Sejak Komando Pembasmian Malaria dibentuk tahun 1959 oleh Presiden Soekarno hingga kini, penanggulangan malaria belum tuntas. Saat ini, 80 juta penduduk tinggal di daerah endemis malaria rendah hingga tinggi.
“Malaria masih jadi persoalan global. Komitmen Indonesia sejalan dengan komitmen global. Kita ingin eliminasi malaria tahun 2030,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan Vensya Sitohang pada temu media, Jumat (31/3), di Jakarta.
Malaria masuk dalam program prioritas nasional serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2015-2019. Segala upaya dan sumber daya dikerahkan. Perkembangannya dipantau dan dilaporkan kepada Kantor Staf Presiden. Anggaran daerah harus sejalan dengan ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hasilnya, 247 dari 514 kabupaten/kota (48 persen) berstatus eliminasi malaria pada 2016. Sebanyak 178,7 juta warga (69 persen populasi) hidup bebas dari malaria. Sejauh ini, baru DKI Jakarta dan Bali yang semua kabupaten atau kotanya berstatus eliminasi malaria.
Status eliminasi diukur dari angka kasus malaria (annual parasite incidence/API). API ialah jumlah kasus malaria per 1.000 jiwa pada satu tahun. Angka API kurang dari 1 ialah syarat daerah berstatus eliminasi malaria. Kriteria lain, jumlah kasus positif tak ditemukan dengan pemeriksaan laboratorium tak lebih dari 5 persen dan tidak ada kasus penularan tiga tahun berturut-turut.
Indonesia timur
Namun, masih ada 167 kabupaten/kota (52 persen) dengan endemisitas rendah hingga tinggi. Sekitar 80 juta penduduk tinggal di daerah itu. “Tantangannya di kawasan Indonesia timur, belum satu pun daerah yang eliminasi. Karena itu, 80 persen kasus nasional dari kawasan Indonesia timur,” ucap Vensya. Provinsi dengan kabupaten atau kota belum ada yang mencapai status eliminasi ialah Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Maluku Utara.
Upaya eliminasi malaria harus komprehensif, mulai dari promosi kesehatan, pencegahan, hingga pengobatan. Pencegahan bisa dilakukan dengan pemakaian kelambu berinsektisida saat tidur. “Tahun ini, hampir 3 juta kelambu berinsektisida yang dibagi kepada warga harus diganti agar tetap efektif,” ujarnya.
Ketua Komisi Ahli Diagnosis dan Pengendalian Malaria Inge Sutanto menambahkan, pasien malaria harus segera minum obat. Kini, obat malaria yang dipakai ialah terapi kombinasi artemisinin (ACT) berupa dihidroartemisinin dipadukan piperakuin. Obat itu efektif membunuh parasit malaria di tubuh. (ADH)
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 April 2017, di halaman 14 dengan judul “80 Juta Warga Berisiko Menderita Malaria”.