Operasi Katarak; Saatnya Laser Gantikan Pisau

- Editor

Sabtu, 31 Oktober 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Katarak atau kekeruhan lensa mata merupakan salah satu penyebab kebutaan terbanyak di Indonesia ataupun dunia. Lensa mata yang keruh tak bisa diobati. Operasi jadi satu-satunya pilihan untuk memulihkan penglihatan. Namun, hingga kini banyak pasien takut jika harus menjalani operasi katarak.

Menurut penuturan Asariyah (75), pasien katarak di Rumah Sakit Jakarta Eye center (JEC) Kedoya, Jakarta, banyak teman sepengajiannya tak mau operasi katarak. Mereka takut. “Takut sakit katanya. Namanya juga operasi mata,” ujarnya.

Meski demikian, warga Kota Bambu Utara, Palmerah, Jakarta Barat, itu memutuskan operasi agar penglihatannya kembali jernih. Operasi yang dijalani Asariyah tak memakai teknik bedah dengan laser, tetapi operasi dengan teknik fakoemulsifikasi. “Enggak sakit. Terasa seperti ada air di mata. Dingin rasanya. Sebentar operasinya,” kata Asariyah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Jika tak dioperasi, katarak bisa menyebabkan penderita tak bisa melihat jelas, bahkan buta. Cahaya akan sulit mencapai retina karena terhalang lensa yang keruh. Pandangan jadi kabur.

Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan, prevalensi katarak 0,1 persen per tahun. Itu berarti tiap tahun di antara 1.000 orang ada satu penderita katarak baru.

Mayoritas kasus katarak terjadi akibat proses degeneratif. Katarak memunculkan gejala umum, seperti penglihatan buram atau berkabut, bahkan tak bisa melihat sama sekali, sensitif pada cahaya, kerap berganti kacamata, pada kondisi terang mata terasa silau, dan penglihatan di ruang temaram lebih jelas dibandingkan di ruang terang.

Ketua Indonesian Society Cataract and Refractive Surgery Setiyo Budi Riyanto, Kamis (29/10) di Jakarta, mengatakan, kini masih banyak orang takut menjalani operasi katarak. Padahal, teknologi operasi katarak amat pesat. Operasi katarak tak lagi memakai pisau, tetapi sinar laser.

Teknologi operasi katarak tanpa pisau itu disebut teknik operasi katarak bladeless laser cataract surgery. Teknik ini memakai laser femtosecond, sinar inframerah dengan tingkat panas rendah untuk memotong. Bersama dengan cataract suite markerless surgery, teknik operasi katarak tanpa pisau jadi paling mutakhir di dunia.

Pada cataract suite markerless surgery, proses penandaan mata dilakukan secara digital. Itu terintegrasi langsung dengan data pasien yang diambil sebelum operasi.

“Pada bedah katarak tanpa pisau, laser memotong kornea dengan sayatan kecil dan menghancurkan katarak. Dengan penandaan digital, akurasinya jadi lebih baik. Pembiusan dilakukan dengan obat tetes,” kata Budi.

4ad6e516542d4df48b6e0569af162254Setelah diberi obat bius, laser menyayat kornea 1,8-2,2 milimeter. Kemudian, laser menghancurkan katarak. Melalui sayatan kecil itu, lensa baru dimasukkan. Proses operasi itu berkisar 10-20 menit.

Teknik bedah
Kini sejumlah rumah sakit di Indonesia menggunakan mesin operasi katarak dengan teknik fakoemulsifikasi memakai gelombang suara. Teknik fakoemulsifikasi bekerja dengan mengubah gelombang suara jadi energi gerak untuk menghancurkan dan menyedot katarak pada mata.

Dengan mesin fakoemulsifikasi, sayatan kecil masih dilakukan dengan pisau bedah. Melalui luka itu, lensa baru yang dilipat dimasukkan. Pembiusan tak lagi dengan suntikan, tetapi dengan obat tetes. Risiko infeksi dan silinder akibat banyak jahitan pada mata pun rendah sehingga pasien cepat pulih.

Meski demikian, menurut Budi, di sebagian daerah, operasi katarak masih dilakukan secara manual dengan teknik extracapsular cataract extraction (ECCE). Pada bedah katarak dengan teknik ECCE, pembiusan disuntikkan di sekitar mata. Setelah obat anestesi bekerja, dokter akan menyayat setengah diameter kornea mata untuk dibuka.

Melalui luka terbuka hasil sayatan itu, lensa mata yang katarak dikeluarkan dan diganti lensa lipat. Kemudian, dokter menjahit 5-7 jahitan untuk menutup luka sayatan di kornea.

Operasi katarak manual dengan teknik ECCE itu menghasilkan luka lebar sehingga risiko komplikasi dan infeksi tinggi. Itu berbahaya karena infeksi bola mata bisa menyebabkan kebutaan (endoftalmitis). Selain itu, jahitan yang banyak menimbulkan efek silinder pada mata. Waktu pemulihan pun lama.

Teknik ECCE muncul setelah ada teknik intracapsular cataract extraction (ICCE). Semua proses operasi ECCE dan ICCE sama. Bedanya, pada ICCE, tak ada penggantian lensa. Pasien harus menggunakan kacamata plus 10 untuk melihat.

Maka dari itu, wajar jika sebagian masyarakat takut menjalani bedah katarak manual atau pakai pisau bedah. Sebab, penggunaan pisau dan jahitan berisiko tinggi menimbulkan infeksi dan komplikasi. Karena itu, operasi katarak secara manual mulai ditinggalkan seiring dengan hadirnya mesin operasi katarak.

Lensa tanam
Selain teknologi operasi katarak, lensa yang ditanam pada pasien katarak makin berkembang. Dulu, saat teknik ECCE jadi teknologi paling mutakhir, hanya ada jenis lensa untuk melihat satu fokus jauh (monofokal). Akibatnya, pascaoperasi pasien masih butuh kacamata untuk membaca.

Kini ada lensa dengan fokus penglihatan jauh, sedang, dan dekat (multifokal). Ada juga lensa torik bagi mata silinder. Bahkan, ada lensa monofokal yang bisa mengurangi efek abrasi dari cahaya yang masuk ke mata.

Budi, yang juga Direktur Medik JEC Kedoya, menjelaskan, selain teknologi dan lensa, keberhasilan operasi katarak dipengaruhi sumber daya manusia, yakni dokter yang mengoperasikan mesin operasi.

Dengan pesatnya teknologi dan makin mahirnya dokter mata di Indonesia, masyarakat semestinya tidak takut lagi menjalani operasi katarak. Dengan demikian, risiko mengalami kebutaan bisa dihindari.–ADHITYA RAMADHAN
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 31 Oktober 2015, di halaman 14 dengan judul “Saatnya Laser Gantikan Pisau”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 7 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB