitnya dengan ekliptika/bidang edar bumi mengelilingi matahari) dan pada saat yang sama matahari pun melintasi salah satu titik node tersebut. Konfigurasi demikian membuat matahari, bulan dan bumi terletak pada satu garis lurus yang disebut garis syzygy. Maka pancaran sinar matahari terhalangi bumi ataupun bulan, sehingga membentuk dua jenis bayangan, yakni bayangan inti (umbra) dan bayangan tambahan (penumbra).

Diameter matahari 400 kali lebih besar dibanding bulan, namun jaraknya pun 400 kali lebih jauh dibanding bulan. Maka, ’’diameter tampak’’ dari matahari dan bulan saat dilihat dari permukaan bumi adalah sama persis. Karena itu, bila Bulan berada di antara bumi dan matahari, bulan mampu memblokir cahaya matahari, sehingga terjadilah gerhana matahari. Sebaliknya, ketika bumi ada di antara bulan dan matahari, giliran bumi yang memblokir, sehingga terjadilah gerhana bulan.

Gerhana matahari selalu terjadi pada saat konjungsi (ijtimaí atau bulan baru), sementara gerhana bulan juga selalu terjadi saat oposisi (istikbal atau bulan purnama). Disebabkan orbit bulan tidaklah sejajar ekliptika melainkan miring dengan inklinasi 5 derajat, maka tidak setiap bulan purnama terjadi gerhana bulan dan tidak setiap ijtimaí terjadi gerhana matahari. Dalam setahun masehi, maksimum hanya bisa terjadi tujuh gerhana dengan ratañrata empat sampai lima gerhana per tahun. Tahun 2011 merupakan perkecualian karena bakal terjadi enam gerhana (empat GMP dan dua GBT), jumlah terbanyak sepanjang sebelas tahun terakhir.

Tatkala bulan menempati titik node yang diikuti terjadinya gerhana matahari, maka normalnya dalam 14 hari berikutnya, bulan akan menempati titik node lainnya yang diikuti terjadinya gerhana bulan. Demikian pula sebaliknya, sehingga peristiwa gerhana matahari akan selalu diikuti dengan gerhana bulan.

Perkecualian pada parade gerhana, di mana bulan menempati titik node tiga kali berturutñturut. Parade gerhana tidak terjadi setiap tahun. Terakhir kali fenomena ini terjadi pada 2009, dan baru akan terulang kembali 2013 mendatang.

Gerhana telah mengiringi manusia sepanjang sejarah peradabannya, meski baru sejak 600 SM manusia berhasil mengembangkan teknik matematika yang memungkinkan prakiraan gerhana secara sederhana. Teknik ini terus dikembangkan hingga mencapai bentuknya sekarang dengan akurasi teramat tinggi.

Ada banyak nilai penting gerhana bagi manusia. Dalam ilmu falak, gerhana merupakan penjaga waktu (time keeping) yang ideal bagi sistem kalender hijriah, terutama untuk mengecek waktu terjadinya ijtimaí sekaligus mengonfirmasi peristiwañperistiwa sejarah di masa silam. Sebagai contoh, Ibrahim, putra Nabi Muhammad SAW wafat di Madinah bertepatan dengan terjadinya gerhana matahari dan menjadi dasar munculnya ketetapan shalat gerhana. Kini kita mengetahui bahwa pada Senin 27 Januari 632 M pukul 07:33ñ10:16 di Madinah memang berlangsung GMP yang ciriñcirinya sesuai dengan sejumlah teks hadis yang menerangkan peristiwa tersebut.

Gerhana Bulan
Mengamati gerhana bulan secara teknis lebih mudah dibanding gerhana matahari, karena dengan intensitas cahaya bulan purnama yang hanya 0,001 % cahaya matahari, maka bulan purnama tidak menyilaukan mata. Terkecuali jika dilihat dengan teleskop. Dengan demikian, tidak diperlukan filter khusus untuk melindungi mata, khususnya terhadap sengatan sinar nirtampak, seperti sinar ultraviolet yang merusak.

Dalam GBT 16 Juni 2011, posisi bulan berada di langit sebelah barat daya dengan ketinggian yang terus menurun seiring berlangsungnya tahapan gerhana. Dengan demikian, kita yang hendak mengamati gerhana harus menempati lokasi dengan pandangan terbuka ke langit barat daya. Mengingat gerhana berlangsung setelah tengah malam, alangkah baiknya bila kita menyempatkan beristirahat dulu sebelum memulai pengamatan pada jam 01:23 WIB. Hal yang sama pun seyogianya diperhatikan oleh takmir masjid, khususnya yang hendak menyelenggarakan shalat gerhana bulan. Lebih baik bila shalat gerhana dilaksanakan menjelang shalat Subuh sebagai bagian dari efektivitas waktu tanpa menghilangkan kekhusukan beribadah.

Secara nasional, pengamatan GBT 16 Juni 2011 akan berlangsung di Surakarta bersamaan dengan peresmian Planetarium AssSalam, Pabelan. Di tingkat Jawa Tengah, sejauh ini pengamatan GBT akan dilaksanakan oleh IAIN Walisongo Semarang dan FKIF (Forum Kajian Ilmu Falak) Gombong (Kebumen). Pengamatan terakhir ini unik karena untuk pertama kalinya dalam sejarah, sebuah observasi gerhana berlangsung di kompleks rumah sakit, dalam hal ini RS PKU Muhammadiyah Gombong. (24)

Oleh Muh Maírufin Sudibyo

Sumber: Suara Merdeka, 13 Juni 2011

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Gelombang Radio
Berita ini 12 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:15 WIB

Empat Tahap Transformasi

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB