Perubahan iklim dan pertumbuhan penduduk dunia diprediksi menempatkan banjir sebagai bencana global. Tahun 2030, jumlah penduduk global yang terdampak banjir diperkirakan naik hampir tiga kali lipat atau menjadi 50 juta jiwa.
Perhitungan World Resources Institute (WRI), lembaga riset di Washington DC, Amerika Serikat, yang diluncurkan pada Kamis (5/3) seperti dilaporkan BBC, menunjukkan, saat ini sekitar 21 juta jiwa di dunia jadi korban banjir setiap tahun. Sebanyak 80 persen dari jumlah itu ada di 15 negara, termasuk Indonesia.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, daya dukung dan daya tampung lingkungan yang terlampaui jadi faktor meningkatnya kejadian banjir pada masa mendatang. ”Jumlah penduduk yang makin banyak juga meningkatkan kerentanan,” katanya akhir pekan lalu, di Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Indonesia menduduki peringkat keenam dari 163 negara dengan jumlah korban mencapai 635.000 jiwa. Negara dengan jumlah penduduk terdampak banjir lebih besar dari Indonesia adalah India, Banglades, Tiongkok, Vietnam, dan Pakistan.
Kerugian global akibat banjir saat ini mencapai 65 miliar poundsterling atau hampir Rp 1.300 triliun per tahun. Pada tahun 2030 atau 15 tahun lagi, kerugiannya diprediksi mencapai 340 miliar poundsterling atau sekitar Rp 6.700 triliun.
Oleh karena perubahan iklim dan pembangunan sosial ekonomi menjadi pemicu utama banjir, maka perlu segera diambil strategi global mencegah banjir semakin meluas.
Pemetaan wilayah terdampak banjir oleh WRI menggunakan Penganalisis Banjir Global Aqueduct menunjukkan, hampir seluruh Jawa memiliki risiko banjir tinggi, kecuali Jawa Barat bagian selatan dan ujung timur Jawa Timur yang memiliki risiko banjir menengah-tinggi. Di Sumatera dan Sulawesi Utara kondisinya mirip di Jawa, sebagian besar berisiko tinggi.
Banjir Indonesia
Berdasarkan data BNPB, sebanyak 315 kabupaten/kota berada pada daerah bahaya sedang-tinggi banjir di Indonesia. Di daerah itu, 63,7 juta penduduk dibayangi ancaman bahaya banjir sedang-tinggi.
content
Selain itu, tren bencana menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, Setidaknya, itu berdasarkan data BNPB tahun 2005-2014. Dari total kejadian bencana, banjir senantiasa mendapat porsi jumlah besar. Tahun 2014, hingga tanggal 29 Desember, banjir sebanyak 458 kejadian atau 31 persen dari total 1.475 kejadian bencana.
Pada tahun 2015, jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan sekitar 255,4 juta jiwa. Tahun 2030, jumlah itu diproyeksikan meningkat lagi menjadi sekitar 296,4 juta jiwa.
Sutopo menambahkan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) juga sudah membuat prediksi dampak perubahan iklim global pada Indonesia, yakni adanya perubahan pola hujan pada 2050-2075. Di wilayah Indonesia pada utara ekuator, antara lain Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua, jumlah curah hujan akan meningkat sehingga potensi banjir di sana pun naik. Sebaliknya, di selatan ekuator, seperti sebagian Sumatera, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, akan kekurangan curah hujan dan meningkatkan kerentanan kekeringan.
Di sisi lain, kejadian cuaca ekstrem bakal meningkat, termasuk hujan lebat. Musim hujan yang sebelumnya enam bulan akan berkurang menjadi empat bulan, sedangkan delapan bulan sisanya kering. Dampaknya, intensitas hujan akan lebih lebat karena waktu hujan memendek. Artinya, selain menanggung kekeringan, daerah selatan ekuator juga semakin rentan banjir.
Pendiri Indonesia Water Institute yang juga dosen Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI) Firdaus Ali, menuturkan, akibat dari perubahan iklim dan kerusakan tata ruang karena beban populasi naik, kondisi daerah perkotaan pesisir semakin kritis. Faktor yang memperparah, di antaranya laju penurunan muka tanah akibat pengambilan air tanah dalam (ATD) secara berlebihan yang jauh melewati daya dukung lingkungan. ”Jakarta dan Semarang adalah contoh nyata,” ujarnya.
Langkah antisipasi
Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Basah Hernowo mengatakan, salah satu langkah antisipasi terhadap risiko itu memperbesar proporsi green water dibandingkan blue water. Green water adalah air yang dimanfaatkan tumbuhan sebagai cadangan keperluan, sedangkan blue water merupakan air yang mengalir di permukaan dan biasanya langsung digunakan manusia.
Persentase ideal yaitu 65 persen green water dan 35 persen blue water. Salah satu caranya dengan penghijauan, terutama di lahan-lahan kritis. Sayangnya, kata Basah, karena keterbatasan anggaran, pemerintah dalam lima tahun ini hanya menargetkan penghijauan pada 5,5 juta hektar dari total 27 hektar lahan kritis. ”Dana pemerintah hanya sekitar Rp 5 juta untuk 1 hektar lahan,” katanya. (BBC/MZW/JOG)
——————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Maret 2015, di halaman 14 dengan judul “50 Juta Jiwa Terdampak Banjir Tahun 2030”.